PROLOG

34K 726 9
                                    

"Aku salah apa sampai kamu kaya gini?" pekikku histeris.

"Aku bisa jelasin semuanya, ini tidak seperti yang kamu pikir, Nin."

"Udah lama ya aku curiga sama kamu, bener kata Rama, LDR doesn't work for each of us." Aku menjawab dan segera berlari meninggalkan hotel berbintang lima tersebut.

Aku memacu mobilku dengan kecepatan penuh. Aku merasa kacau. Hatiku remuk redam. Aku tidak pernah memperhitungkan jika hubunganku dengan Bagas yang telah terjalin selama 5 tahun akan kandas. Selama ini, yang kutahu hanya Bagas yang bisa menerimaku tanpa syarat. Bagaslah yang selama ini menemaniku saat segala permasalahan keluargaku mulai mencuat. Bagas pula yang selalu menemaniku dan mendukungku hingga aku dapat menyelesaikan gelar S2 ku dengan cepat. Aku tidak pernah memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk Bagas akan meninggalkanku atau berpaling dari diriku.

Aku menangis sambil meracau di dalam mobil yang telah terparkir di depan rumah Mama. Aku ingin segera masuk dan menumpahkan perasaanku kepada Mama. Namun, hal itu aku urungkan begitu aku teringat keinginan yang diutarakan oleh Mama tempo hari yang memintaku untuk segera menikah. Adikmu sudah siap menikah lho, Nduk. Ujarnya seolah menyalahkanku jika pernikahan adikku akan terhambat.

"Duh.." Aku memegangi perutku yang terasa sangat sakit. Aku baru menyadari bahwa seharian ini aku belum memakan apapun. Aku segera meraih obat maag yang selalu tersedia dalam tas dan segera meminumnya.

Aku kembali memacu mobilku setelah perutku berhenti meronta. Kali ini sangat pelan karena aku merasa sedikit pusing akibat pengaruh obat yang kuminum. Aku menyetir tanpa arah tujuan. Masuk tol, keluar tol, masuk lagi, dan keluar lagi dan begitu seterusnya hingga akhirnya aku merasa lelah dan memutuskan untuk beristirahat dan makan di salah satu cafe di kawasan Kemang. Malam ini aku memutuskan untuk tidak pulang ke apartemenku dan akan menginap di rumah Naras, sahabatku sejak SMA, itupun kalau diperbolehkan. Aku segera melangkah masuk ke dalam cafe dan duduk di salah satu bangku yang terletak di ujung cafe. Bangku ini tertutup dan minim pencahayaan. Aku tidak ingin orang lain melihat mataku yang sangat sembab.

"Selamat malam Mbak, saya dengan Alia, ada yang bisa saya bantu?" Seorang waitress menghampiri mejaku.

"Ah, ya, uhm, saya ingin memesan hutspot met klapstuk dan milkshake strawberry." Jawabku setengah terkejut dengan kedatangan waitress yang mengaku bernama Alia di hadapanku ini.

"Baik, ada yang lain, Mbak?" Tanya Alia tanpa kehilangan senyum ramahnya walaupun wajahku tidak menunjukkan keramahan sama sekali.

Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala. Gelengan kepala adalah hal terbaik yang dapat kulakukan untuk Alia ini. Aku ingin segera mengusirnya dari mejaku dan menyuruhnya diam. Aku sangat tidak mood untuk beramah tamah dengan siapapun. Tiba-tiba mataku tertuju pada meja yang berada tepat di sebelahku. Aku melihat sesosok perempuan yang kukenal sedang berciuman dengan penuh gairah di tempat minim cahaya itu. Aku mual. Aku muak. Seharian ini aku dipenuhi orang-orang berbirahi disekelilingku. Aku ingin muntah melihatnya. Aku beranjak untuk memastikan. Benar saja, penglihatanku tidak salah. Sosok Naras disana sedang beradu birahi dengan seorang laki-laki yang tidak kelihatan wajahnya sehingga tidak dapat kupastikan siapa lelaki yang sedang bersama Naras itu.

"Persetan!" Umpatku dalam hati. Aku lalu memanggil seorang pelayan dan meminta untuk berpindah meja. Tidak lama setelah itu, pesananku datang. Namun, aku hanya menyeruput sedikit milkshake strawberry yang tidak ada rasanya ditenggorokanku. Yah mungkin aku sedang mati rasa. Aku tidak bernafsu sama sekali untuk makan dalam keadaan seperti ini. Tadinya aku berniat untuk memaksa diriku sendiri untuk makan karena keadaan lambungku yang sering mengantarku ke rumah sakit.

Aku bingung harus pulang kemana karena tidak mungkin aku pulang ke apartemen karena kemungkinan besarnya Bagas akan manyambangi apartemenku di bilangan Sudirman itu. Aku juga tidak mungkin ke rumah Naras karena kelihatannya malam ini Naras akan 'sibuk'. Lalu kuputuskan untuk menginap di hotel. Bagas tidak akan menemukanku dimanapun batinku.

"Dengan hotel Bintang ada yang bisa saya bantu?" Jawab receptionist di seberang sana.
"Saya ingin pesan satu kamar Bintang Suit untuk malam ini atas nama Anina." Aku secepat kilat memesan kamar di hotel tersebut.
"Baik, blabla...." Klik. Aku memutus sambungan. Aku jengah dengan beramah tamah hari ini.

Tanpa sadar, aku merenung dan air mataku tiba-tiba jatuh. Aku kembali teringat kejadian pahit yang baru saja menimpaku. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan kulakukan selanjutnya tanpa Bagas dalam hidupku. Bagasku yang selama ini menemani hingga larut malam jika sedang lembur, Bagasku yang selalu memberi kejutan yang sangat kusukai, dan Bagasku yang selalu memarahiku jika ia telat makan. Aku tersenyum pahit ketika mengingat "Bagasku" sekarang sudah tidak ada. Yang ada hanyalah Bagas yang telah meluluhlantakan hati dan pikiranku saat ini. Bulir air mata kembali terjatuh. Aku sangat mencintai Bagas namun pada saat yang bersamaan aku juga sangat membencinya.

TO BE CONTINUED

HAIIIII SEMUANYAAA!!
Ini kali pertama aku nulis nih hehe
Tolong vote dan comment yaaa biar aku semangat!!
Saran dan kritik kalian would help so much.
Kalo ada yg comment bakal ku lanjutin.
Kisskiss:*

Let me touch youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang