Can I forgive you?

20.6K 638 7
                                    

Matahari sudah naik sangat tinggi saat aku baru membuka mata. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Aku enggan bergerak dari tempat tidur hotel yang sangat nyaman itu. Aku memutuskan untuk tidak pergi ke kantor hari ini. Badanku terasa nyeri dan remuk redam dan kepalaku masih terasa pening karena tidak bisa tidur hingga pukul 5 pagi. Ya, aku memang tidak bisa tidur semalaman karena sibuk menangis dan meratapi nasibku sendiri. Tidak ingin rasanya mempercayai kenyataan bahwa Bagas telah mengkhianatiku. Bagas bukanlah bagian dari diriku lagi. Walaupun belum ada kata perpisahan tetap saja aku tidak akan mau kembali padanya.

KRIIIINGGGGG. Bunyi telepon kamar hotel ini membuatku tersentak. Dengan malas aku meraih gagang telepon.

"Selamat siang, Bu. Kami hanya ingin mengingatkan waktu check out paling lambat pukul 12 siang."
"Oh oke mbak"
"Baik, Bu. Apakah ada yang.." Klik. Telepon segera kututup. Sial. Aku hampir lupa bahwa aku hanya
menginap disini semalam. 2 juta perak yang harus aku keluarkam untuk biaya menginap satu malam disini sudah cukup menghiburku dan aku tidak berniat menghabiskan lebih banyak uang lagi di hotel yang baru saja mengusirku ini. Dengan terpaksa aku segera beranjak ke kamar mandi dan segera bersiap-siap untuk pulang ke apartemenku.

----------------

Jalanan siang ini sangat padat. Aku benci disaat seperti ini harus terjebak dalam kemacetan karena tidak ada yang bisa kulakukan selain merenungi nasib seorang gadis yang baru dikhianati kekasihnya dan sekarang terjebak dalam kemacetan. Tidak ada yang lebih buruk dari hal ini untukku saat ini. Tiba-tiba aku terenyak. Aku baru sadar bahwa aku belum mengabari Jordan, lawyer senior di lawfirm tempatku bekerja perihal ketidakhadiranku hari ini. Aku bergegas menelepon Jordan.

"Pagi, Jor."

"Pagi, Nin. Tumben nih telepon."

"Ehmmm iya aku tidak bisa ke kantor hari ini, draft perkara nanti aku email ke kamu. Maaf baru memberitahumu, aku sedang di luar kota, Jor."

"Oh gitu. Semoga kamu segera keluar dari kemacetan jalan Antasari ini dan sampai di luar kota."

Skakmat. Aku mati. Aku harap bumi menelanku saat ini juga. Aku tahu Jordan baru saja menyindirku dan itu berarti.. Shit! Jordan ada di sekitar sini dan sedang melihatku. Aku menatap berkeliling untuk mencari keberadaannya. Double shit! Sebuah Porsche Macan berwarna silver berada di belakangku. Sebuah tangan keluar dan menyapaku seolah berkata halo Anina.

"Eh anu Jor maaf sebenernya aku.."

"Hahahahahaha kamu lucu Anina. Jika kamu ada urusan selesaikanlah. Aku akan menunggumu di kantor lusa. "

"Lusa?"

"Anggap saja aku memberimu libur sehari."

"Terima kasih banyak Jor kau tau aku sangat menghargai kebijakanmu ini."

"Ya aku tau kau sedang membutuhkannya. Jadi sampai bertemu lusa."

Apakah aku bermimpi? Belum pernah aku mendapatkan liburan mendadak tanpa cuti seperti ini. Apalagi yang memberiku libur adalah Jordan si lawyer seniorku yang selalu saja melempar seluruh pekerjaannya kepadaku. Ah ya sudahlah! Anggap saja ini sedikit keramahan Tuhan untuk wanita patah hati sepertiku saat ini.

------------

Setelah berhasil menerjang kemacetan siang tadi, akhirnya aku sampai di apartemen kecilku. Walaupun kecil tapi aku sangat mencintai apartemenku ini karena kubeli dengan keringatku menjadi junior lawyer di law firm tempatku bekerja. Apartemenku memiliki 2 kamar tidur, dapur yang dilengkapi dengan peralatan masak modern, 3 kamar mandi, ruang tamu cukup luas yang kuberi nuansa merah dan balkonku yang sangat cantik. aku sering menghabiskan malamku di balkon ini bersama Bagas. Biasanya jika sedang menginap Bagas akan mengajakku mengobrol semalam suntuk dan bermain gitar di balkon ini. ah.. aku lelah. Memikirkan Bagas membuat pikiran dan hatiku sangat lelah.

Ting Tong Ting Tong. Bel apartemenku tiba-tiba berbunyi. Aku segera berlari untuk membuka pintu agar tamuku tidak menunggu terlalu lama. Tanpa melihat siapa yang datang terlebih dahulu, aku langsung membuka pintu apartemenku dan menemukan seseorang dengan penanpilan yang sangat kacau sedang memandangku. Dari tatapannya ia sangat merindukanku dan akan segera memelukku. Tentu saja aku menghindar. Bertemu dengannya saja membuatku muak, apalagi jika harus memeluknya. Aku tidak akan membiarkan diriku jatuh lagi dalam kebodohan sebelumnya. Aku belum bisa memaafkannya. Ia mencoba meraih tanganku namun segera kutepis dengan gusar. Bagas tidak bisa lagi menyentuhku seenaknya.

HAIIII DEAR READERS,
maaf yah lama updatenya. sebenernya pengen liat dulu ada yg antusias atau gak sm cerita aku hehehe
makasih untuk votenya, jangan lupa komennya ya!

Love, Author.

Let me touch youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang