bab 15| Rumah Abelia

1 0 0
                                    

Abelia berjalan dengan langkah gontai. Wajahnya cemberut, seolah mendung yang enggan pergi setelah hujan reda.

Di sebelahnya, Aksara terus saja bicara, melontarkan seratus lebih kalimat-entah tentang pelajaran, kejadian di sekolah, atau bahkan cerita-cerita yang dia buat sendiri. Namun, tak satu pun mendapatkan tanggapan dari Abelia.

Pikiran gadis itu hanya melayang pada satu nama: Deandra.

Betapa beruntungnya Raina. Memiliki Deandra yang begitu mencintainya, melindunginya, mengangkat namanya di hadapan semua orang. Padahal, kata Rian, Raina bahkan tidak serius. Lantas, apa yang dia inginkan dari Deandra? Popularitas? Pengakuan?

Sepertinya begitu.

"Kasihan banget dari tadi ngoceh sendiri."

Suara tiba-tiba muncul dari belakang, membuat Aksara terlonjak kaget. Bahkan dia refleks menarik rem sepedanya, hampir saja jatuh.

"Ya ampun, Mbak Sevia! Kaget saya!" Aksara mengelus dadanya, masih berusaha menenangkan detak jantungnya.

Sevia terkekeh, melangkah santai mensejajarkan diri dengan mereka. Wajahnya semula ceria, kini berubah sedikit bingung saat melihat Abelia yang masih diam seribu bahasa.

Aksara, dengan mulutnya yang tak pernah bisa diam, segera memberi isyarat bibir kepada Sevia. "Lagi sedih karena Deandra dan Raina."

Sevia mengangguk paham, lalu menghela napas panjang.

"Bel ... Bel ... kan gue udah bilang, lo nggak bisa sama Deandra. Jangan maksa, deh!"

Aksara langsung panik sendiri. "Eh... jangan kasar-kasar, Mbak Sevia, ucapannya..."

"Gak usah lebay, Aksa," potong Abelia malas.

Aksara terdiam. Tapi kemudian, dia tersenyum lebar.

"Hehe ... iya, Mbak Abel. Maaf ya ... jangan cemberut terus, dong, nanti cantiknya hilang, lho."

Abelia mendengus. "Biarin. Biar lo nggak suka gue lagi."

Kalimat itu membuat Aksara nyengir. "Kalau itu, sih, nggak mungkin. Hehe..."

Sevia hanya bisa menghela napas. Miris.

Aksara, dengan ketulusannya yang hampir menyedihkan, tetap tersenyum meski tahu perasaannya tak akan pernah terbalas. Dia tahu Abelia menyukai orang lain. Bahkan, orang itu adalah sahabatnya sendiri. Tapi, tetap saja ... Aksara memilih bertahan.

Sevia mengalihkan pembicaraan. "Kalian ada rencana apa setelah ini?"

"Pulang," jawab keduanya bersamaan. Yang satu penuh semangat, yang satu lagi terdengar malas.

Sevia tertawa kecil. Lalu, dengan nada menggoda, dia bertanya, "Kak Aksara pernah ke rumah Abelia?"

"Pernah! Rumah Mbak Abel, beuhh... bagus banget, besar, indah, nyaman! Saya kalau tinggal di sana, betah banget. Semua barang di rumah Mbak Abel bersih, lantainya kinclong, kamar mandinya wangi ..."

Sevia melotot. "Kamar mandi?"

Aksara langsung gelagapan, sadar kata-katanya bisa disalahartikan.

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang