LDR 5

30.7K 2K 96
                                    

Diam-diam Kimi pergi ke kota di mana Gava kuliah. Tanpa Gava tahu dan hanya ditemani Abra. Dia ingin memberi kejutan pada Gava yang merayakan ulang tahun. Ini ulang tahun kedua di mana mereka bersama menjadi kekasih.

Dengan perasaan teramat bahagia Kimi menyiapkan sebuah kejutan untuk Gava.

"Menurutmu Gava bakal suka nggak?"

"Hmmm..."

"Jangan cuma hmmm Abra!"

"Iya suka."

"Nggak ihklas banget sih jawabnya."

"Aku deg-degan, kira-kira Gava lagi apa yah?" Lanjut Kimi lagi.

"Yang pasti dia lagi tidur, ini tengah malam."

Ya, tepatnya jam 12 kurang lima menit. Detik-detik di mana Gava bertambah umurnya. Kimi sudah siap di dalam mobil di depan apartemen Gava dengan kue ulang tahun dan siap memberi kejutan.

"Ayo masuk," ajak Abra setelah membukakan pintu Kimi.

Kimi berjalan mengendap-endap menuju kamar Gava di lantai 12. Tapi baru beberapa langkah dari arah lift, udah terdengar riuh nyanyian selamat ulang tahun. Kimi menoleh ke arah Abra yang juga menoleh ke arahnya. Perasaan Kimi sudah tak enak, jantungnya sudah berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

"Kenapa berhenti?"

"Pulang aja yuk," pinta Kimi ya g mulai ragu.

"Udah kubela-belain nyetir sejauh ini terus mau balik gitu aja? Berani bayar berapa hmm?"

"Ck, dasar peritungan banget!"

Setelah menguatkan hati Kimi kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Matanya membelalak lebar, jantungnya seolah berenti berdetak sepersekian detik melihat cewek yang tengah memeluk Gava. Tangan Abra reflek menutup mata Kimi dan memutar badan Kimi menghadapnya. Tak peduli kue ulang tahun yang Kimi bawa menempel di bajunya.

"Abra," ucap Kimi lebih terdengar seperti cicitan tikus.

"Senyum, itu baru Kimiku."

"Kimi," seru Gava yang melihat sosok Kimi di pelukan Abra.

"Hai," sapa Kimi mengeraskan hati dan membekukan air matanya.

"Kamu ke sini," ucap Gava tak percaya.

Kerinduannya terbalaskan sudah, tak menyangkan Kimi akan datang ke sini setelah akhir-akhir ini mereka jarang kontak.

"Sorry kuenya rusak, happy birthday."

"Nggak pa-pa, makasih sayang."

Dipeluknya Kimi tanpa peduli kue yang dibawa Kimi jatuh ke lantai. Gava ingin menyalurkan kerinduannya selama ini. Tapi yang dipeluk hanya berdiri kaku seperti kehilangan jiwanya hanya raganya saja yang masih di sana.

"Jadi kamu Kimi? Hai kenalin aku Stevi, temen Gava."

Pandangan Kimi yang mulai kabur semakin kabur melihat senyum merekah di bibir Stevi.

"Ah, jadi dia cewekmu? Pantas aja nggak tertarik sama cewek di sini," celetuk salah satu temen Gava yang ikut merayakan ulang tahun Gava bersama Stevi.

"Selamat ya bro," ucap Abra seraya memukul lengan Gava, bukan pukulan marah tapi pukulan sahabat.

Di antara bahagia itu ada Kimi yang masih merasakan hal yang sangat dia benci. Terluka. Sedekat itu kah Gava dan Stevi? Malam ini Gava lah yang banyak bicara sedangkan Kimi lebih banyak diam sesekali melirik Abra yang memberikan senyum tipis padanya.

"Capek?"

"Enggak."

"Tidur sini aja nggak apa, ada Stevie juga. Biar aku sama Abra di depan kamu ditemenin Stevi."

Stevi, Stevi dan Stevi, dengernya bikin Kimi muak. Pengen nangis sepuasnya, pengen marah sama Gava yang nggak ngertiin perasaannya sedikitpun. Dengan perasaan gondok Kimi naik ke atas kasur di mana sudah ada Stevi di sana. Memunggungi Stevi dan menyembunyikan wajahnya dari Gava.

Apa kasur ini nggak cuma dia yang pernah nidurin? Tapi Stevi juga? Memikirkan hal itu membuat Kimi mengeluarkan air mata seketika. Tak mampu lagi dibendungnya.

"Kenapa nangis sayang?" tanya Gava seraya mengusap pipi Kimi yang basah.

"Aku mau pulang aja," ucap Kimi seraya bangkit dari posisi tidurnya.

Tanpa menunggu apapun Kimi menarik tangan Abra yang tengah menata bantal di ruang TV. Dengan tatapan bingung Abra pun mengikuti Kimi yang menariknya paksa.

"Sayang," seru Gava mencekal lengan Kimi.

"Ini ada apa?" tanya Abra kebingungan melihat dua orang di hadapannya.

"Sayang, ada apa? Kamu marah? Jangan kayak anak kecil gini deh, ngomong baik-baik kan bisa."

Dibilang kayak anak kecil seketika emosi Kimi naik ke ubun-ubun. Ketidakpekaan Gava sudah keterlaluan nggak bisa ditolerir lagi.

Ditariknya nafas panjang lalu ditayapnya Gava dengan mata berkaca-kaca.

"Aku memang kayak anak kecil, selalu. Kita putus aja kalau gitu, toh aku cuma anak kecil," ucap Kimi seraya menepis tangan Gava.

"Ayo kita pulang," ajak Kimi pada Abra yang speechless di tempatnya.

Tak beda jauh dengan Gava yang mematung mendengar kata-kata Kimi. Putus? Untuk hal yang dia nggak tahu salahnya di mana, Gava segera mengejar Kimi.

"Please jelasin ada apa Kimi? Abra, ini kenapa?"

Abra menaikkan bahunya tanda tak mengerti juga.

"Aku salah apa? Aku minta maaf, tapi jangan gini sayang."

Kimi diam di depan pintu mobil, air matanya terus menetes tak sanggup lagi dia berpura-pura tegar.

"Sayang, please jangan nangis. Maafin aku, tolong bilang kenapa?"

Haruskah Kimi bilang dia cemburu? Harusnya Gava lebih peka, mana ada cewek yang mau berbagi kamar pacarnya dengan cewek lain. Rasanya sakit, kecewa padahal niat hati pengen kasih kejutan. Nyatanya dia lah yang dapat kejutan menyakitkan.

10082015
Jika melepasmu buatku bernafas lega, maka akan aku lepaskan. Jika itu yang kau mau jua.

LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang