Chapter 5 : Kenekatan Rendi

850 82 24
                                    

Rendi sempat membalikkan tubuhnya, sehingga pedang katana yang terayun itu malah mengenai bahunya. Luka yang didapatkan Rendi sepertinya tidak terlalu dalam, karena dia langsung bereaksi untuk melempar tubuhnya menjauh dari pedang itu.

Bahu Rendi mengucurkan darah, dan kini dia berada di dekat Arin. Si pemuda terengah, dan dia berusaha menormalkan pernapasannya. Arin mulai terlihat khawatir, dan dia memandang antara bahu Rendi dan juga pedang yang kini sudah berlumuran darah.

"Ka - kamu gak apa Ren?" tanya Arin.

"Ugh ... tak apa. Aku oke," sahut Rendi.

"Lebih baik kamu menyerah saja Ren! Semua ini akan sia - sia!"

"Tidak. Kalian tidak akan selamat jika aku tidak bisa menyingkirkan pria ini."

"Kalian? Kenapa kenapa gak pakai kata 'kita' saja? Itu kedengaran lebih baik."

"Karena sekarang yang kupedulikan hanya kalian."

"Kenapa kamu keras kepala begitu sih?"

"Karena ada seseorang yang mengajarkan padaku jika saja kamu berada di saat yang gawat, dan di saat itu semua orang yang ada di dekatmu sangat berharga... lebih baik kamu korbankan saja dirimu. Yang paling penting adalah, jika kamu harus mati saat itu juga, saat memejamkan mata, yang kamu lihat terakhir kali adalah semua orang yang kamu anggap penting selamat."

"Itu gila!"

"Kamu boleh bilang itu gila, tapi orang yang seperti itu memang benar - benar ada."

Rendi terkekeh, teringat akan kasus pertamanya bersama EG Group. Kalau dia berada di posisi Arin, pasti dia juga akan bilang kalau ini adalah satu hal yang gila. Tapi dia bertemu dengan orang - orang yang berada dalam kegilaan itu. Lagipula, sudah terlalu lambat baginya untuk bisa mundur. Lebih baik dia menerima kegilaan ini.

Rendi bisa memilih mundur sejak awal, dan melakukan pekerjaan yang tidak berbahaya. Tapi dia berada di sini karena satu alasan. Sudah terlambat untuk mengulang semuanya, jadi lebih baik kalau dia menjalankan pilihannya sekarang.

Bu Risa memahami hal itu. Ah, nanti kalau ketemu kayanya si Hendra perlu dijitak karena dia sudah bikin anak orang jadi gesrek, pikir Bu Risa. Tapi, beliau tetap tidak menghentikan tindakan Rendi itu. Sepertinya Bu Risa juga sudah ketularan kegilaannya Hendra karena beliau membiarkan saja hal itu terjadi. Kini, bahkan beliau mengambil pistolnya dan melemparkannya ke arah Rendi.

"Rendi, tangkap!" kata Bu Risa.

Rendi agak kaget saat mendengar perkataan itu, tapi dia tetap menyambutnya. Kini, ditangannya ada sebuah revolver standar. Rendi terkekeh, karena ini yang dia benar - benar butuhkan sekarang.

"Kalau kamu mau kami selamat Ren, cepatlah bangkit!" ujar Bu Risa.

Rendi terkekeh, "Kenapa nggak dari tadi sih bu? Kan saya butuhnya ini ...." sahut Rendi, sambil menimang pistol tadi.

"Maaf, saya lupa kalau tadi saya bawa itu. Pertarungan kalian tadi terlalu seru sih. Ingat loh, kesempatanmu terbatas."

"Kok ibu malah mendukung tindakannya Rendi sih? Itu kan bahaya!" tanya Arin.

"Kalau memang itu kemauannya ya gak apa. Biarkan saja. Dia sudah ketularan ilmu sintingnya EG Group sih, apa boleh buat."

"Kalau dia mati, bagaimana?"

"Rendi akan mati sebagai pahlawan."

Sejak tadi Philip hanya diam. Sepertinya dia ingin menikmati dulu bagaimana saat dramatis dari mangsa yang sebentar lagi akan dia habisi. Tetapi, pernyataan Bu Risa tadi langsung membuatnya tergelak. Tentu saja pengorbanan Rendi hanya sebuah kebodohan di mata Philip, dan dukungan Bu Risa tidak kalah gilanya.

The Detective 3 : Adventure of Accountant's HairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang