Chapter 3

60 5 1
                                    

Vipiantari Dewi's

"VIPIIIII-CCCCHIIIIIIIIII!!!!" Tepat saat masuk kelas itulah yang kudengar.

"Setidaknya, sebut namaku dengan benar sebanyak 3 kali, dan aku pasti akan muncul, May." Kataku lalu menyentil dahi temanーbukan. Sahabatku. Amay Driana.

"Ck, lo kira lo apa? Setan?" Katanya dengan santai. Kami memang sangat akrab, bahkan kami pernah tersesat bersama. Oke lupakan itu.

"Kampret. Gue bukannya gak tau, tapi telinga gue bisa ke THT denger lo teriak setiap hari, A-may." Jawabku.

Aku melihat tabel dibelakang, pas. Sekarang pelajaran olahraga dan aku kelupaan membawa sepatu olahraga.

"Kenapa lo nyet?" Panggil Amay. Apa? Monyet? Dia bahkan memanggilku babi selebar jidatnya.

"Gue lupa bawa sepatu olahraga.. Gimana nih.." Kataku dengan nada yang kumelaskan sengaja.

"David sekolah? Perasaan kelas 12 A-nya olahraga nanti, jam terakhir deh." Kata Amay seolah memberiku secercah cahaya.

Bukan secercah mbak. Tapi sesurya!

"Gue lupa! Ayok anterin gue kutu, cari kakak gue!" Aku langsung menarik tangan Amay dan berjalan ke kelas kakakku.

(//∇//)

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah di lantai atas. Masih dengan memegang tangan Amay.

"Lepasin kalik Vi!" Kata Amay sambil melepaskan peganganku. "Itu kelas kakak lo di depan mata!"

"Iya gue tau ka..."

Dan yang kulihat

"Lik."

Kakakku sedang mengelus kepala teman perempuannya. Aku tidak tau dia siapa.

Yang jelas, tangan hangat David itu hanya milikku.

"Kak! David senpai!" Teriakku memanggil kakak.

"Eh? Ada apa kamu kesini, Vipi?" Tanya kakakku.

Untuk membunuhmu!

"Ee.. Boleh aku pinjam sepatu olahragamu? Aku lupa bawa!" Kataku sambil mengatupkan tangan didepan wajahku.

"Hah?! Tapi ukuranku dan ukuran kakimu itu kan beda!" Kakakku terlihat sangat risih.

Beda saat ia mengelus kepala temannya itu.

"Kenapa Vid?" Perempuan itu lalu berjalan kesamping kakak.

"Ini, adikku ingin pinjam sepatu, tapi ya ukuran kita lain." Kata kakak. Kenapa tiba-tiba kakak jadi halus?

"Oh? Kenapa tidak pinjam milikku?" Perempuan itu lalu ke bangkunya dan kembali membawa kotak sepatu.

"Coba ini,"

Aku hanya mengangguk kecil dan mencoba sepatu yang diberikan oleh perempuan itu.

"Pas senpai!" Kataku sambil tersenyum.

"Bagus, terimakasih Cahya." Kata kakak sambil merangkul bahu temannya Cahya itu.

Aku bahkan tidak pernah dirangkul oleh kakak.

"Oh aku lupa, perkenalkan ini adikku Vipiantari Dewi, dan ini Cahya Pramesti, pacarku!" Kata kakakku lalu tersenyum manis.

Apa katanya?

Pacar?

Apa itu?

Pacar?

Mahkluk venuskah?

Seseorang, jelaskan apa yang terjadi disini. Hallo.. Tolong jelaskan..

"Hoi~ Vipi!" Tiba-tiba saja Amay menghancurkan fantasi liar lamunanku.

"A-ah? Apa?" Kataku tergagap. Sedangkan kakak dan Cahya sudah masuk kelas. Tunggu.

MEREKA DUDUK SEBANGKU?!

"Sini, jam olahraga udah mulai 2 menit tadi! Lo isi ngelamun pula!" Kini giliran Amay yang menarik tanganku.

"Gue tau kok perasaanlu gimana sekarang, Vi. Tapi lo harus abaikan itu sekarang, kita ada di sekolah." Kata Amay.

Aku tetap diam.

"May, gue izin gak ikut okahraga ya? Kepala gue sakit, gue duduk di bench aja." Aku memaksakan suaraku untuk keluar.

"Gue tau gimana perasaan lo sekarang, Vi. Okelah, gue bilang lu lagi sakit perut pms."

Toh kan,

Amay memang selebar jidatnya jika bertindak.

v('-ι_-`)v

Dan disinilah aku, duduk di bench gedung olahraga sambil melihat teman-temanku berlatih.

Sebenarnya bosan sekali jika hanya duduk diam. Aku ingin tidur saja rasanya. Apa harus ke UKS? Malas. Bau obat itu sangat mengangguku.

"Kamu kenapa?"

Suara yang sangat kurindukan, panggil namaku...

"Vipi?"

Aku tersenyum dari hatiku.

"Iya kak?" Aku melihat ke kak David.

"Kenapa tidak ikut olahraga? Sakit?" Kakak duduk disampingku.

"Ya.. Begitulah kak... Aku lelah..." Aku tersenyum.

"Ada apa dengan senyummu? Senyum sendu, kamu terlihat sangat aneh. Baka!" Kakak menyentil dahiku dan mengacak rambutku.

"Lakukan sekali lagi kak,"

Aduh.

"Sudah berapa kali aku katakan? Aku paling tidak suka kakak olehmu."

Dan, nada kakak berubah dingin lagi.

"Kakak... Kenapa tidak boleh? Aku suka memanggilmu kakak..." Sekali lagi, aku harus menahan sesuatu yang akan meluncur dari mataku.

"Karena kamu bukan adikku. Oh, maksudku adik kandungku. Dave barulah adikku."

Berhenti kak, cukup membuatku sakit.

Tembok yang kokoh sekalipun bisa runtuh jika terus dirusak dengan sengaja, bukan?

"Kakak... Maaf.."

Sudah, pertahananku runtuh.

Sekarang aku menangis. Di depan kakakku, David. Ck, memalukan!

"Kenapa menangis? Cengeng!" Kakak mengusap air mataku. Ia lalu tersenyum.

Aku masih diam.

Kumohon, seseorang hentikan kakakku memperlakukanku seperti ini...

"David Senpai, dipanggil Miss Gita di lab bahasa." Sebuah suara mengintrupsi aku dan kakak.

"Diki? Ck, baik-baik. Kau disini temani Vipi." Kakak langsung pergi keluar dari gedung okahraga.

Pemuda itu, yang namanya Diki, duduk disampingku menggantikan kakak.

"Namaku Diki. Diki Zumara." Kata pemuda itu dan memberiku tisu. "Jangan menangis lagi,"

"Aku tidak menangis kok! Aku hanya.. Mengeluarkan air mata!" Kataku tidak masuk akal.

"Orang bodoh memang tetap bodoh ya. Tidak berubah dari masih di sekokah dulu." Pemuda itu lalu bangun dan pergi meninggalkanku.

Apa katanya?

ーーーーー

Halo! Salam kenal aku Shuu~ Newbie XD

Makasih yg udah baca cerita akuuu, inget vote sama comment yaa, makasihh~

PianisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang