Bab 1 Dijebak

77.1K 2.5K 136
                                    

Selain kesan modern yang ditawarkan karena memakai prinsip kedap suara, ruangan remang-remang itu dijadikan sebagai tempat gaulnya aktivis yang memiliki gaya hidup metropolis. Bagi sebagaian orang, tempat itu selalu berkesan buruk, lekat dengan kehidupan bebas, free sex, minuman keras dan narkoba. Sesuai citra yang melekat, tujuan orang yang masuk ke dalam ruangan itu bermacam-macam, begitu juga pemuda dengan rambut berantakan, kaos polo lengkap dengan jaket warna biru gelap. Namanya Mandala Parawansa.

Pria berusia 29 tahun itu memasuki diskotik dengan langkah santai. Caranya berjalan sangat luwes, tak terlihat mencurigakan walau pada dasarnya dia patut dicurigai karena datang ke Palembang untuk mengecek isu tentang tempat perjudian terbesar di Asia Tenggara yang dimotori negara lain untuk mengacaukan ekonomi dalam negri. Konglomerat hitam harusnya bersiaga, mengelabuhinya dan menggagalkan niat Mandala. Sebab lelaki itu datang ke sana karena mendapat info dari ayahnya tentang bisnis haram. Dia hanya perlu mengumpulkan bukti. Selanjutnya, itu tugas sang ayah sebagai kepala negara, pemberi tugas sekaligus pengeksekusi.

Mencoba menikmati dunia malam di kota Palembang, Mandala memesan minuman ionik pada bartender dan meminumnya dengan segera. Ia menikmati suara music yang berdentam-dentam memenuhi ruangan. Dengan enjoy, Mandala mengamati sekitar, masih bersiaga penuh.

"Rokok, Bang?" seseorang berambut gimbal menyodori Mandala rokok cigarette dan diterima Mandala dengan sok senang. Padahal, selain alkohol, dia paling benci dengan yang namanya rokok. Tapi apa boleh buat, dia sedang menyamar.

"Sendirian ya?" Mandala mencoba bertanya, dia mengamati beberapa lelaki yang turun di lantai dansa bersama wanita-wanita seksi. Mata Mandala langsung berkunang-kunang. Dia paling ngeri kalau sudah melihat seorang lelaki menyentuh tubuh perempuan, yang ia sangsikan seperti apa hubungan itu.

"Tidak juga," balas lelaki berambut gimbal sambil menyalakan korek api. Dia agak menunduk agar bia menjangkau telinga Mandala, "lantai dua, ruang dekat tangga." Ia memberi tahu sebuah lokasi. Mandala langsung konsentrasi, namun ototnya terlalu lentur. Alih-alih tegang karena info yang didengar, Mandala malah terlihat begitu santai. Ia menghisap rokok dengan tenang kemudian membuang batang rokok ke lantai dan menginjaknya. Setelah mematikan batang rokok, Mandala mencecap rasa pahit di mulutnya. Pahit dan bikin mual. Ia pun melirik sekitar. Fokusnya terganggu karena seorang gadis memakai lingerie menghampirinya. Mampus, penari striptease itu menatapnya dengan sorot kelaparan. Bukannya tergoda, Mandala malah bergidik sebal. Dia saat ini sedang menjalankan tugas dan tak suka pikirannya bercabang. Lebih dari itu, Mandala tidak bisa membayangkan tubuhnya disentuh gadis-gadis seperti itu. Mau jadi apa dia nanti jika nama baik keluarganya tercemar? Pasti ayahnya bakal menghajar habis-habisan. Lagipula, dia adalah seorang prajurit. Dia tidak bisa melakukan hal yang indisipliner.

Tapi, tunggu.... Tubuhnya terasa aneh. Dia merasa panas dan pusat tubuhnya mulai berdenyut-denyut. Astaga, Mandala mengumpat. Dia teringat rokok yang sempat diisapnya tadi. Pasti rokok tadi mengandung obat perangsang.

Brengsek, ia memaki pelan lalu buru-buru kabur sebelum tangan penari itu menyentuh kulitnya atau dia akan mengerang nikmat saat itu juga. Dengan langkah tergopoh-gopoh ia menuju kamar penginapannya yang ada di lantai 10. Peluh dingin membanjiri kening, Mandala mencoba menahan diri agar tidak jatuh atau hilang kendali. Malam ini ia terpaksa menunda penyelidikan padahal sebentar lagi misinya berhasil dan besok pagi dia bisa kembali ke Jakarta. Tapi, apa boleh buat, lelaki gimbal tadi pasti merencanakan sesuatu.

Sialan, Mandala berjanji jika bertemu lagi, dia akan menendang selangkangan lelaki tadi.

***

Asha mengamati kamar hotel yang dipesan suaminya. Sebuah ranjang king size, satu set sofa, dan satu set perangkat audio visual. Pandangannya beralih ke langit-langit, ada lampu kristal menggantung dengan anggun. Warna gorden yang begitu serasi dengan cat tembok dan lantai. Ini mirip kamar hotel yang sering dia lihat di TV.

Yang TernodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang