Enam

8K 643 13
                                    

David terbaring ditempat tidurnya. Dengan mata terpejam. Tapi tidak sedang tidur. Terlihat jelas dilema.



David membuka matanya lalu kembali ke posisi tengkurap sambil menatap layar handphone di kedua tangannya.



Setelah kejadian kemarin malam, rasanya ia tidak ingin lagi mengusili Nathan. Cowok itu begitu berbeda dari cowok-cowok lain yang dulu juga pernah David usili.



Apakah ia harus mengaku kalau selama ini yang sms-an dengannya itu bukan Rama, tapi David?



Duh! Pusing!



David merasa sangat galau. Ditambah cuaca diluar yang sedang hujan deras, ditambah lagi tidak ada stok cemilan di kulkas.



Haaah!



***



David berjalan keluar dari pekarangan rumah dengan menggunakan payung. Memang hujannya cukup deras dan supermarket cukup jauh jika ditempub hanya dengan berjalan kaki saja. Tapi kalau pakai sepeda, musti pake jas hujan. Ribet banget.



Setelah berdebat dengan hatinya sendiri, David kembali ke dalam rumah dengan menuntun sepeda namun masih dengan salah satu tangan memegang payung.



Dengan sedikit kerja keras, akhirnya David bisa menaiki sepedanya sambil memegang payung pada salah satu tangannya. Ia mulai menyusuri jalan. Agak sepi sih. Apalagi hujan yang pastinya membuat banyak orang merasa malas untuk keluar rumah.



Tapi David harus ke supermarket. Stok cemilan habis bisa jadi lebih buruk daripada hujan halilintar sekalipun. Apalagi ayah dan ibunya sepertinya hari ini lembur kerja. Tidak ada makan malam enak kecuali bikin sendiri. Huh.



Dengan pelan tapi pasti, David mengayuh sepedanya sambil menangkis tetesan air hujan dengan payungnya.



Tapi tiba-tiba saja, matanya menangkap sesuatu di ujung jalan. Seseorang sedang berteduh di teras toko yang tengah tutup. Dan David yang mengenali orang itu langsung mempercepat sepedanya menuju orang itu.



"Nathan! Ngapain kamu disini?" tanya David basa-basi begitu tiba di hadapan Nathan.



"Kamu sendiri ngapain?" Nathan balik bertanya. David sedikit memutar bola matanya.



"Rumahku deket sini. Ini aku lagi mau ke supermarket."



"Oh..."



"Kamu belum menjawab pertanyaanku, Nathan."



"Aku baru aja selesai latihan basket."



"Tapi kok sampek sini? Kamu gak bawa motor sendiri?" tanya David.



"Aku nggak bawa motor. Hari ini naik angkot. Tapi malah ketiduran didalam angkot lalu nyasar sampek sini. Terus handphone-ku lowbat. Jadi gak bisa telfon kerumah."



David menyipit. Sepertinya sangat tidak mungkin sekali. Alasan Nathan sungguh meragukan. Sungguh sangat meragukan. Tapi diluar semua itu, David juga merasa agak kasihan.



"Gimana kalau kamu kerumahku dulu?" tawar David.



"Katamu tadi kamu mau ke supermarket?"



"Iya.. Kita ke supermarket dulu baru pulang."



"Naik sepeda?" tanya Nathan berlagak bodoh.



"Kita terbang pakai baling-baling bambu! Ya pakai sepeda lah."



"Oke. Aku saja yang boncengin," ucap Nathan. Sebenarnya David ingin berkata 'tidak usah, biar aku saja'. Tapi entah kenapa ia hanya diam.

"Baiklah. Aku yang pegang payungnya."

Nathan mengangguk tersenyum.



Merekapun mulai bersiap di atas sepeda.



"Kamu siap?" tanya Nathan pada David.



"Hm..hm.."



Nathan pun langsung mengayuh sepeda David dengan gerakan mantap menembus hujan.



David yang sebelah tangannya memegang payung merasa agak canggung. Jadi ia hanya sebatas menempelkan tangannya yang tidak memegang payung pada pinggul Nathan.



***



Aroma harum tercium dari dapur. David tengah memasak tumis sayuran. Walaupun ia tidak terlalu jago masak, paling tidak ia cukup mengerti dasar-dasar menumis.



"Kamu bisa masak?" sebuah suara yang tiba-tiba membuat David sedikit terkejut.



Setelah tahu kalau itu suara Nathan, David baru bisa menjawab.



"Sedikit." jawab David singkat lalu kembali fokus pada masakannya.



"Di luar masih hujan." kata Nathan. Tapi David hanya merespon dengan "hm" saja.



Mereka terdiam. David sibuk dengan aktivitasnya sedangkan Nathan sibuk dengan pikirannya sendiri.



"Terimakasih."



"Hm? Apa?" tanya David tidak terlalu jelas mendengar.



"Terimakasih atas bantuanmu."



"Bukan masalah besar kok."



Mereka terdiam lagi.



"David."



"Ya?" David masih tetap memandang wajan.



"Kamu punya kakak?"



"Aku anak tunggal. Kenapa emang?"



Sedikit ragu, Nathan melanjutkan lagi.



"Aku melihat cowok sering mengantar jemput kamu ke sekolah."



David menoleh sambil tersenyum.



"Oh.. Itu Kak Jordan."



"Siapa Kak Jordan?



David agak jengkel meladeni kecerewetan Nathan.



"Dia temenku. Sudah ku anggap kakak sendiri."



"Kau menyukainya?" kalimat tersebut tiba-tiba meluncur dari mulut Nathan dan membuat David menoleh padanya dengan seribu tanda tanya.



"Tentu saja aku menyukainya. Tidak mungkin aku menganggapnya sebagai kakak sendiri jika aku tidak menyukainya." jawab David dengan sedikit bingung.



"Kau mencintainya?"



Degg!



[Bersambung...]

Cinta Di Musim Hujan (boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang