Pianis

83 6 5
                                    

Hallo salam kenal! Aku Shuu, seorang newbie XD Ini cerita romance pertamaku,

Jadi selamat membaca!

.

.

Ano Hana, bunga itu. Aku melihatnya saat dipagi hari. Ingin rasanya aku memetik bunga tersebut, tapi terlalu jauh untuk kuraih. Aku tidak bisa menyuruh seseorang, aku terasa seperti tak bisa bicara. Mataku memburam, apakah aku menangis? Badanku sakit, ah.. Aku ingat.

Aku ini sudah mati.

.

.

.

Pagi di SMA 1 X terasa sangat berbeda, hari ini minggu. Dan hanya sebagian kecil siswa yang ke sekolah, untuk ekstra atau mengerjakan pekerjaan kelompok.

Sama halnya dengan seorang siswi yang bersurai hitam sebahu itu. Vipiantari Dewi. Dia datang ke sekolah ini karena ada lomba piano yang akan diikutinya 2 hari lagi.

Jadi wajar saja, hari ini dia menuju ke ruang musik.

Vipiantari Dewi's.

"Haah.." Aku menghela nafas saat memasuki ruangan musik.

Gelap, dingin, aroma debu menyeruak dari segala arah.

Aku langsung menghidupkan lampu, dan pandanganku langsung menuju ke sebuah piano grand berwarna hitam tersebut. Aku lalu duduk di kursi piano, dan menaruh tabel nada di depanku.

Chopin etude Op. 25, no 5.

Itulah yang kumainkan. Aku mulai menekan tuts demi tuts secara perlahan, lalu menaikkan tempoku menjadi sangat cepat.

Semua perasaanku kutuangkan dalam permainan piano. Ck! Aku mulai emosiー

"Hentikan permainanmu, Vipi."

Sebuah suara menghentikan permainanku.

"David senpai." Panggilku.

David Ananda. Dia adalah kakak kelasku, sekaligus pelatih piano disini. Dia sudah sampai ke dunia perpianoan internasional, oleh karena itu ia dijuluki Master of piano.

"Ada apa dengan permainanmu? Tempomu tidak beraturan, bagian 2 terlihat sangat indah, tapi hancur ketika memasuki bagian 3." Kata David senpai. Tentu saja dengan nada dinginnya.

Bagaimana bisa aku serius jika ada kau?!

"Be-benarkah? Pikiranku sedang kacau."

"Bagaimana bisa kau mengacaukan pikiranmu, jika 2 hari lagi kau sudah ke final? Lawanmu tidak mudah, Gangga Sitha itu sudah menjadi juara 1 di nasional!" David senpai menaikkan 1 nada di akhir kalimatnya.

"Maafkan aku, tapi pikiranku benar-benar kacau." Aku menekan tuts '2'.

"Kalau begitu kau mau ganti lagu? Sadness and Sorrow mungkin? Itu lagu pendamping, tapi kau bisa memainkannya untuk kontes."

Aku menggeleng.

"Aku tidak bisa memainkan lagu itu, senpai." Jawabku. Entah kenapa aku merasa sakit.

"Kalau begitu, kamu bermain dengan benar ya?" Tatapan dingin David menghilang entah kenapa. Tergantikan dengan senyuman hangat nan tulusnya.

David berjalan mendekatiku, dan mengelus rambut atasku dengan halus.

Kumohon, hentikan.. Kau hanya akan menumbuhkan perasaanku.

"Kau memang adikku yang terbaik."

Ingatkan aku, jika David adalah kakakku.

.

.

.

.

.

Malam pun tiba. Aku masih saja berkutat dengan piano, hanya saja beda tempatnya.

Jika tadi aku bermain di sekolah, sekarang aku bermain di ruang tamu rumahku.

Ayahku belum pulang, lebih tepatnya tidak akan pulang. Ya, keluargaku sudah hancur. Ibukku bekerja sebagai pemilik club malam. Ayahku sudah lama tidak tinggal serumah, alasannya ーjika kupercayaー adalah jarak kantornya yang terlalu jauh. Kakakku, David Ananda akan pulang jam 7 malam, tepatnya 2 menit lagi. Sedangkan adikku, Dave pergi dengan ayah.

"Haah... Kepalaku akan meledak jika terus membayangkan hal itu."

Ngomong-ngomong, aku rindu kakak... Seandainya kakak pulang lebih awal yaー

"Aku pulang."

Baru saja aku bicarakan.

"Kakak," Aku menghampiri kakak.

"Sudah kukatakan jangan memanggilku kakak," Katanya dengan nada dingin.

Sakit, pernahkah kau merasa jari kelingking kakimu tersandung meja? Ah, mungkin akan lebih sakit perasaanku.

Aku hanya bisa diam. Itu sebuah kenyataan. Aku hanyalah anak angkat, ibu mengadopsiku saat aku berusia 2 tahun, kata ibu dia ingin anak perempuan. Saat itu kakak berusia 3 tahun.

"David senpai." Kataku dengan suara kecil. Aku benar-benar bodoh.

"Aku lelah, bisa kamu siapkan air hangat? Setelah ini aku akan mandi, dan makan." Kakak masuk ke kamarnya.

"Baik, kak.." Tatapanku memburam. Mungkin kelelahan. Langsung saja aku menyiapkan air hangat untuk kakak, dan memasak makan malam.

Makan malam hari ini hanya nasi goreng, dan telur mata sapi.

Aku tidak bisa memasak! Aaaaaaa!

"Vipi," Aku menengok ke asal suara. Dan yang kudapati adalah kakak yang hanya menggunakan celana selutut tanpa mengenakan baju.

HENTIKAN SIKSAAN BATINKU TUHAN.

"I-iya kak?!" Jawabku. Kenapa aku gugup sekali?!

"Aku mulai muak mendengar 'kak'mu itu." Kakak berubah menjadi dingin lagi.

"Maaf, ada apa David senpai?" Aku mengulang perkataanku.

"Vipi, kamu sudah makan? Aku ingin makan diluar saja."

"Aku sudah masak, nasi goreng dan telur mata sap-"

"Masakanmu tidak enak."

JLEB. ITS RIGHT IN THE KOKORO, ANIKI ;^;)/

Aku mulai nangis bombay di batinku.
"Lalu, kakak ingin makan apa?" Tanyaku pelan.

"Bagaimana jika..." Kakak mendekat padaku. "memakanmu?"

1

2

3

"HELL NO. CEPAT PAKAI BAJUMU DAN AYO KITA KE KGC!"

Kehidupanku dan kakakku yang aneh ini baru dimulai... Ya, baru dimulai...

PianisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang