Still but no more

16.6K 634 8
                                    

Aku terpaku menatap Bagas di depan pintu apartemenku. Penampilannya sangat kacau hingga aku hampir tidak mengenalinya sebagai Bagas yang selalu berpakaian rapih dan bersih. Rambutnya kusut, begitu pula dengan kemejanya. Ia masih mengenakan kemeja yang semalam ia gunakan.

"Anina.. Aku minta maaf. Aku bodoh." Ujarnya dengan suara parau yang selalu kurindukan.

"Masuk dulu." Aku bergegas memapahnya ke dalam apartemenku. Bukan, bukan karena aku telah memaafkannya dan mau menerimanya kembali. Aku hanya tidak ingin tetangga-tetangga sebelah apartemenku melihat Bagas dalam keadaan kacau seperti ini.  Beberapa dari mereka memang sudah mengenal Bagas.

Sesampainya di dalam, aku segera menuntunnya untuk duduk di ruang TV. Setelahnya aku segera menyiapkan baju ganti dan menyuruhnya untuk mandi. Semarah apapun aku, aku tidak bisa membiarkan Bagas terlihat kacau seperti ini. Melihatnya seperti ini akan membuat kacau pertahananku.

"Sayang aku ingin bicara denganmu. Aku akan menjelaskan semuanya." Bagas memohon dengan memasang muka yang memelas.

"Pertama, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi. Kedua, aku tidak ingin bicara dengan orang yang bau alkohol. Kamu tau aku selalu membenci bau alkohol. Itupun jika kamu masih ingat."

"Sayang, aku hancur. Aku tidak bisa berpikir kemana lagi harus mencarimu semalaman. Aku hanya ingin bicara.."

"Bicara setelah kamu mandi atau tidak sama sekali."

Bagas segera meraih baju ganti yang telah kusiapkan. Ia berjalan gontai menuju kamar mandi. Jika biasanya aku membiarkannya mandi di kamarku, maka sekarang tidak lagi. Aku menyuruhnya mandi di kamar tamu. Bagas mandi secepat kilat. 10 menit berikutnya ia sudah muncul di ruang tamuku.

"Sayang sekarang kita harus bicara." Bagas menarik tanganku untuk duduk di sebelahnya.

"Bicaralah."

"Aku ingin menjelaskan semuanya. Izinkan aku menjelaskannya tanpa kamu potong. Kamu boleh menanyakan apapun setelah ceritaku selesai. Aku mohon kamu mendengarkanku."

"Deal."

"Kemarin malam aku ingin bertemu klienku di hotel itu. Kami membuat janji akan bertemu pukul tujuh malam. Aku tidak bermaksud untuk bohong kepadamu tapi aku lupa memberimu kabar. Akhirnya klienku ini datang telat, sekitar pukul delapan. Setelah kami lama berbincang aku tidak sadar waktu sudah pukul satu pagi. Aku sangat lelah. Aku menelepon Chika untuk memesankan kamar untukku dan membawakan jas untuk meetingku hari ini. Ketika aku datang ia sedang tertidur. Lalu ia terbangun dan kami mengobrol sejenak di balkon hingga aku terbawa suasana. Aku tidak bermaksud untuk mengkhianatimu Anina. Tidak sama sekali. Maafkan aku Anina. Aku jahat. Aku bodoh."

"Terbawa suasana katamu? Hah. Aku sudah curiga sejak lama kepadamu dan sekertarismu itu. Tapi aku berusaha menyangkal kecurigaanku. Oh ya, siapa katamu tadi? Chika? Sejak kapan kamu punya panggilan kesayangan untuk Riska?"

"Eh uhmm maksudku Riska, Sayang. Aku tidak ada hubungan spesial dengan dia."

"Dengar, apa kamu tau kenapa aku bisa di hotel itu? Riska yang meneleponku. Dia mengabarkanku bahwa kamu sedang sakit dan menginap disana."

"Riska melakukannya?"

"Ya. Apa kamu tau artinya? Ia sengaja melakukannya. Ia ingin aku datang dan melihat kalian sedang bercinta. Aku juga tau pasti Riska sengaja tidak mengunci pintu untukku."

"Maafkan aku, Anina."

"Sekarang lebih baik kamu jujur, Bagas. Aku lelah bermain tebak-tebakan seperti ini. Sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengan Riska?"

"Aku hanya menjadikannya pelarian saat kamu kamu sibuk dalam kasus korupsi orang tua Naras, Anina. Kita semakin jarang bertemu. Aku harus mengurus kantorku di Bandung dan kamu semakin sibuk di Jakarta. Aku kesepian Anina. Ditambah 7 bulan kamu menghilang dalam kesibukanmu dalam kasus itu."

"Berarti sudah.. dua tahun?"

"Maafkan aku, Anina. Aku tidak pernah mencintainya. Aku hanya membutuhkannya saat kamu sibuk dan ia membutuhkanku. Maafkan aku, Sayang. Aku tidak sadar telah sejahat ini. Aku sangat menyesal. Aku bodoh, Sayang."

"Sekarang semua sudah jelas. Kita selesai."

"Sayang, beri aku kesempatan sekali lagi, aku akan memecat Riska dan tidak akan menemuinya sama sekali."

"Jika aku memberimu kesempatan lagi, akan ada Riska lainnya dalam hubungan kita. Hubungan kita sudah cacat."

"Sayang, aku mohon jangan menyuruhku pergi dan jangan pergi dariku. Aku mencintaimu, Anina. Sangat."

"Pergi." Aku segera masuk ke kamarku dan menguncinya. Aku tidak sudi melihat Bagas lagi. Sakit hatiku semakin nyata. Aku tidak mampu merasakan air mataku lagi. Semakin kuingat Bagas, hatiku semakin terasa kebas.

Dua tahun bukan waktu yang sebentar. Aku merasa telah menjadi wanita terbodoh saat ini. Aku telah dikhianati selama ini. Aku kecolongan. Aku kalah. Aku tak ingin mengakuinya tapi aku telah kalah. Aku telah kalah dengan Riska, wanita yang selama ini kupercayai untuk menjadi sekertaris Bagas. Seluruh perhatian dan kesetiaanku untuk Bagas telah kalah oleh kehadiran Riska.

Beberapa saat kemudian aku mendengar pintu apartemenku ditutup.
Bagas telah pergi.
Semua tentangku dan Bagas telah pergi.
Hatiku perih tak terperi.
Hatiku mati.

HAI READERS TERSAYANG
yuk vote dan comment hihi
kalau banyak yang vote dan comment author janji akan rajin update! xoxo.

Love, Author.

Let me touch youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang