ZAHRA POV
"Cin, gue suka sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gue?" ucapan David itu membuatku merasa seperti tersambar petir di siang bolong.
Bagaimana tidak, aku mendengar pacarku sendiri sedang menyatakan perasaan pada cewek lain. Dan yang lebih menyakitkan lagi hari ini adalah peringatan jadian kami yang ke 3 tahun.
Aku mengurungkan niat untuk masuk ke dalam kelas David dan memilih bersembunyi dibalik dinding.
"Tapi Dav, lo kan udah punya Zahra? Gue nggak mau dicap sebagai perusak hubungan orang"
"Yaelah, Zahra doang dipikirin. Gue udah bosen sama dia, cuma cinta monyet ini. Lagian sebentar lagi gue sama dia juga bakalan putus kok"
Cinta monyet? Jadi cuma sebatas itu arti aku buat dia. Aku sudah tak tahan lagi mendengar pembicaraan mereka berdua.
Aku memilih untuk meninggalkan tempat ini dan berjalan tak tentu arah. Aku cuma ingin lari. Lari dari kenyataan yang terasa sangat menyakitkan ini.
David. Cinta pertamaku. Orang yang sudah aku sukai semenjak duduk di bangku sekolah dasar. Akhirnya berhasil ku dapatkan 3 tahun lalu tepatnya saat aku masih kelas 1 SMP. Saat itu aku merasa jadi orang yang paling beruntung sedunia.
Bagaimana tidak aku akhirnya berpacaran dengan cowok yang sudah aku sukai selama beberapa tahun. Aku bahagia, sangat.
Tapi, semua kenyataan hari ini membuat kebahagiaan itu hilang tak berbekas. Aku tak menyangka ternyata dia cuma menganggap hubungan kami seperti itu. Cinta monyet?
Air mataku yang sejak tadi mati-matian kutahan mulai mengalir deras tanpa bisa kucegah. Tanpa sadar aku sudah berada di tempat ini. Atap sekolah, aku selalu pergi ke tempat ini saat ingin menenangkan diri.
Aku membiarkankan air mataku terus mengalir tanpa ingin mencegahnya lagi dan itu membuat perasaanku sedikit lega.
Aku menangisi kisah cintaku yang sudah bertahun-tahun berakhir sia-sia seperti ini. Aku kembali mengingat saat-saat kami bersama. Dia yang selalu membuatku merasa nyaman. Dia yang selalu membuatku tersenyum saat aku sedih. Dia yang selalu ada untuk tertawa bersamaku disaat bahagia. Dia yang kupikir akan menjadi cinta pertama sekaligus cinta terakhirku. Ternyata. Tangisanku semakin menjadi-jadi.
------
Setelah puas menangis, aku pergi ke toilet untuk mencuci muka, aku terlihat kacau sekali dengan wajah yang memerah dan mata bengkak ini. Lamunanku dibuyarkan oleh getaran ponsel di saku seragamku.
David. Aku membuang nafas berat sebelum menempelkan telinga di ponsel.
"Sayang, kamu dimana? Aku udah di depan kelas kamu nii" nada bicaranya terdengar sangat tenang, seperti biasa tanpa rasa bersalah.
"Aku lagi di perpus, kamu pulang duluan aja" susah payah aku berusaha mengeluarkan suara.
"Kamu kenapa? Suaranya kok gitu?"
"Eh, nggak kenapa-napa kok cuma lagi batuk aja hemm heemm"
"Yakin? Kamu mau aku tungguin aja?"
"Nggak usah deh, aku masih lama kamu mending duluan aja"
"Beneran, yaudah kalau gitu aku duluan ya, bye sayang!"
"Hmmm" aku bergumam tidak jelas kemudian menutup sambungan telpon.
------
Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan SMPku. Seharusnya aku bahagia karena sebentar lagi akan mulai kehidupan baru di SMA. Tapi kejadian kemaren terus berputar-putar dalam ingatanku dan membuat suasana hatiku kacau.
Aku duduk di pinggir lapangan basket sambil memperhatikan teman-temanku yang bersorak-sorak riang merayakan kelulusan.
"Woi, lo kenapa dah? Daritadi bengong terus?" tepukan keras seseorang di pundakku membuatku tersentak kaget.
"Iih, lo bisa nggak sih kalau nggak pake kekerasan, kuli banget lo!" aku merutuk sambil mengusap pundakku yang terasa sedikit sakit.
"Enak aja gue kece gini dibilang kuli, lagian lo sih bengong mulu nggak enak banget muka lo, kenapa sih?"
"Nggak kenapa-napa, lagi mikir aja pasti gue nanti bakalan kangen banget sama ni sekolah, sebentar lagi kita kan udah mau pergi"
"Elaaah, drama banget lo. Tapi kok gue rada nggak percaya gitu ya?" balasnya sambil menaikkan sebelah alis.
Aku memang tidak bisa berbohong pada sahabatku yang satu ini. Latisa Putri Salsabila. Sahabatku sejak kecil, kami sangat dekat. Dari zaman TK sampai sekarang selalu sekolah di tempat yang sama, bahkan juga tinggal di kompleks yang sama.
Akhirnya aku memutuskan untuk menceritakan kejadian kemaren padanya. Aku berusaha keras menahan air mataku, karena aku sudah berjanji tidak akan menangisinya lagi.
"Dasar, gue nggak nyangka tampangnya doang yang polos tapi hatinya busuk" itulah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya saat aku selesai bercerita.
"Ayok, biar gue hajar tu cowok brengsek!" lanjutnya dengan tangan terkepal.
Aku menggeleng. Sahabatku ini memang cewek tomboy yang suka main pukul seenaknya. Mentang-mentang anak karate.
"Nggak perlu sa, gue udah mutusin buat nyelesaiin masalah ini baik-baik. Gue bakal mutusin dia hari ini"
"Lo yakin? Rasanya gue pengen banget nonjok tu mukanya yang sok polosnya"
Aku hanya diam dan menunduk tanpa membalas perkataan Sasa. Dia kemudian mendekat dan merangkul bahuku.
"Lo pasti bakalan dapet cowok yang beribu kali lebih baik dari dia, zaa. Lo cantik pinter baik apalagi punya sahabat kece kayak gue. Pasti banyak cowok yang mau deketin lo" aku hanya tersenyum kecil mendengar ocehannya.
------
"Ini buat kamu, hadiah 3 tahun jadian kita" David terlihat kaget, dia tidak ingat.
Setelah berkali-kali meyakinkan diri akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengannya di taman belakang sekolah.
"Eh, aku aku" ucapnya tergagap.
"Nggak perlu, sebagai gantinya aku cuma mau minta sesuatu sama kamu" potongku.
"Oh, kamu mau minta apa? Bilang aja!" ucapnya sambil tersenyum.
Dia masih bisa tersenyum tanpa rasa bersalah seperti itu. Kenapa aku bisa sangat bodoh mencintai laki-laki seperti ini selama bertahun-tahun?
"Aku mau kita putus" akhirnya aku mengucapkan kata-kata ini.
"Kenapa tiba-tiba?" dia memandangku heran dengan mata penuh tanya. Tidak ada kekecewaan disana, aku bisa melihat jelas hanya tatapan heran dan rasa ingin tahu. Ternyata aku benar-benar salah mencintainya selama ini. Munafik.
"Karena cinta monyet nggak bakal bertahan selamanya kan? Dan lagi, kamu udah punya pengganti aku kan?" dadaku terasa sesak saat mengucapkan kalimat itu.
"Ka-kamu? Aku bisa jelasin semuanya zaa!" dia terlihat sangat kaget karena ucapanku.
"Ya, aku udah tau semuanya. Dan aku udah dengar semuanya dari mulut kamu sendiri. Jadi sekarang aku nggak perlu penjelasan apa-apa lagi. Aku pergi, bye dav!" aku langsung bangkit dari tempat duduk dan berlari meninggalkannya.
Aku tidak menghiraukan dia yang terus berteriak memanggil namaku. Ya, aku memang sudah tidak butuh penjelasannya. Aku tidak ingin mendengar kebohongan lain dari mulutnya. Aku sudah tidak tahan lagi ada disana, berada didekatnya membuatku air mataku ingin keluar lagi. Aku tidak ingin menangis didepannya!
Selamat tinggal, my first love!
TBC
------
Hai hai ! Gimana cerita awalnya? Masih aneh nggak?
Gue harap yang baca makin banyak yaaa!
Jangan lupa votenya, komennya apalagi hehe ^^
Bye bye :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Beautiful First Love Story
RomanceAzzahra Nafiza, gadis yang tidak percaya pada cinta lagi sejak dikhianati cinta pertamanya. Apa jadinya saat dia bertemu cowok tampan, baik dan perhatin seperti Alfian Wijaya. Apakah Zahra mau membuka hatinya kembali ?