Bagian Satu

110 5 0
                                    

Gadis berambut panjang lurus itu tengah berada di bibir pantai. Menikmati sepoi-sepoi angin malam. Ia mendesah panjang. Kemudian menatap langit nan penuh bintang. Padangannya kembali lurus ke depan. Menghadap lautan biru yang terbentang tanpa ada ujungnya. Kali ini, ia benar-benar merasa takut kehilangan. Kehilangan kenangan manis yang selalu ia dapati di masa-masa SMA.

Rambut hitamnya tersibak kena angin. Matanya mulai terpejam. Merasakan setiap lembutnya belaian angin di wajahnya. Membuat ia rasanya ingin terus berada di sana dalam kenyaman, dan kedamaian.

Hap!

Tubuhnya sudah terbentang di pasir-pasir hangat. Matanya kini menatap langit dengan tatapan penuh arti. Ia juga suka pada bintang-bintang yang bersinar, karena menurutnya bintang itu adalah lampu-lampu paling indah di seluruh dunia.

Riani mendasah panjang untuk yang kesekian kalinya lagi. Rasa takut itu kembali menyergapnya. Dadanya serasa sesak. Dihimpit oleh dua batu besar. Rasanya perih dan sakit.

Hanya sebatas ini kah selama ini?

Takut karena kehilangan seseorang yang ia sayang. Takut karena jika suatu saat nanti seseorang itu akan bertemu orang-orang baru di luar sana. Yang mungkin lebih baik dari dirinya.

Sesak karena selama ini hanya ada kedekatan tanpa kejelasan. Dan perih karena Riani tak pernah mendengar kata kejujuran dari seseorang itu. Riani ingin sekali mendengar kata-kata itu. Sebuah pengakuan untuk dirinya. Bahwa pria itu juga memiliki rasa yang sama.

***

"Ri..." tiba-tiba sosok suara yang sudah tidak asing lagi bagi Riani terdengar begitu saja. Suaranya agak sedikit serak. Tak seperti biasanya. Riani seketika membangkitkan tubuhnya. Menatap seseorang yang memanggilnya dengan tatapan heran. Tetapi sedetik kemudian Riani mengembangkan senyumnya. Senyum yang selalu ia tampakkan padanya. Begitu terlihat tulus.

"Iya?" jawab Riani dengan mata berbinar-seperti biasanya.

"Kenapa di sini? Kamu dicariin sama teman-teman kamu tuh." Balasnya. Raut wajahnya masih belum berubah. Masih terlihat tegang. Tak seperti biasanya.

"Aku lagi ingin sendiri..."Riani menjawab dengan lembut.

"...Kamu tau kan aku suka pantai?"

Nathan mengangguk paham. Riani memang perempuan yang sangat menyukai pantai. Bagi Riani pantai adalah tempat curhatnya. Tempat di mana ia bisa dengan bebas bercerita tanpa ada yang menganggu. Pantai selalu membuatnya merasa nyaman. Merasa ingin selalu berlama-lama di tempat itu, meski hanya diam dan menatap lurus ke depan.

"Terus kamu ngapain di sini? Kamu suka pantai juga?" sambung Riani polos.

"Kalau setiap aku ke pantai ada kamu, aku jadi selalu suka pantai." Kata Nathan gombal. Riani tertawa kecil meski gombalannya tak seberapa tetapi itu sudah cukup membuat Riani serasa ingin terbang ke udara.

"Nathan jelek tukang gombal. Hahaha" balas Riani dengan penuh tawa.

Kemudian Nathan sudah terduduk di samping Riani. Sama-sama menghadap lurus ke depan-menghadap ke pantai. Tanpa ada satu patah kata pun yang terucap. Keduanya saling terdiam. Tak ada yang ingin memulai berbicara terlebih dahulu. Atau mereka sama-sama ingin menikmati suasana pantai di malam hari. Hanya ada suara debur ombak yang menghadang karang. Keduanya tenggelam pada perasaannya masing-masing.

Sampai akhirnya... "Ri, aku mau ngomong sama kamu". Nathan mulai berbicara.

"Kamu kalau mau ngomong ya ngomong aja. Kok tumben kalau mau ngomong harus bilang dulu?" Riani membalas perkataan Nathan dengan gayanya yang polos, membuat Nathan merasa semakin... Jatuh cinta.

"Ri, aku serius!"

"Nat, aku juga serius!"

Nathan menghela napas panjang.

"Kamu tahu kan kita dekat udah lama banget?" tanya Nathan, badannya ia hadapk-an ke arah Riani. Mencoba meraih tangan Riani. Badannya juga sudah saling berhadapan. Pun Riani sudah menerima genggaman tangan Nathan. Keduanya sudah saling berpegangan tangan. Menatap satu sama lain-masih tanpa suara. Ada jeda beberapa sekon hingga akhirnya Riani menjawab, "Ya..."

"Aku..." ucap Nathan tertahan.

"Ya?" balas Riani masih menggenggam tangan Nathan.

"Sayang sama kamu, Ri..." Nathan melanjutkan kalimatnya yang sempat tertahan. Jantungnya berdetak dua kali lebih keras dari biasanya. Desiran darahnya lebih cepat mengalir dua kali lebih cepat dari biasanya.

Seketika Riani terdiam. Ia melepas genggamannya. Nathan menatap Riani heran.

Diam...

"Kamu lagi gak bercanda kan Nat?" Riani baru saja ingin bersorak saking girangnya. Kata-kata ini lah yang selalu ingin Riani dengar. Tapi ia berpikir dua kali sebelum ia akhirnya merasa sakit karena tahu Nathan hanya bergurau.

"Aku serius Ri, aku sayang sama kamu udah lama. Aku cuma gak mau ganggu pelajaran kamu di sekolah. Aku juga gak mau ganggu waktuku karena terlalu memikirkan kamu. Tapi aku sadar Ri, selama ini aku lelah karena harus nyembunyiin semuanya sendiri. Semakin aku berusaha buat gak mikirin kamu, malah aku selalu gak bisa berhenti buat mikirin kamu..." jelas Nathan panjang lebar.

Riani melongo tak percaya. Dirinya hampir pingsan.

"...Waktu aku lagi belajar, nama kamu yang muncul di otak aku. Aku berusaha keras supaya bisa lulus dengan hasil yang memuaskan. Dan aku juga berusaha keras supaya bisa ngomong semua ini sama kamu, Ri." Nathan kembali mengambil napas panjang. Rasanya sebuah batu besar yang selama ini mengganjal di hatinya sudah terangkat. Beban pikirannya selama dua tahun belakangan ini seperti sudah dicabut dan membuatnya sangat lega. Nathan tak pernah peduli apa yang akan dikatakan oleh Riani setelah ini. Yang Nathan tahu adalah ia sudah berhasil mengungkapkkan perasaannya. Mengungkapkan rahasia terbesarnya. Nathan sangat-sangat sayang pada Riani.

"Nathan, aku juga sayang sama kamu..."

Riani tak tahu apa yang baru saja ia katakan. Kata-kata itu baru saja melucur dengan bebas melalui mulutnya. Pria di hadapannya hanya bisa terdiam. Masih tak percaya apa yang baru saja ia dengar.

Hening...

Tiba-tiba badan tegap itu sudah meraih Riani ke dalam pelukan hangatnya. Dan dibalas hangat pula oleh Riani. Keduanya saling berpelukan. Merasakan setiap kehangatan yang menjalar di kedua tubuhnya. Merasakan setiap detik kebahagiaan yang tak akan pernah mereka lupakan. Malam itu Riani dan Nathan sama-sama merasa seperti orang yang paling bahagia sedunia.

"Aku gak mau pisah sama kamu, Ri..."

"Aku juga, Nath..."

***

Someday. Loves, friendship, and tears.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang