New York High School dulunya bangunan tua mengerikan yang terbengkalai. Merupakan sebuah sekolah sekitar abad tujuh belas yang bernama Johannes Academy. Hancur karena perang dan kemudian direnovasi ulang menjadi bagunan yang sekarang ini. Dulu bangunan itu, sekolah khusus bagi kaum bangsawan.
Meski sekolah ini telah direnovasi, herannya, sifat buruk para bangsawan kaya pada masa lamapau seolah tidak enyah dari sekolah. Para siswa menerapkan sistem hukum rimba : siapa yang kuat, dia yang berkuasa. Juga sistem kasta. Banyak yang tertindas, tidak sedikit yang menindas.
Jennifer berjalan pelan siang itu. Jam makan siang sudah dimulai beberapa menit yg lalu, tapi kafetaria penuh sekali. Dia tidak sendirian. Tentu saja, karena teman-teman akrabnya begitu yang selalu Jennifer bilang kepada orang-orang. Mengikutinya dari belakang. Bukan hanya perempuan, tapi ada beberapa anak laki-laki berwajah seram, layaknya bodyguard.
"Mengapa anak-anak itu mau jadi budaknya Jennifer, sih?" Tanya Kara kepada Mike yang sedang memperhatikan es batu dalam limunnya. Seolah-olah ada bakteri kecil yang menempel pada es batu itu.
"Dia kan, gadis terpopuler di sekolah ini. Wajar saja dia banyak pengikut dan dayang-dayang." Mike memberi jawaban.
Kara mendengus. Dia sama sekali tidakk pernah menyukai Jennifer. "Tapi kan, dia keterlaluan sekali. Suka menindas orang-orang lemah."
"Hmmmm ..., lalu kita bisa apa? Kalau kita melawan, maka kita akan menjadi bulan-bulanan. Kalau aku sih, lebih baik diem saja. Aku tidak mau ditertawakan semua siswa karena melawan Jennifer. Dia bisa melakukan apa saja, untuk menghancurkan hidup sesorang." Jelas Mike.
Mike ada benarnya sih. Saat sekarang, percuma saja Kara memberanikan diri memarahi Jennifer karena sikapnya yang menjengkelkan. Itu sama saja bunuh diri. Kara menyambar sebuah apel. Lalu mengunyahnya.
"Akhir pekan nanti aku akan pergi ke Manhattan. Kamu tahu, sudah lama sekali aku tidak berkunjung kesana. Aku rindu pada Central Park." Mike menerawang sambil senyum-senyum.
"Kamu sih asik, bisa pergi saat hari libur. Nah aku, selalu saja diam sambil nonton Guruku Kekasihku, film favorit Esme, em ... maksudku ibuku, yang tidak ada bagus-bagusnya. Padahal beliau sudah nonton film itu berulang-ulang," Jelas Kara. Satu hal yang tidak akan terlupakan oleh Kara adalah ibunya sempat menangis saat adegan yang memang Kara akui sedih. Di dalam film itu, si Guru meninggal karena sebelumnya dia mengalami kecelakaan.
Mike cekikikan. "Mengapa kamu tidak ajak ibumu pergi keluar sesekali?"
"Percuma Mike. Dia tidak akan mau mengajakku liburan sampai musim panas berikutnya datang. Dan terkadang dia lupa dengan janjinya sendiri."
"Mungkin nanti sikap ibumu akan berubah, Kara."
Kara mengangguk lesu. Perkataan Mike benar juga.
Di seberang sana, di barisan meja lain, segerombolan anak populer membuat ulah. Korbannya, seorang anak laki-laki bertubuh gempal dengan rambut merah. Anak itu terjatuh dan menimpa nampan makanan yang dibawanya. Makanan pun berserakan di mana-mana. Selalu saja hal itu terjadi di sekolah mana pun. Penindasan.
"Aku sarankan, ya ... lebih baik kamu diet, deh!" Tucker si Anak berkulit hitam berkata dengan nada mengejek. Anak berambut merah tebal itu hanya diam.
"Dasar anak-anak nakal, sudah beberapa kali aku bilang, jangan membuat jantin jadi kotor!" Itu adalah suara Mr. Mind, pegawai kantin yang selalu mengomeli siapa pun yang membuat kantin kotor. Wajahnya saja sudah mulai keriput. Pdahal umur Mr. Mind belum terlalu tua. "Sekali lagi kalian membuat ulah. Aku akan menghukum kalian membersihkan piring seharian!"
"Huuu ...!" Seru merka berpura-pura takut. Ketika Mr. Mind pergi dengan wajah dongkol, mereka kembalu tertawa. Lebih keras dari sebelumnya. Seperti biasa.
Mike meneguk limunnya sampai habis. "Oh, ya aku mendengar desas-desus."
"Desas-desus apa?"
"Kabarnya akan ada murid baru. Dari berita yang aku ketahui, anak itu dari keluarga orang kaya, keluarga Dr. Potter. Itu lho ilmuan yang berbakat dan sangat pintar."
Kara tidak terkejut. "Oh, benarkah? Baguslah."
"Aku rasa akan banyak yang mengagumi anak Dr. Potter," jawab Mikr. "Andaikan, aku juga anak dari orang-orang terkenal di kota ini. Pasti aku sudah menjadi superstar dan diperebutkan para gadis."
Kara manyikut lengan Mike dengan sikunya. "Di dalam mimpumu, Mike."
Kara menggerutu di tengah jalanan kota yang mulai hening. Bagaimana tidak? Itu karena Mike tega meninggalkannya sendiri di toko baju rajutan yang terkenal di New York. Sayangnya, khusus cowok saja. Padahal, dia sudah berjanji untuk pulang bersama, tapi nyatanya Kara malah ditinggal sendiri.
Kara mengomel sendiri. Di atas pohon, burung kecil terlihat bingung melihat ekspresi marah dan kaku dientak-entakkan oleh gadis itu. Sesuatu bergetar di dalam kantong celana Kara. Ponselnya berdering. Segera dia ambil hp itu. Tertera tulisan 'Mom' di layar ponsel dan Kara mengangkatnya.
"Halo?"
"Kara, kamu dimana sekarang?"
"Aku masih dijalan. Sebentar lagi akan sampai di rumah."
Kara mendengar ibunya mendesah khawatir. "Tidak baik keluyuran sore-sore begini. Apalagi kamu anak perempuan. Ayo, cepat!"
"Iya, Mom. Aku akan baik-baik saja. Dah ya!"
Kara memutuskan sambungan. Selain dari sifatnya yang tidak tahu menahu, Ibunya jarang sekali memperlihatkan sisi khawatir kepada anaknya ini. Biasanya ibunya tidak akan bertanya ataupun tidaj pernah menelpon jika Kara belum juga pulang. Karena itu tidak biasanya sore itu menelpon. Tumben sekali. Kara berjalan di terotoar. Langit semakin gelap, dan kara bisa merasakan angin yang menderu lembut. Dia meraskaan sebuah kehadiran.
Kara menengok ke belakang. Yang dia lihat hanya daun-daun yang bergoyang ditiup agin. Kara mempercepat langkahnya. Perasaannya mulau tak karuan. Dia merasa ada seseorang bersembunyi di sekitar tempat ini, menunggu waktu yg tepat untuk mengejutkan Kara.
Kara merasa tidak aman.
Sresshhh... sebuah bayangan cepat baru saja melesat membuat rambutnya berkibar. Apa itu tadi? Tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada bunyi-bunyi dari semak deket trotoar.
"Siapa? Jangan main-main!" Kata Kara. Dia mulai jengkel. Dia tidak suka di takut-takuti.
Terdengar bunyi desahan napas. Bulu kuduknya Kara merinding. Bunyi desahan itu berada tepat di belakang lehernya. Ada seseorang yang mendesahkan napasnya kepadanya. Dengan cepat, Kara membalikkan badan. Dia tidak menemukan pemilik desahan itu.
"Hei, Kara." Seseorang menyapa Kara dari kejauhan. Dia adalah teman kelas Kara yang lain. Bella. "Sedang apa kamu sendirian di sini?"
"Eh... anu, aku tidak tahu juga, mengapa aku berdiri di sini. Rasanya ada seseorang yang mengikutiku," ujar Kara. Dia merasa seperti orang bodoh sekarang.
Bella mengangkat alis. "Kamu mau pulang bersamaku? Lagian, aku juga tidak ada teman."
Kara mengangguk pelan. "Ba-baiklah, aku juga ingin pulang."
"Itu tadi apa, ya?" Kara membatin. Sekali lagi dia menoleh kebelakang, ke tempat dia merasakan kejanggalan itu. Dan rupanya, tepatnya seorang perempuan, berdiri menatap Kara dan Bella sambil tersenyum aneh.Siapa perempuan itu?
Kalimat yang sampai malam ini masih menumbuhkan pertanyaan. Dia tidak mengerti pada apa yang menimpanya sore tadi. Kara tak habis pikir, tumben sekali dia mengalami keanehan seperti itu. Karena keanehan yang pernah dia temukan hanyalan saat hamster milik Mr. George, guru Biologi di kelasnya, mendadak keluar dari rak yang berisi tumpukan toples-toples berbau bacin di samping model peraga dari plastik. Padahal hamster itu sudah 2 hari ilang tanpa jejak.
"Aku ngantuk sekali." Kara bergumam. Dia menjatuhkan diri ketempat tidur. Tugas bahasa inggris ini membuatnya patah semangat.
"Kara, ada telepon dari temanmu," teriak Samuel dari bawah. Dia adalah saudara laki-laki yang menurut Kara menyebalkan. Sering membuat onar. Bahkan, Kara pernah meledak-ledak saat Samuel menyembunyikan aksesoris milik Kakaknya itu. Hingga rumah ini terasa habis dilanda gempa besar.
"Bilang saja aku lagi tidak enak badan."
"Kamu berbohong lagi!" Samuel menyeru lagi.
Kara jengkel. "Sudah, bilang saja seperti itu. Aku memang butuh istirahat."
Beberapa detik setelah itu Kara langsung memejamkan matanya dan tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure blood
Fantasyperkenalkan namaku kara davies. aku sekolah di New York high school. aku mempunyai 2 teman.. yg pertama bernama mike.. aku kenal mike sejak kelas XI dan waktu itu mike adalah anak pindahan dari Manhattan.. dan 1 lgi namanya mark.. dia adalah anak da...