2.

569 42 10
                                    

Kebiasaan buatku saat tengah malam. Kebangun karena haus. Padahal aku udah minum 3 gelas air sebelum tidur. Err.. kebiasaan ini kayaknya susah banget dihilanginnya dari kecil hingga aku udah menginjak remaja. Aku lantas turun ke bawah menuju dapur dengan cara mengendap. Karena aku ga mau membangunkan orang rumah.

Begitu di dapur, aku mengambil gelas dan membuka kulkas untuk mengeluarkan botol air puding alias air putih dingin. Aku meneguk air dingin itu dengan perlahan. Aku sangat suka sensasi dingin yang aku rasakan begitu air dingin itu melewati kerongkonganku. Seger banget rasanya.

Krauk..krauk..krauk

Suara apaan tuh?

Kayak suara nguyah makanan. Ih itu pasti tikus! Wah kok bisa-bisanya ada tikus di rumah gede kayak gini sih.. Aku meletakkan kembali gelas yang udah ku pakai ke westafel. Lalu segera mengambil sapu yang terletak ga jauh dari tempatku berdiri. Mengendap-endap sambil membawa sapu untuk menggebuk tikus itu. Eh tapi itu tikus atau apa ya..atau jangan-jangan malah pocong atau nenek-nenek yang ada di counjuring?! Atau malah maling!

Dengan perlahan aku mendekati suara itu berasal. Hingga sesuatu muncul dari balik meja dapur. Langsung aja ku pukul sesuatu itu dengan sapu yang ku pegang.

"Aww!"

Wah bener nih pasti maling. Gelapnya dapur karena lampu yang di matikan membuat aku ga bisa melihat dengan jelas siapa orang yang kupukul tadi. Dengan sekuat tenaga aku pukul lagi orang itu berkali-kali.

"Woy stop, woyy! Sakit woyy!"

Aku ga mempedulikan rintihan orang yang di hadapanku itu dan terus memukulnya. Secara tiba-tiba orang itu menarik tanganku. Karena tarikannya cukup kuat, membuat tubuhku terhuyung ke depan dan jatuh menimpanya. Hembusan nafas orang itu mengenai kulit leherku. Aku menutup kedua mataku. Tubuhku jadi tegang. Tapi syukurlah itu ga berlangsung lama, karena lampu dapur dinyalakan oleh Oma.

"Ada apa ini?!"

Aku terlonjak kaget begitu dapat melihat jelas orang yang berada di bawahku. Ternyata orang itu cowok dingin tadi, Nino cucunya Oma. Dengan segera aku bangkit berdiri. Malu banget sumpah.

"Kalian ngapain?" Tanya Oma. Menatap bingung ke arahku dan Nino.

Nino berdiri sambil mengusap-usap lengannya. Sepertinya pukulanku tadi cukup keras. "Tanya aja sama orang itu." Jawabnya sambil menatapku dingin. Kemudian ia berlalu pergi.

Aku menelan ludah. Gimana nih kalo Oma tau aku mukulin cucunya itu.

"Gracia, apa yang terjadi?"

Aku menatap Oma. Kalau aku bohong ga mungkin. Tapi kalau aku jujur itu lebih ga mungkin. Duh gimana ya.. ngomong jujur aja deh. "Ehmm i-tu..itu tadi aku denger suara berisik dari dapur. Karena takut itu maling jadi aku pukul aja orang itu. Tapi ternyata orang yang aku pukul itu...Nino. Maaf Oma.." Ujarku menyesal.

Oma tertawa. Ia lalu berjalan mendekatiku. "Ga apa-apa. Harusnya kamu pukulnya jangan pake sapu. Pake aja penggorengan."

"Hah?" Tanyaku heran.

Oma memegang pundakku dan tersenyum tulus. "Sudah sebaiknya kamu balik ke kamar aja."

"Eh iya Oma." Balasku. Akupun meletakkan kembali sapu yang ku ambil tadi, lalu berjalan ke tangga menuju kamarku.

.
.
.

•••

Pagi ini aku udah berada di depan teras rumah Oma. Menghirup udara segar dengan bebasnya. Jakarta kalo pagi itu masih lumayan segar udaranya tapi kalo udah siang engga banget deh. Sambil menikmati udara pagi, aku merenggangkan tubuhku sekedar stretching.

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang