"Kenapa kau masih di sini ? Aku sudah menyuruh mu untuk pergi,"
Park Chanyeol pria berperawakan tinggi dengan suara yang menggema itu mengerang kesal ketika ia masuk ke dalam flatnya ia melihat seorang pria yang lebih pendek darinya dengan wajah manis yang sama sekali tak menggugah hatinya, Byun Baekhyun.
Baekhyun yang sedang menonton tv langsung bangun dari duduknya dan menunduk dengan rasa bersalah, atau itu karena dia tidak berani menatap 2 bola mata yang selalu membuatnya merasa lebih kecil dari sekarang. Tangannya tak bisa berhenti meremas ujung bajunya, ia ingin bersuara namun kepanikannya mengambil semua suaranya.
"Pergi." Chanyeol membuka pintu flatnya mepersilahkan Baekhyun untuk pergi dari tempat tinggalnya.
"Tapi aku tak tahu harus kemana,aku tak punya tempat tujuan .."
"Apa wajah ku terlihat aku perduli jika kau punya tujuan atau tidak ?"
Chanyeol menarik kasar lengan lembut milik Baekhyun dan menyeretnya keluar, Baekhyun yang hendak membujuk Chanyeol suaranya terhenti ketika Chanyeol membanting pintu flatnya. Tubuhnya terkesiap mendengar dentuman keras tersebut. Ia ingin mengetuk pintu tersebut namun tangannya sama sekali tak berani untuk mengganggu si pemilik rumah. Alhasil dia hanya bisa terduduk di lobi depan pintu flat Chanyeol berharap Chanyeol mau membukakan pintu untuknya.
Chanyeol adalah seorang hitman atau kau bisa bilang pembunuh bayaran. Keahliannya dalam taekwondo dan membidik dengan tepat, ia gunakan untuk perkerjaan kejam seperti itu. Hati Chanyeol sudah beku karena perkerjaannya yang menuntutnya untuk membuang semua emosinya. Ia tak punya belas kasihan, kebahagian, atau seseorang yang istimewa di hidupnya. Ia tak punya teman atau keluarga, ia hanya memiliki partner sesama pembunuh atau dealer senjata.
Hingga malam kemarin, ketika ia di tugaskan untuk meledakan sebuah group yakuza yang tinggal di Seoul. Semua dinamit telah ia pesang di semua sudut mansion tersebut, ia hanya perlu menunggu pukul 03 pagi hingga semua anggota group kembali ke mansion. Dan ia melihat Baekhyun, di seret melalui mobil limosin glamour, berteriak begitu menyakitkan, kemudian di pukul hingga tubuh mungilnya tak tersadar di depan pintu mansion.
Entah apa yang merasuki pikiran Chanyeol saat itu, ia keluar dari persembunyiannya dan mengalahkan semua orang yang tengah meninju Baekhyun dan menggendong Baekhyun menuju mobilnya dan sebelum semua anggota group sadar adanya keributan di depan kediaman mereka, Chanyeol menekan tombol merah di alat yang ia pegang dan dalam hitungan menit mansion besar itu hancur begitupula isinya, termasuk anggota group tersebut.
Chanyeol sadar menyimpan Baekhyun akan menjadi kerugian besar baginya,maka dari itu ia menyuruh Baekhyun untuk pergi. Ia sendiri merasa menyesal telah menyelamatkan Baekhyun. Berkali-kali ia berteriak dalam pikirannya kenapa ia tidak membiarkan Baekhyun mati,kenapa ia harus menyelamatkan mahluk lemah seperti itu ? Dan hingga sekarang ia belum menemukan jawabannya.
Jam menunjukan pukul 10 malam. Chanyeol hendak mengambil pesanan senjatanya di bandar senjata yang tinggalnya di Busan. Ia menggunakan ripped jeans hitam, kaus putih, dan jaket kulit hitam. Warna hitam sendiri adalah warna kewajibannya, hitam sendiri mendeskripsikan jiwanya yang hitam.
Ketika ia siap untuk berangkat, ia menemukan Baekhyun tertidur dengan posisi meringkuk di depan pintu flatnya. Chanyeol mendesah kesal, kenapa dia masih ada di sini ?
"Yak, bangun." Chanyeol menendang pelan kaki Baekhyun, namun tidak ada respon dari Baekhyun.
Chanyeol merendahkan tubuhnya pada Baekhyun, ia terhenti ketika melihat wajah Baekhyun yang indah ternoda dengan banyaknya luka pukulan. Bibir mungilnya lebam dan ada darah yang mengering di sudut bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELTED.
FanfictionDingin, adalah Chanyeol. Namun semenjak ia menyelamatkan Baekhyun, seiring berjalannya waktu ia makin luluh dan akhirnya menjadi cair. "Aku tak seharusnya menyelamatkan mu, sekarang aku jadi punya kelemahan." - Park Chanyeol "Terimakasih karena tela...