2. Untuk Sekali Seumur Hidup

4.5K 428 71
                                    

Larasati termenung di meja kerjanya. Delapan menit lalu Alissa menumpahkan kemarahannya dengan wajah keruh dan sangat tak bersahabat.

"Karena kecerobohan lo, gue dipecat!" Alissa menggebrak meja kerja Larasati.

"Apa yang mbak Lisa maksud? Bukankah itu memang hasil keringat Laras, kalau sampai ini terjadi, ini sama sekali bukan salah Laras," dengan gemetar Larasati berusaha membalas tatapan murka milik Alissa. Bukan salahnya jika kemarin Daniel menemukan desain asli milik Larasati sedangkan ia menerima draft desain dengan tanda tangan Alissa. Dan bukan salahnya juga jika ternyata Daniel mendengar perdebatan mereka tentang desain Larasati yang diakui Alissa sehingga menyebabkan Alissa dipecat dari Il Agnelli pagi ini.

"Jadi... anggap saja ini teguran Tuhan atas semua kelakuan curang yang mbak Lisa lakukan ke Laras," sambung Larasati yang dia akhiri dengan senyuman samar di bibirnya. Setidaknya biarlah... biar untuk sekali seumur hidupnya Larasati berani memperjuangkan haknya.

"Lo...." Alissa mengacungkan telunjuknya tepat di muka Larasati. Matanya melotot seakan mau keluar dari tempatnya. "Lo perempuan ga tahu diri!" Alissa menggeram penuh amarah, "Lo ga tahu terima kasih! Abis ini gue pastiin lo ga akan tenang. Bahkan untuk berdiri di atas kaki lo sendiri... lo ga akan sanggup! Gue pernah ngelakuin itu sekali... bukan berarti gue ga bisa ngelakuin lagi di hidup lo!"

Detik berikutnya Alissa menghempaskan isi meja Larasati. Membuat kertas, pensil warna dan spidol berhamburan lalu menginjaknya. "Lo perempuan hina. Bahkan Narendra ngebuang lo," kata Alissa sesaat sebelum keluar dari ruangan dan membanting pintu setelahnya.

Seluruh tubuh Larasati gemetaran. Kedua kakinya seakan berubah menjadi agar-agar. Dadanya sesak karena kesulitan bernapas. Larasati mengerjapkan matanya beberapa kali. Butuh sekian detik untuk membuatnya memahami rentetan kalimat kasar yang Alissa muntahkan tepat di hadapannya. Dan... dan kenapa Alissa membawa nama Nalendra?

"Ras...." Sebuah suara menyadarkan Larasati. Nadiya, perempuan berjilbab yang tadi sempat menyaksikan kemurkaan Alissa, kini menatap Larasati penuh simpati. Wajah bulat telurnya sedikit menenangkan benak Larasati yang berkecamuk.

"I... iya mbak Nad?" sahut Larasati. Suaranya masih bergetar dan pelan.

"Minum dulu, jangan pedulikan apa yang dikatakan Alissa. Dia hanya sedang emosi. Dia tidak tahu apa yang keluar dari mulutnya," Nadiya mengangsurkan mug keramik warna hitam.

Larasati mengangguk dan menerima mug yang ternyata berisi teh manis. "Ras, abis ini sebaiknya kamu segera ke ruangan Mr. Daniel," kata Nadiya.

Laras mengerjap saat mendengar Nadiya menyebut nama Daniel. Setelah memahami maksud Nadiya, Larasati menganggukkan kepalanya. Kemudian ia merapikan kekacauan yang tadi diakibatkan oleh Alissa. Gerakannya linglung, sedangkan matanya kosong.

"Sudah Ras, biar aku aja yang ngerapiin. Buruan, kamu sudah ditunggu Mr. Daniel."

Larasati menghentikan gerakan tangannya. Kemudian bangkit dari posisinya yang berjongkok. Mengembuskan napas pelan, Larasati meletakkan kertas yang ada di tangannya ke atas meja. "Terima kasih mbak...." untuk teh dan pengertiannya, sambung Larasati di dalam hati. Larasati mengangguk samar kemudian berlalu meninggalkan Nadiya dan beberapa rekannya yang sedari tadi hanya memerhatikan Larasati penuh prihatin.

***

"Duduk," datar, tegas dan penuh penekanan. Tidak ada basa-basi ataupun keramahan. Membuat Larasati menciut dan mengambil gerakan mundur. Mendekat ke arah pintu yang belum ada semenit lalu ia tutup.

"Duduklah!" perintah Daniel lagi. Kali ini dia mengangkat kepalanya dari dokumen yang tadi dia periksa.

Dalam diam, Larasati menganggukkan kepala lalu berjalan menghampiri set sofa yang berhadapan dengan meja kerja Daniel. Suede lembut warna abu-abu terasa nyaman di tubuhnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LarasatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang