Sweet Escape

12K 452 3
                                    

Aku mematut diriku di depan cermin. Aku melihat seorang wanita indian hak sepatu yang sangat tinggi, baju yang sangat "wow" dalam arti buruk, tas penuh rumbai yang mungkin akan menambah keanehan wanita itu, dam tidak lupa sebuah warbonnet yang sangat besar dan berwarna hijau neon bertengger di kepalanya. Sialnya, wanita itu adalah aku.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Jordan ketika melihatku seperti ini. Tidak! Tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkan aku mempermalukan diriku sendiri. Aku yakin Jordan akan mengajakku ke sebuah acara penting, entah itu suatu pesta atau gala dinner dengan relasi-relasi Jordan yang parlente itu. Aku segera berbalik dan hendak mengganti baju sialan ini.

TOK TOK TOK
Pintu apartemenku sudah diketok. Pertanda Jordan sudah datang. Aku belum sempat aku mengganti pakaian, kakiku yang tidak bisa diajak bekerja sama melangkah dengan yakin untuk membukakan pintu.

Ketika aku membuka pintu.. BRUKKK!! Jordan terjatuh dan dengan sigap aku menangkapnya. Badannya sangat lemas. Matanya setengah terbuka dan mengisyaratkan bahwa ia sedang merasakan sakit yang teramat sangat. Aku segera memapahnya ke bangku ruang tv ku.

"Jor kamu kenapa??" tanyaku setengah berteriak karena panik.

"A..aku.. sakit Anina" Jawabnya terbata-bata dengan sekuat tenaga. Setelah mengatakannya ia langsung menutup matanya dan menaruh kepalanya di pahaku.

"Jor aku ambilkan air sebentar"

"Tidak usah Anina, tetaplah seperti ini."

"Kamu kenapa Jor..." tanyaku lirih. Aku sangat tidak tega melihatnya saat ini. Wajah jenakanya hilang seketika digantikan wajah pucatnya.

"Aku hanya lupa minum obat, Nin."

"Memang kamu sakit apa?" aku memberondongnya dengan pertanyaan.

"Migrain. Vertigo. yah semacam itulah"

"Ya sudah kamu istirahat. Akan kuambilkan baju ganti dan emm.. kamu menginap saja disini."

"Terima kasih, my indian girl." Seketika matanya terpejam dan ia seperti jatuh tertidur.

--------------------------

Aku segera mengganti pakaianku dengan celana pendek dan kaos seperti yang biasa kugunakan di rumah. Aku mencari-cari baju yang mungkin akan muat dipakai oleh Jordan yang sekarang tengah tertidur di sofaku. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya aku menemukan sebuah kaus yang masih terbungkus rapi dan baru. Kaus ini tadinya adalah hadiah untuk Bagas karena telah lama ia mencari kaus Real Madrid ini. Yah, kan hanya 'tadinya', berarti belum menjadi milik Bagas dan artinya aku bisa memberikannya kepada Jordan.

Setelah mendapatkan kaus yang pas untuk Jordan, aku mengambil selimut dan bantal untuknya. Setelahnya aku segera bergegas ke ruang tv. Jordan sudah terduduk dan menonton tv dengan sangat santai seolah-olah tidak ada sesuatu hal yang telah terjadi.

"Lho, Jor, kamu kok malah bangun?"

"Memang kenapa?"

"Kamu kan sedang sakit."

"Ah kata siapa. Aku kesini kan untuk menjemputmu ke suatu tempat."

"Nanti saja lain kali kan masih bisa, kamu istirahat sekarang."

Jordan segera berdiri dan melangkah menuju ke arahku. Ia menyatukan kedua tangannya di luar bagian tubuhku. Aku memejamkan mata dan aku pikir ia akan memelukku. Tapi...

"Nin? Kok kamu tutup mata?"

"Eh, emm, anu Jor tidak apa-apa kok. Aku hanya sedikit mengantuk."

"Jaketnya bagus melingkar di pinggangmu. Huh Nin, jangan pernah kamu gunakan celana sependek itu lagi di depan laki-laki apalagi lelaki yang baru kamu kenal. Hampir saja tadi aku menggendongmu ke kamar. Sekarang kamu ganti baju gih, kita akan berangkat." Jordan mendorongku perlahan menuju kamarku. Saat aku melangkah masuk ke kamar, tiba-tiba Jordan memanggilku.

"Nin.."

"Ya..?" Jawabku grogi. Aku masih memikirkan kata-kata Jordan barusan. 'Hampir saja aku menggendongmu ke kamar'

"Kalau bisa tidak usah pakai baju indian tadi ya. Kamu kelihatan sangat menggemaskan." Ujarnya dengan senyum manis mematikan yang ia miliki.

Aku terdiam. Setelah aku menyadari betapa malunya aku sekarang, aku segera beranjak ke kamarku untuk mengganti pakaian yang menurut Jordan 'kependekan' ini.

------------------
Aku dan Jordan tiba di sebuah pelataran parkir yang cukup sepi untuk tempat parkir sekecil ini. Lampunya yang kuning memberikan nuansa remang namun megah berjejer di sepanjang jalan setapak yang menghubungkan antara pelataran parkir dan sebuah.. pendopo kecil namun sangat mewah yang dikelilingi berbagai bunga yang sangat cantik bahkan pada malam hari. Jordan segera membimbing tanganku untuk melesat dalam genggamannya dan menggiringku menuju pendopo itu.

Sesampainya di pendopo kecil itu, Jordan segera memanggil seorang pelayan yang dengan sigap menuangkan wine ke dalam gelas di meja kecil yang terletak di sampingku.

Pendopo ini kecil, namun sangat mewah. Detail-detail ukiran pada kayunya membentuk sulur sulur cantik berwarna merah dan emas. Di tengah pendopo ini ada sebuah sofa besar yang lebih mirip tempat tidur berwarna putih yang tidak luput dari sentuhan ukiran emas dan merah. Di samping kanan dan kiri sofa ini terdapat dua meja kecil untuk menaruh minuman dan beberapa bunga. Tempat ini sangat cantik untuk.. berbulan madu misalnya? Plak! Aku menepuk kepalaku sendiri ketika pikiran 'berbulan madu' itu berani-beraninya lewat dalam pikiranku.

"Nin, kamu suka tempatnya?"

"Hem ya, aku suka, tapi kenapa kamu mengajakku ke tempat seperti ini, Jor?"

"Hanya untuk mengobrol. Tempat ini adalah tempat favoritku. Sangat tenang dan privat. Aku banyak menghabiskan waktu disini."

"Dengan Venna?" Toba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulutku tanpa dapat kutahan.

"Bukan. Hanya dengan orang terpilih. Seperti kamu."

"Aku? Terpilih berdasarkan apa maksudmu? Kinerja baik di kantor?"

"Hahaha bukan Anina. Berdasarkan sifatmu yang lucu dan menggemaskan sehingga aku selalu ingin membawamu kesini untuk melepas penat. Aku senang setiap berbincang denganmu. Kamu lucu. Seperti memberi warna bari dalam setiap waktu kamu berbicara."

"Akui saja jika kamu ingin mengatakan aku bawel."

"Yaah sudah ketahuan."

Aku memukul lengannya dan Jordan meringis manja.

"Jor, kamu tadi kenapa? Kamu terlihat sakit dan tiba-tiba terlihat baik-baik saja."

"Tidak apa-apa, Nin. Kan aku sudah bilang hanya lupa minum obat."

"Kamu terlihat sangat mengkhawatirkan."

"Terima kasih telah mengkhawatirkanku, My indian girl. Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan, tapi kurasa saat ini bukanlah saat yang tepat."

"Soal apa?"

"Nanti kamu akan tahu, Nin."

Let me touch youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang