LDR 10

30.1K 1.8K 77
                                    

Sekali lagi untuk yang kesekian kali Kimi merasakan namanya perpisahan. Tak ada perpisahan yang menyenangkan meskipun ada jaminan akan adanya pertemuan kembali. Perasaan sedih ditinggalakan, perasaan tak rela berjauhan menjadi penyakit di relung hatinya.

Dia melangkah gontai kembali ke kamarnya setelah mengantarkan kepergian Gava. Diamatinya terus ponselnya, menanti kabar dan suara Gava mengabarinya bahwa sang kekasih sudah sampai dengan selamat.

Menggeser layar mengamati tiap foto yang tercipta di waktu yang singkat untuk sebuah pertemuan dari hasil penantian panjang. Air matanya kembali menetes. Orang boleh mengatakan dia cengeng. Tapi coba rasakanlah menjadi dirinya, betapa menjalin kasih dengan minimnya pertemuan adalah masa yang amat sulit. Di mana teman yang lain bisa setiap hari bertemu, dia hanya bisa bertatap muka via ponsel atau layar laptop. Di saat teman-temannya kencan di malam minggu, menyusun rencana akan ke mana, dia hanya di rumah menanti panggilan masuk di ponselnya.

Bukan dia tak bersyukur tapi keinginan untuk berasama lebih lama menghabiskan waktu berdua begitu besar.

Menjaga segenap cinta dari segala godaan di sekitar juga bukan hal mudah di saat merasa kesepian lalu ada sepucuk penawaran berbagi cerita datang. LDR hanya untuk mereka yang tangguh. Kimi mengakuinya, dan itu sulit menjalaninya. Apalagi bagi dia yang bertipe suka dimanja dan ingin selalu merasa disayang.

Aku sampai sayang.

Ada pesan masuk terlihat di layar ponselnya. Senyum Kimi mengembang, diusapnya air mata dan ingis yang keluar akibat menahan sedih.

Jangan nangis terus, always love you

Kimi semakin menjadi tangisnya. Betapa dia merasa beruntung dengan Gava yang selalu berusaha untuknya. Dia pun akan melakukan hal yang sama, walaupun rindu datang memburu dia berjanji tak akan membuat Gava mengkhawatirkannya.

Love you too, hati-hati ke apartemennya. Telpon aku kalau sudah sampai apartemen.

Siap nyonya :*

***
"Udah ngerjain tugas manajemen bisnis?" tanya Kimi pada Abra

"Nggak salah nanya? Dikata aku ikut kuliah bareng kamu? Nglindur nih bocah."

"Oh ya, habis aku udah kepikiran libur, nggak sabar kelar UAS. Tinggal satu mata kuliah itu lalu libur lama."

Dalam benak Kimi sudah muncul ribuan rencana untuk pergi dengan Gava, berlibur menghabiskan waktu berdua lalu masak berdua, pokoknya serba berdua. Libur kuliah adalah hal yang selalu jadi kenikmatan surga duniawi. Bisa sering-sering ketemu dan main bersama walaupun terkadang ada selisih hari liburnya. Kampusnya seslalu telat libur dibanding kampus Gava.

"Iya yang girang mau melampiaskan hasrat. Hati-hati jangan kebablasan."

"Ih, Abra apaan sih pikirannya jorok."

"Lho jorok apaan? Kamu aja yang mikirnya ngeres. Maksudku jangan terlalu seneng takut ya kecewa yang ada mewek-mewek macam bocah. Aku pura-pura nggak tahu dah nanti."

"Tega bener sih jadi temen, doamu jelek banget!"

"Bukan doa tapi waspada. Sedia payung sebelum hujan."

"Apa hubungannya sama payung?"

"Ya siap-siap dulu gitu siapa tahu rencana di otakmu ini gagal. Kan siapa yang tahu." Abar menunjuk kepala Kimi.

"Tahu ah kamu mah gitu, nggak bisa apa lihat aku happy gitu."

"Aku cuma waspada, takut ada yang ngamuk macam tahun lalu."

Kimi cembeeut mengingat tahun lalu Gava ada praktikum sehingga liburnya hanya bersisa seminggu yang harusnya sebulanan lebih. Tapi kali ini kan libur kenaikan tingkat jadi liburnya sampai 2 bulan jadi nggak mungkin rencanya gagal. Dibuangnya jauh-jauh pikiran negatif yang didoktrin Abra. Lagipula nggak ada Gava cerita mau ada praktikum, Gava ngeiyan semua rencana Kimi dari kemarin. Jadi Kimi positif thinking.

Kelar ujian Kimi berasa seperti tawanan yang keluar dari penjara, 2 minggu UAS bikin kepalanya mengebul mempelajari 8 mata kuliah yang totalnya 23 sks. Nggak sabar buat nelpon Gava yang katanya bakal pulang  nanti sore. Kimi bersenandung ria sepanjang jalan menuju parkiran. Sudah ada Abra yang menunggunya di depan mobil dengan kacamata hitamnya. Setiap cewek yang lewat pasti meleleh ngelihatnya kecuali Kimi yang udah nggak mempan sama jurus tebar pesona Abra.

"Lama ya?"

"Enggak, aku juga baru keluar. Gava jadi pulang nanti sore?"

"Jadi dong," jawab Kimi dengan nada super bahagia.

"Jemput sendiri ya? Nanti sore aku masih ada ujian."

"Ok, no problem brother."

Belum sempat mobil distarter ponsel Kimi sudah bergetar di sakunya. Nama Gava terpampang nyata, mata binar langsung terlihat di wajah Kimi.

"Halo, sayang."

"Ya, kamu jadi pulang kan?" tanya Kimi.

"Jadi, tapi aku mau bilang kamu jangan marah ya?"

Firasat buruk, Kimi melirik Abra dengan wajah mulai ditekuk.

"Kimi, sayang?"

"Iya, kenapa?"

"Aku cuma bisa di rumah bentar. Aku ada proyek sama dosen, ini mendadak karena baru dikasih tahu kalau proposalku lolos."

"Hmmm...."

"Marah ya sayang, maaf."

Kimi menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan menahan emosinya akibat kecewa. Benar kata Abra sedia payung sebelum hujan. Walaupun peribahasanya kurang nyambung tapi itu terngiang diingatan Kimi.

"Kimi, yang penting aku pulang sore ini. Jadi kita bisa tetep ketemu."

"Ya," jawab Kimi lagi singkat.

"Kamu nggak suka ya aku ikut proyek dosen? Itu buat pengalaman aku sayang."

"Ya, sayang. Ya udah nanti sambung lagi aku lagi nyetir," bohong Kimi lalu menutup telpon.

Matanya sudah memerah, air matanya sudah siap meluncur mulus. Abra di balik kemudi hanya memandang bingung Kimi. Mau menyalakan mobil pun diurungkannya.

"Kenapa Gava?" Abra sudah bertanya hati-hati tapi tetap saja Kimi pecah tangisnya.

"Gava kenapa? Dia baik-baik aja kan?" tanya Abra mulai khawatir.

"Nggak tahu, mau baik kek enggak kek terserah. Aku nggak mau jemput dia! Aku mau tidur, ayo cepet pulang," seru Kimi di sela-sela sesenggukan. Abra mengikuti saja perintah Kimi tanpa banyak tanya lagi. Dia tahu si mrs. Gava sedang kumat emosinya.

Kimi benar-benar melakukan omongannya, tak menjemput Gava dan mematikan ponselnya. Bahkan dia sekarang tak di rumah tapi pergi ke 21. Nonton film yang asal dia tonton yang penting dia keluar dari rumah daripada harus ketemu Gava saat Gava mencarinya. Dia masih kesal, Gava keterlaluan. Hampir setengah tahun nunggu buat punya waktu libur bersama yang lama tapi malah dipakai untuk urusan kampus. Tak bisakah menomorsatukan hubungan mereka sekali ini saja?

23112015
Aku, kamu dan kita yang berbeda
Orang yang paling berjuang, dialah yang merasakan luka

LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang