sedikit-sedikit cahaya sang mentari mulai masuk melalui celah gorden tipis yang berwarna putih. Puluhan burung-burung sudah berkicau merdu. Suara kendaraan sudah mengebu-ngebu di luar sana. Ini pertanda kalau aktivitas pagi ini sudah di mulai
"INES... bangun nak. Kamu nggak mau pergi sekolah, udah jam tujuh, nes," ucap Emak.
Dengan sedikit helaaan nafas, "bentar lagi, Mak". Ines kembali menari selimutnya. "Aku masih ngantuk, mak".
"Kalau kamu nggak bangun, ponsel kamu Mak sita", ucap Mak. Mak a.k.a Icha selalu berhasil memaksa Ines untuk bangun melalui metode-metode ajaib yang di pelajarinya melalui mbah google.
Dengan secepat kilat, ines langsung langsung duduk dan merenggangkan badan. Sambil menunggu arwahnya terkumpul, Ines menciumi ketiaknya-rutinitas pagi Ines.
Wah, baunya sedap. Andai ada ilmuan yang mau memproduksi bau ketekku super busuk ini, pasti akan ku sumbangkan dengan suka rela. Kapan lagi orang lain bisa mencium aroma sedap ini, itu-itung berbagi antara sesama. Batin ines
Mak menatap ines sambil mengeleng-gelengkan kepala, "Kamu kenapa lagi, kesurupan? Cepat mandi bentar lagi Thasha akan menjemputmu".
"ok, mak". Ucap ines. Dia langsung pergi ke kamar mandi sambil sambil membersihkan belek yang sudah sebesar telur cicak.
Setiap pagi mbok Tiffany atau yang akrab dipanggil mbok ti, selalu menyiapkan sarapan untuk orang satu rumah. Sekali-kali mbok Ti melihat kearah cermin yang selalu dibawa kemana pun ia pergi.
"Syukur, make up-ku tidak luntur. Kalau luntur bisa nggak suka lagi mas Tep". Pekik mbok Ti
Tep adalah tukang jual sayur keliling komplek perumahan ini. Dia selalu menjajalkan berbagai kebutuhan masak yang di perlukan oleh ibu-ibu ataupun pembantu. Mbok ti selalu berharap kelak yang mendampingi sisa-sisa hidupnya adalah Tep.
Mak menarik nafas dalam kemudian mengeluarkannya dalam bentuk kentuk, "mbok Ti... ngapain ngaca mulu? Mending kamu hidangin sarapan, bentar lagi Ines mau sarapan".
Mbok Ti hanya cengegesan lalu pergi meninggalkan emak yang kembali terkentut
Preeet, bhuss...
Setelah selesai berkemas Ines buru-buru sarapan, ia tak enak melihat thasha selalu menunggu lama setiap akan pergi sekolah. Tanpa berlama-lama ines kemudian menghabiskan makanan yang ada dalam piringnya, tanpa menyisakan satu bulir nasi goreng.
Ratusan murid sudah berada dalam sekolah yang bertingkat tingga tersebut. Bangunanya yang di desain sedemikian rupa hingga terkesan elit dan mewah. Jadi tak heran kalau sekolah ini termasuk sekolah elit dan juga favorit.
Kelaspun sudah di penuhi kehebohan para siswa yang mencontek tugas. Yang menjadi sasarannya adalah murid-murid yang rajin mengerjakan tugas.
Tiba-tiba Bel masuk sudah berbunyi, membuat para siswa panik karna tugasnya belum selesai. Semua guru yang mengajar pagi ini sudah mulai masuk kedalam kelas.
"selamat pagi murid-murid. Hari ini kita kedatangan murid baru". Ucap bu Nasa. Bu Nasa mempersilahkan murid baru untuk masuk dan memperkenalkan diri.
Anak baru tersebut menghembuskan nafas pelan, " perkenalkan nama gue Zira Rezat, tapi cukup panggil Zira. Gue pindah kesini lantaran bokap di pindah tugaskan ke kota ini".
Semua cewek yang ada di kelas sontak heboh, terpukau akan karismatik yang di miliki Zira. Putri adalah murid terhebok di kelas tersebut. Bukan hanya heboh tapi juga alay. Putri dengan teganya mengusir teman sebangkunya agar Zira dapat duduk di sampingnya. Tapi disayangkan, perjuangannya sia-sia lantaran Zira lebih memilih duduk di bangku belakang yang masih kosong.

YOU ARE READING
OUR
Humoraroma ketekku emang enak, andai ada yang mau memproduksi, pasti dengan suka rela aku menyumbangkan ketekku kepadanya. batiin ines