“Miss, aku akan melakukan apa diacara amal nanti?” Tanya Bian saat aku sedang mengajar teknik piano klasik sore ini.
“Kmau kan jago main piano Bian, tentu saja bermain piano.” Timpal Fanya yang kebetulan sering berseteru dengan Bian karena bermain pianonya tidak dapat mengungguli temannya itu.
“Aku memang jago main piano dari kecil Fanya. Kamu iri ya?” Goda Bian yang membuat Fanya sepertinya marah.
Aku tersenyum melihat muridku yang asik bersitegang hanya karena masalah sepele. “Fanya, Bian, kalian tidak harus memainkan sesuatu yang memang keahlian kalian. Kenapa tidak mencoba sesuatu yang baru untuk dimainkan. Siapa tau itu akan lebih menarik?”
“Benar juga Miss. Fanya aku menantangmu untuk berkolaborasi denganku. Tapi peraturannya. Kamu memainkan piano, dan aku memainkan gitar.”
“Siapa takut. Aku bisa jago main piano sama sepertimu. Tapi aku ragu dengan permainan gitarmu. Hahaha.” Mendengar itu, Bian cemberut.
“Sudah-sudah kalian tidak perlu saling mengejek, kalo berkolaborasi seharusnya kalian kompak. Miss tidak ingin ada penampilan buruk diacara nanti. Oke?”
“Siap Miss.” Jawab mereka secara bersamaan. Disaat yang sama pintu kelas terbuka menampakkan sosok yang sama sekali tak ingin aku lihat. Abril. Dengan gayanya yang selangit dia berjalan kearahku.
“Yamsi, kamu mendapat tugas untuk menyurvey panti yang akan kita sumbang.”
Aku sungguh muak dengan gayanya ini. Benar kata Arkan, dia seperti malaikat. Namun jauh didalam sana terdapat neraka.“Bukankah kamu yang selalu menyurvey tempat? Kenapa jadi aku yang ditugaskan. Lagipula aku sedang mengajar.”
“Aku ada janji dengan pacarku, Yamsi. Pak Ricard juga sudah setuju. Kamu hanya perlu berkunjung ketempat yang sudah aku tuliskan. Ini memonya. Be carefull honey.” Akhirnya yang tidak dapat aku bantah.
Dengan berat hati kusudahi kelas piano dan bergegas ketempat yang sudah dituliskan Abril. Ada sekitar 10 tempat yang harus aku datangi hari ini. Ini sama dengan melembur Ya Tuhan. Ditempat yang pertama aku melihat sebuah gubuk tua, sangat-sangat jauh dari kata nyaman untuk sebuah panti asuhan. Aku bertanya kesalah satu warga dekat panti.
“Permisi pak, saya mau bertanya. Apa benar gubuk yang disana adalah panti asuhan ?”
“Panti asuhan?” Bapak itu mengeryitkan dahi.
“Bukan mbak, itu memang dulunya panti tapi sekarang sudak tidak dihuni jadi tidak terawat seperti sekarang ini.”
“Begitu ya pak? Terima kasih.”
Aku melanjutkan surveyku ketempat kedua dampai kesembilan. Ada beberapa yang menurutku sangat perlu dibantu karena fasilitas disana kurang memadai. Aku akan beri note untuk itu. Ternyata hari sudah sore aku tidak mau besok ada tugas lagi, akhirnya aku lanjutkan ketempat yang terakhir didaerah Jakarta Timur. Tempatnya dipinggiran kota, memang agak susah kesana. Tempat ini mempunyai halaman yang luas serta pohon yang rindang. Rapi, bersih, dan mungkin nyaman. Aku masuk lebih dalam dan mendapati seorang lelaki sedang duduk dikursi dengan kemeja dilipat sampai siku. Seperti pekerja kantoran yang baru pulang dari bekerja.
“Permisi. Bisakah aku bertemu dengan pemilik panti ini?”
Saat dia menoleh terlihatlah sosok yang sangat aku kenal.“Mrs.Yamsi sedang apa? Oh tadi kamu bilang ingin bertemu pemilik panti ini? Sepertinya dia sedang keluar sebentar. Tunggulah tidak akan lama.”
“Oh, sedang apa kamu disini?” Bukankah seharusnya dia bersama Abril?
“Aku hanya berkunjung ketempat dimana aku dan Abril pertama kali bertemu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody of Words
RomanceSampai saat ini hanya kamu yang aku tunggu hingga seseorang datang memberikan kenyamanan yang selama ini aku nanti dari dirimu. Namun aku tau semua rasa ini salah, bahkan dari awal sebelum aku mengetahuinya.