13| Kembali ke Sekolah

2 0 0
                                    

Hari ini, Abelia tampil sedikit berbeda dari biasanya. Ada sesuatu yang membuatnya tampak lebih menonjol di antara kerumunan siswa SMA Kenanga. Rambut hitam legamnya dikuncir setengah dengan jepit bergambar tengkorak kecil, memberikan kesan tegas namun tetap memikat. Aura percaya diri mengelilinginya, seperti sinar matahari pagi yang menyelinap di sela dedaunan. Dia merasa keren, bahkan mungkin terlalu keren untuk sekadar menghadiri kegiatan sekolah yang membosankan.

Aksara, sahabat sekaligus asisten setianya dalam segala kekonyolan remaja, terperangah saat melihat Abelia melangkah memasuki halaman sekolah.

"Astaghfirullah, Mbak!" seru Aksara refleks, matanya membelalak menatap gaya Abelia yang tak biasa.

Abelia menghentikan langkah, menoleh dengan alis terangkat. "Kenapa?" tanyanya, nada suaranya setengah kesal karena ekspresi Aksara yang terlihat seolah-olah baru saja melihat alien.

Aksara mengangkat kedua jempolnya, senyum lebar menghiasi wajahnya. "Enggak kenapa-kenapa, Mbak. Hari ini Mbak Abel kelihatan cantik ... tapi keren. Top markotop pokoknya!"

Sebuah senyum kecil mengembang di sudut bibir Abelia. Pujian itu sederhana, tapi cukup membuat langkahnya terasa lebih ringan. Dia melanjutkan perjalanannya, berjalan santai menyusuri koridor sekolah, menikmati setiap tatapan yang diarahkan kepadanya.

Hari ini dia merasa seperti bintang di langit SMA Cahaya Tunggal-bersinar terang tanpa usaha berlebihan.

Sesekali, dia melontarkan sapaan singkat kepada teman-temannya. "Halo!" ucapnya ceria, sesuatu yang jarang sekali ia lakukan. Biasanya Abelia lebih suka diam, tenggelam dalam dunianya sendiri. Tapi pagi ini berbeda. Ada perasaan hangat yang membuatnya ingin berbicara, ingin dilihat, ingin diakui.

Meskipun ini adalah hari pertamanya kembali ke sekolah setelah mendapat skors, Abelia justru tidak merasa resah untuk bersikap seperti ini.

Saat tiba di kelas, dia mendekati sekelompok siswa laki-laki yang sedang asyik berbincang di sudut ruangan.

"Eh, pada ngapain nih?" tanyanya santai, dengan tangan dimasukkan ke saku rok, mencoba terlihat setenang mungkin meski sebenarnya dia penasaran akan reaksi mereka.

Seperti yang diduga, mereka semua terdiam. Mulut mereka menganga, mata terbelalak seolah baru saja melihat fenomena alam yang langka.

"Eh ... ada apa sih? Kok pada mangap gitu?" Abelia terkekeh pelan, geli melihat ekspresi mereka yang kebingungan.

Akhirnya, Adi memberanikan diri untuk bicara, "tumben aja, Bel. Kok ngajak kita ngomong?"

"Emangnya salah?" Abelia menaikkan alis, nada suaranya datar tapi penuh tantangan.

"Enggak, sih. Cuma ... heran aja. Biasanya kan kamu ... ya gitu."

Abelia mengangguk pelan, seolah mengerti. "Ya udah, gue lagi pengen aja. Coba-coba ngerasain rasanya komunikasi sama temen." Setelah itu, dia berbalik, melangkah menuju bangkunya tanpa menoleh lagi.

Namun, telinganya masih cukup tajam untuk mendengar percakapan yang tertinggal di belakang.

"Eh, dia cantik banget, ya."

"Iya, sumpah. Gila sih, auranya beda."

"Mungkin dia udah dapat hidayah setelah diskors."

***

Kebetulan, hari ini hari Jumat, waktu yang selalu identik dengan kerja bakti di SMA Cahaya Tunggal. Siswa-siswi sibuk membawa sapu, ember, kain lap, dan peralatan kebersihan lainnya. Langit cerah, udara pagi cukup sejuk meski keringat mulai bercucuran di dahi mereka yang serius bekerja.

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang