Dave's POV
Aku melirik jam di dinding kantor. Sudah hampir pukul 01.00 dini hari. Entah sudah berapa lama aku mengerjakan cetak biru dari rancangan bangunan yang akan ku presentasikan minggu depan. Mungkin hampir 12 jam lamanya, mengingat aku mulai duduk di ruangan ini sejak jam makan siang kantor berakhir. Aku menghela napas berat dan bangkit dari kursi, ku sambar jas kerjaku dan beranjak menuju pintu. Aku langsung turun ke lantai dasar -ruang kerjaku berada di lantai 12- dan bergegas menghampiri satpam yang berjaga di posnya.
"Pak, saya udah mau balik. Ruangan atas udah boleh dikunci semua." ujarku.
"Wah abis lembur lagi ya Pak Dave? Belakangan ini sering pulang larut terus." Pak Suryo -satpam dikantorku- yang awalnya sedang menonton pertandingan bola di televisi langsung berdiri dan mengambil kunci-kunci ruangan kantor yang tergantung di bagian dalam pintu.
"Heheh ya gitu deh, Pak," Aku hanya nyengir menanggapinya kemudian segera pamit. Aku benar-benar butuh istirahat secepatnya.
~o~o~o~
Normal POV
Ting nong~
Ting nong~
Ting nong~
Bel rumah Dave berbunyi nyaring tapi tidak ada jawaban jawaban dari dalam. Sang tamu mencoba menekan bel rumah sekali lagi namun masih tidak ada jawaban. Akhirnya sang tamu menyerah dan segera mengeluarkan Iphone-nya untuk menelepon Dave.
Tuuut....Tuuut.....Tuuut....
"H-halo?" terdengar suara berat khas baru bangun tidur di seberang sana.
"Dave!! Gue udah ada depan rumah lu nih!" teriaknya emosi.
"Hah?"
"GUE UDAH ADA DI DEPAN RUMAH LU!!!" si tamu berteriak lagi sambil mengetuk pintu rumah dengan keras.
Dave yang awalnya masih gak ngeh langsung beranjak bangun dan berlari untuk membuka pintu depan.
"Lama amat sih lu!" sembur sang tamu, yang ternyata adalah seorang wanita berusian 30 tahunan lebih, setelah pintu terbuka.
Dave mengernyit heran, "Loh, Kak? Ngapain pagi-pagi gini udah bikin rusuh rumah gue?"
"Suruh gue masuk dulu kek!" Bianca -nama kakaknya Dave- bergegas masuk sambil menarik koper besar di tangan kanannya dan seorang gadis kecil di tangan kirinya.
"Eh, kapan lu berangkat dari Aussie, Kak? Kok tiba-tiba ada disini aja sih? Mama tau gak lu ada disini?" Dave bertanya panjang lebar sambil mengikuti langkah kakaknya ke dalam rumah.
"Lu pasti lupa, kan?" Bianca menatap adiknya dengan sorot mata kesal.
"Lupa apaan?" tanya Dave polos. Diliriknya gadis kecil yang tadi masuk bersama Bianca. Gadis kecil itu balas menatapnya dengan ekspresi datar.
"Gosh, Dave!!!" Bianca mengerang frustasi, "Gue kan udah nge-WhatsApp elu minggu lalu. Gue bilang gua bakal dateng buat nitipin anak gue sama lu selama gue ke Jepang!" lanjutnya lagi. Diangkatnya tangan kirinya yang masih menggenggam tangan gadis kecil itu saat ia mengatakan 'anak gue'.
"Emang ada ya?" Dave mengecek Iphone-nya. "Eh, iya... ada nih... minggu lalu kan, ya? Gue inget gue cuma ngeread doang waktu itu karna lagi sib... WHAT??!! Lu mau apa tadi??!! Lu mau nitipin siapa??!" Dave yang awalnya hanya bergumam sendiri tiba-tiba berteriak shock saat menyadari permintaan Bianca.
Bianca memutar bola matanya secara dramatis, "Slow respond, as always. Gue bilang gue mau nitipin anak gue sama lu selama gue ke Jepang." Bianca mengulang ucapannya lagi dengan penuh penekanan.
"Yang bener aja lu, Bi. Mana bisa gue ngerawat anak lu, gue kan cowok!" Dave melirik gadis kecil itu lagi, dan yang dilirik masih menatapnya dengan wajah datar.
"Ya lu bisa minta tolong ke temen lu kan buat nyariin pengasuh."
"Kenapa lu gak nitipin aja ke pengasuh di Aussie? Disana kan banyak tuh!" Dave melangkah ke sofa dan menghempaskan dirinya dengan kasar.
"Gue ga bisa mercayain anak gue di tangan orang lain." Bianca mengikuti jejak Dave dan menuntun gadis kecilnya ke sofa.
"Titipin ke Mama aja kalo gitu."
Bianca menatapnya tajam, "I can't. You knew that."
Dave terdiam sebentar, "Tapi gue juga ga bisa Biancaaa..." Dave mengacak-acak rambutnya dengan gemas.
"Lu bisa!! Dia ga bakal rewel, iya kan, Candace?" Bianca tersenyum ke arah Candace seolah jika Candace menjawab 'iya' keadaan benar-benar akan berubah lebih baik dan Dave akan setuju. Candace hanya mengangguk dan menatap Dave lagi.
"Cuman elu yang bisa gue harepin Dave," Bianca melirik jam tangannya dan berdiri, dilepaskannya tangan Candace dan berjongkok dihadapan gadis kecil itu "Candace sayang, Mommy berangkat sekarang. Mom janji akan jemput kamu dua minggu lagi."
Candace mengangguk.
"Eh? Kok langsung pergi sih? Gue kan belum bilang setuju bakal ngerawat dia." Dave berdiri panik.
"Nah itu lu udah bilang." Bianca tertawa jahil. Wanita itu ikut berdiri dan mengambil tasnya dari sofa.
"Itu gak secara langsung ya.. Aduh, Bi... Gue beneran ga bisa!" Dave berusaha menjajari langkah Bianca yang berjalan ke pintu depan. Candace ikut mengekor dibelakangnya.
"Lu bisa, Dave. Percaya sama gue. Candace ga rewel kok." Bianca meyakinkan Dave lagi. Dan tenyata, di luar halaman Dave sudah ada taksi yang menunggunya.
"Wah, taksinya udah dateng ternyata," Bianca mempercepat langkahnya melintasi halaman Dave. "Gue berangkat ya Dave. Candace sayang, jangan nakal ya!" teriak Bianca setelah masuk taksi.
Dave hanya bisa menatap pasrah. Ya gimana ga pasrah kalo taksinya aja udah ngejemput. Kapan si Bianca manggil taksi, ya? batin Dave bingung.
Sementara Candace yang ikut-ikutan berdiri di ambang pintu hanya melambai-lambai saat taksi yang membawa mamanya pergi. Dave menunduk menatapnya. Candace menatap balik. Mereka hanya saling bertatapan selama beberapa menit, sampai akhirnya tangan kecil Candace mendorong kopernya yang masih ada di dekat pintu dan membuatnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum. Dave mengangkat satu alisnya dengan heran, sementara Candace hanya tersenyum. Senyum pertama yang ditunjukkannya ke Dave sejak ia datang ke rumah ini. Tapi bagi Dave, senyum kecilnya itu terlihat licik dan seolah mengatakan bahwa dia tidak setuju dengan kalimat 'Candace-ga-bakal-rewel'nya Bianca.
~o~TBC~o~
Hi readers :D
Mind to vomment please? only if you like it
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Princess
Teen FictionDave Alvaro Wijayakusumo. Seorang cowok single berusia 24 tahun yang hidup mapan, nyaman, serba teratur dan tipe cowok cassanova. Semuanya selalu terencana dibenaknya. Bahkan jadwal clubbing-nya pun sudah ditentukan jauh-jauh hari. Keadaan seharusny...