Sinar mentari menyelinap dari sela-sela jendela sebuah kamar, mengirimkan bias samar pada kamar dengan penerangan minim. Seorang pria terlihat mengeliat pelan dalam tidurnya, ia meraba sisi ranjangnya dan tak menemukan apapun. Pria itu, Mike. Ia mengerjap sesaat, dahinya mengernyit ketika ia tak menemukan Deen disisinya. Sebuah gema suara didalam kamar mandi menyadarkannya akan sesuatu, ia dengan cepat menyingkap selimut yang tersampir ditubuhnya semalaman dan bergerak cepat menuju arah kamar mandi.
Deen masih sibuk mengeluarkan isi perutnya pagi ini, sesaat setelah terbangun serangan mual dan pusing segera menghampirinya. Ia membungkuk kearah wastafel dan tak memuntahkan apapun, ia sudah hapal dengan kegiatan rutin setiap paginya. Morning sickness. Diusia kandungannya yang baru memasuki 5 minggu hal seperti ini sudah lazim ia alami, dan ini benar-benar membuatnya merasa tak nyaman. Perutnya terasa seakan-akan diremas paksa. Sebuah usapan lembut pada tengkuknya menyadarkan Deen. Ia segera membasahi mulutnya dengan air keran, dan menatap pantulan seseorang dibelakangnya melalui kaca wastafel.
"Maaf, aku membangunkanmu ya?" Mike menggeleng pelan, Deen ingin mengucapkan sesuatu lagi akan tetapi ia kembali merasakan mual dan membungkuk kearah wastafel. Mike memijit tengkuk Deen lembut, menghantarkan sedikit rasa nyaman pada dirinya. Baru saja Deen menegakkan badannya, ia merasakan pijakannya goyah. Andai saja Mike tidak sigap, Deen pasti sudah tersungkur dilantai kamar mandi. Sorot mata Mike terlihat khawatir.
"Deen, kita kembali kekamar oke? Kau harus berbaring." Deen mengangguk pelan, sejujurnya tenaganya memang sudah terkuras habis. Ia pasrah ketika Mike menggendongnya dan membaringkan tubuhnya diatas ranjang.
"Aku baik-baik saja, Mike. Ini hanya terjadi sebentar, tak lama lagi efek mual dan pusingnya akan mendingan." Mike terdiam, ia masih berada ditepi ranjang, bersimpuh sembari mengelus pelan puncak kepala Deen.
"Apa kau selalu mengalami hal ini setiap hari?" Deen tersenyum samar sembari mengangguk lemah.
"Maafkan aku..," Deen dapat melihat ekspresi bersalah dari kedua mata kelam Mike. Ia tersenyum, menarik tangan Mike yang masih mengusap kepalanya dan menggenggamnya. Ia merasa nyaman saat Mike berada disisinya, mual dan pusingnyapun terasa hilang entah kemana.
"Kau membuatku nyaman, Mike, mualnya berangsur hilang." Mike menatap Deen.
"Apa ada sesuatu yang kau butuhkan untuk meringankan mualmu? Makanan , minuman atau apapun?" Deen menatap Mike sambil mengangguk.
"Apa itu? Aku akan mencarinya untukmu."
"Teh mint." Deen terkekeh ketika dahi Mike mengerut saat ia mengatakan apa yang dibutuhkannya.
"Kau yakin hanya itu? Tak ada yang lain?"
"Ehm.., dan harus kau yang membuatnya." Deen terkekeh dalam hati. Ia merasa hormon ibu hamilnya mulai bereaksi. Mike mengangguk, tanpa berbicara ia pergi meninggalkan Deen yang masih terbaring.
Deen tersenyum samar, Mike masih tak berubah sejak dulu. Masih dingin dan pendiam. Tapi itu tak bisa menutupi sisi lembut dalam dirinya. Mike selalu bersikap sebaliknya bila ia bersama Deen. Ia akan lebih terbuka pada Deen. Ya. Deen sudah mengetahui hal itu sejak dulu, Mike selalu menjadi pelindungnya sejak kecil mungkin sejak ia dilahirkan. Usia Mike dan James hanya terpaut beberapa bulan, itu artinya usianya dan Mike terpaut 8 tahun. Deen menghela nafas, ia ingat saat Mike memutuskan tak bekerja lagi pada keluarga Mcraide ketika Mike menginjak usia 17 tahun. Deen merasa kehilangan salah satu kakaknya pada saat itu, tapi bukan itu yang jadi masalahnya disini. Ia menyadari sesuatu sejak dulu yang tak pernah berubah ketika ia menatap mata kelam Mike yang sekelam malam tanpa bintang. Debaran yang mampu membuatnya menahan nafas untuk waktu yang lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reach To You
RomanceMike Hoston. Pria keras kepala yang pantang menyerah. Ia kaya, tampan, dan apapun yang ia inginkan harus menjadi miliknya. Hidup selama 28 tahun tanpa pernah memiliki rasa tertarik akan lawan jenis. Tapi, suatu kecelakaan mempertemukannya dengan gad...