Langit mulai gelap. Kota Bernolf mulai mati. Lampu-lampu jalan sudah sedari tadi dinyalakan untuk membantu para pengguna jalan. Walaupun begitu tetap saja tidak bisa menyinari secara keseluruhan sudut-sudut jalan. Kota Bernolf merupakan kota yang kecil dan berpendudukan sedikit. Hingga pada tengah malam ini kita hanya dapat mendengar lolongan-lolongan anjing penjaga rumah yang menjaga majikannya yang sudah tertidur lelap.
Vilace dengan langkah berat karena lelah yang mendera tubuhnya berjalan menuju rumah hijau dengan pekarangan yang luas.Ini adalah rumah yang ke delapan yang ia kunjungi hari ini. Setelah dari kantor polisi, Vilace segera mengunjungi rumah teman-teman Alice yang ia tahu. Dan hingga saat ini Alice belum bisa ditemukan.
Fisiknya lelah tapi tidak selelah hatinya. Rasa khawatir, cemas, takut, dan marah memenuhi relung hatinya. Ia marah pada dirinya sendiri yang tidak becus menjaga adiknya itu. Alice adalah satu-satunya keluarga yang tersisa setelah kematian kedua orangtuanya. Alice adalah harta baginya. Tak terbayang apa yang tengah dialami Alice sekarang. Jika memang Alice diculik, apa yang akan dilakukan penculik-penculik itu pada Alice. Penggambaran kekerasan, pelecehan, pemerkosaan sampai pembunuhan terus berputar dalam benaknya. Itu yang membuat Vilace tidak berhenti menangis.
"Miss Sera! Miss Sera! Tolong buka pintunya," Vilace sedikit mengeraskan suara saat sedari tadi orang yang dipanggil tidak keluar-keluar. Aneh, ia bisa melihat dengan jelas bahwa lampu rumah di depannya menyala. Ia juga sangat yakin bahwa Elsa dan mamanya ada di rumah. Tapi mengapa sedari tadi ia dihiraukan?
"Miss Sera! Ada hal penting yang perlu saya tanya sebentar. Tolonglah, ini soal Alice." Mungkin sudah setengah jam Vilace terus-teruan memanggil Elsa dan miss Sera di depan gerbang rumahnya. Tapi kedua sosok itu tidak keluar.
"Miss Sera! Ini aku Vilace. Ada yang --- Ah, akhirnya keluar juga," Vilace bernapas lega saat dilihatnya Miss Sera keluar dari rumah. Wanita itu menghampiri gerbang tapi tidak membukakannya untuk Rani.
"Hm, bisakah Miss Sera bukakan gerbangnya? Sepertinya tidak enak kalau mengobrol diluar."
"Nggak usah dibuka! Mau apa lagi kamu kesini?! Mengganggu terus!"
DEG
Vilace terkejut dengan perkataan pedas Miss Sera. Ia begitu kaget mengetahui Miss Sera mengatakan itu padanya. Ia sudah lama mengenal Elsa dan Miss Sera. Miss Sera adalah orang yang baik, ramah, dan keibuan. Tadi pagi ia ingat betul ia dan Miss Sera masih berbincang seru tentang politik. Tapi sekarang? Ada apa dengan semua ini?
"A-aku hanya mau tanya tentang Alice, apa kau melihat Al---,"
"Tidak ada yang namanya Alice disini! Sana cari Alice ke hutan! Dan jangan ganggu kami lagi termasuk Elsa!" Setelah mengatakan itu, miss Sera dengan cepat berbalik, masuk ke rumahnya dan mengunci pintunya. Vilace juga dapat melihat seluruh hordeng jendela dari rumah itu di tutup. Menutup akses Vilace untuk melihat ke dalam rumah itu.
Vilace membeku. Ia begitu terkejut dengan perkataan terakhir miss Sera. Orang yang begitu lembut yang ia kenal mengapa menjadi kasar begitu? Apakah dalam obrolannya tadi pagi ia menyinggung perasaan wanita itu?
Satu lagi beban yang menumpuk dalam batinnya.
~~~
Malam semakin larut. Keadaan langit malam ini sangat berbeda dengan keadaan langit saat siang hari. Langit terlihat mendung dan gelap. Tidak ada bintang apalagi bulan. Semuanya kelam sekelam hati Vilace yang terus gelisah.Vilace meraih handphonenya untuk melihat jam berapa sekarang.
01.01 AM
Lagi-lagi angka kembar
Vilace lelah. Ia memutuskan untuk duduk sejenak pada trotoar jalan tepat dibawah lampu jalan. Ia berpikir keras, kemana lagi ia akan mencari Alice.
Kukunya yang terawat menjadi hancur karena ia gigiti sejak tadi. Ia terus berharap Alice pulang malam ini. Tak masalah ia menunggu berjam-jam di malam gelap ini, asal Alice kembali. Nyatanya sampai sekarang Alice tidak ada.
Tangisnya pecah lagi. Kali ini lebih keras. Sebuah fakta melayang-layang di pikirannya. Bahwa Alice memang benar-benar hilang. Ia hilang, bukan sedang main ke rumah temannya, atau belum pulang dari sekolahnya. Ia hilang karena diculik seseorang. Tangis Vilace semakin besar saat dirasa sebuah perasaan bersalah dan rindu yang semakin besar semakin menyiksa pikirannya."Tuhan, tolong bantu aku Tuhan..." Lirihnya sambil meringkuk.
~~~
Ditemani Caramel Machiato dan sebungus keripik singkong, Watson tampak serius membaca laporan yang terpampang di layar LCD di depannya. Mulutnya mengunyah, tapi tangannya tetap asyik menari di atas Keyboard. Aktifitas sibuk di sekitarnya tidak membuat ia terganggu sedikitpun.
"Miss Watson, bagaimana kasus penculikan anak kemarin lusa? Sudah terselesaikan?"Luke, salah satu rekannya menghampirinya. Tapi Watson seperti tidak merasakan kehadiran rekannya tersebut.
"Excuse me, Miss Watson..."
Bibir Watson bergumam-gumam membaca laporan yang diketiknya.
"Miss Watson?"
Watson tetap serius.
"Miss Watson!"
"Oh? Yes? Ada yang bisa kubantu?"
Luke menatap datar Watson. Wanita berkacamata bulat ini benar-benar gila kerja, pikirnya.
"Aku menanyakan bagaimana kasus penculikan anak kemarin lusa, Miss Watson?"
Watson menelan keripik singkongnya dulu lalu menjawab, " sudah kuselesaikan. Beruntung pelakunya hanya mengambil sepeda sang anak. Lalu meninggalkan sang anak di depan stasiun Afyer Anak itu menangis karena bingung harus pulang kemana. Motif utama sang pelaku hanya mengincar sepeda anak itu, bukannya menculik sang anak."
Luke yang hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan salah satu detektif yang bekerja di bagian penculikan anak itu.Miss Watson atau kerap dijuluki si Crazy Time adalah seorang wanita yang masih cantik walaupun sudah berkepala empat. Dia hanya tinggal bersama anak putrinya karena sang suami telah dipanggil sama yang di atas.
Wanita anggun dan pintar ini sangat cerdik dalam menyelesaikan kasus penculikan anak. Maka dari itu ia dijuluki Miss Crazy Time, karna jadwal kerjanya yang selalu full. Ia tidak akan menyerah dan berhenti sebelum sang anak yang diculik ditemukan atau pelakunya tertangkap.
"Miss Watson! Ada kasus penculikan anak lagi.Wali sang anak sudah menunggu di depan."
Watson pun hanya mengangguk sebagai respon dari perintah salah satu rekannya. Ia menghabiskan caramel machiato terlebih dahulu, mengambil blazernya, melihat cermin sejenak untuk memastikan tak ada jejak keripik singkong di bibirnya dan berjalan keluar dari ruangan.~~~
"Sang pelaku hanya memberi kertas ini?" Tanya Watsin tak percaya. Ia menatap wanita muda di depannya. Vilace pun hanya mengangguk.
"Dimana kau menemukan kertas ini?"
"Di bawah pot bunga."
"Mengapa 09.09? Ini aneh. Kau benar-benar tidak tahu angka ini?"Vilace menggeleng.
"Mungkin pelaku menulis angka 09.09 karna kau juga mengetahui arti dari angka itu. Itu semacam petunjuk yang hanya kau saja yang mengerti. Tapi kalau kau juga tidak tahu, mengapa pelaku harus memberi pesan seperti itu? Tebakanku pelaku adalah orang yang dekat denganmu dan memiliki dendam padamu. Karena kalau dia orang biasa yang menculik anak karena ingin uang tebusannya maka dia akan memberi pesan nominal jumlah uang tebusan kan?"
Vilace mengangguk beberapa kali mendengar penjelasan panjang lebar dari wanita di depannya, "aku juga berfikir begitu. Lagipula aku bukan orang kaya. Aku hanya bekerja pada malam hari di salah satu apotek 24 jam. Apa yang pelaku inginkan dari kami?"
Watson mengerutkan kening. Ini adalah kasus yang menarik.
"Sampai saat ini aku belum bisa memutuskan sesuatu. Tapi kami akan berusaha keras mencari Alice. Jika kau menemukan pertunjuk beri tahu aku."
Watson memberi kartu namanya pada Vilace yang kemudian melanjutkan, "Sekarang saya akan menanyakan identitas kalian dulu. Siapa nama lengkapmu dan adikmu?"
"Saya Vilace Amstrem dan adik saya Alice Amsterm."TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
09.09
Mystery / ThrillerSeries Malam Telah Tiba - ON GOING Pernahkah kamu mengalami kejadian yang sama berulang kali? Kisah ini dimulai saat Vilace menyadari bahwa ia sering melihat angka kembar dimana-mana. Di kalender dan jam digitalnya. Semua itu bukan hal yang penting...