4.

423 30 4
                                    

Suara detik jarum jam menggema di telinga. Suaranya cukup memecah keheningan yang terjadi di kelas ini. Aku mengangkat wajahku lalu menolehkan kepalaku ke depan, ke kiri dan ke samping. Terlihat teman-teman sekelasku yang baru begitu seriusnya mengerjakan soal dihadapan mereka. Pagi ini kelasku mengadakan ulangan sejarah mendadak. Banyak murid yang sempat menolaknya, tapi guru sejarahku yang punya kumis tebal kayak Adam Suseno itu malah mengebrak meja dan menyuruh para murid untuk ga berkomentar. Seketika semua diam dan hanya bisa pasrah menerimanya.

Mataku beralih pada orang di sebelahku. Shami terlihat serius menulis jawaban esai yang begitu panjangnya. Aku membandingkan dengan jawabanku, beda benget. Jawabanku malah cuma seperempat dari jawaban yang Shami tulis. Shami menjawab soal dengan lengkap kayak di bukunya. Sedangkan aku jawab intinya aja dan itupun juga ya semampu yang aku ingat.

Ga lama bel istirahat berbunyi. Terdengar suara kecewa dari para teman-temanku itu. Ada yang teriak karena panik, ada yang karena frustasi dan ada juga yang biasa-biasa aja. Aku bersyukur, aku termasuk ke dalam kategori ketiga. Aku selesai mengerjakan soal ga lama setelah Shami selesai. Shami menghela napasnya lega. Ia menatapku dengan senang. Kayak orang yang baru bebas dari tahanan. Aku tersenyum kepadanya. Akhirnya kami berdua mengumpulkan soal dan lembar jawaban barengan.

"Waktunya habis, waktunya habis! Ayo, anak-anak kumpulkan segera! Kalau dalam hitungan kesepuluh belum mengumpulkan, Bapak tinggal dan tidak akan diterima." Ujar Pak Guru yang aku lupa namanya itu.

Semua murid yang masih mengerjakan langsung buru-buru mengumpulkan. Pak Guru udah mulai melangkah pergi. Membuat murid yang baru mau mengumpulkan mengejarnya keluar kelas.

"Hah. Beginilah suasana kalo ada ulangan mendadak Grac." Shami geleng-geleng kepala melihat tingkah teman-temannya itu.

"Emang setiap ulangan begini?"

"Iya kalo mendadak. Tapi kalo udah dikabarin sebelumnya dan gurunya juga enak sih ga bakalan tuh ada acara kejar mengejar." Jawabnya sambil terkekeh.

"Tapi walaupun guru-guru yang ga enakin kayak Pak Bambang itu, kalo udah ngasih nilai ga bakal pelit. Malah guru yang keliatannya baik malah pelit nilai." Lanjut Shami lagi.

Aku manggut-manggut mendengar perkataan Shami. Diluar sih boleh keliatan galak tapi dalamnya engga. Begitupun sebaliknya.

"Haduh parah emang dah tuh Guru. Kebiasaan banget dari dulu kalo ulangan mendadak mulu, mana esai lagi." Dumel Angel yang di duduk di depan mejaku dan Shami.

"Untung guru, coba kalo bukan." Celetuk Desy sambil mengacungkan tangannya.

"Emang kalo bukan mau lo apain Des?" Tanya Shami

"Kalo bukan udah gue ajak piknik ke Ragunan biar dia tau gimana rasanya menjadi seorang pelajar yang dihantui oleh ketakutan bayangan remedial." Ujar Desy sok diplomatis.

"Jahh. Dia juga harus merasakan gimana rasanya kehilangan pulpen dalam waktu rentan 5 detik." Balas Angel yang juga bicara dengan nada diplomatis.

Aku tertawa ngakak mendengar perkataan mereka, terlebih si Desy. Selama beberapa hari ini aku dibuat ga bisa berenti ketawa sama banyolannya. Beruntung juga Desy duduk di depanku bersama Angel. Jadi bisa untuk hiburan juga kalo lagi pusing sama pelajaran.

"Ada-ada aja lo pada. Hahahaha, Gue rasa otak kalian masih ngebul gara-gara ulangan tadi. Udah mending kita ke kantin. Biar lo pada sehatan dikit abis makan lontong sayur." Ajak Shami yang masih tertawa dengan tingkah kedua temannya itu.

"Yuk Grac, ke kantin! Ga bawa bekel kan?"

Aku menggeleng. "Engga kok."

Baru berjalan beberapa langkah. Secara tiba-tiba aku dikagetkan oleh tangan Shami yang kini udah melingkar di pundakku. Aku menatap bingung Shami, tapi ia malah menaikkan sebelah alisnya tanpa melepaskan rangkulannya. Dan kembali melanjutkan jalannya. Shami berjalan sambil merangkulku tanpa mempedulikan tatapan dari orang-orang sekitar. Berbeda denganku, aku malah menundukkan kepalaku karena risih menjadi pusat perhatian dari orang-orang. Tapi aku ga berniat untuk melepaskan rangkulan Shami itu.

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang