Part 2

3.3K 220 5
                                    

-Author pov-

Di sebuah apartemen terlihat jam menunjukkan pukul 11 malam. Disana ada seorang yeoja yang berwajah manis, namun ada jejak air mata yang jelas terlihat di pipinya dan matanya yang bengkak. Juga ada banyak tisu yang bertebaran di lantai apartemen tersebut. Dihadapan yeoja itu ada seorang namja yang senantiasa menemaninya di segala kondisi apapun. Namja itu -Jimin- berusaha untuk menenangkan Minhae. Yaa, mencoba untuk menyusun kembali hati minhae yang sudah dihancurkan oleh namja sialan bernama joosuk itu. "Sudahlah, Minhae-ya. Kau tak usah memikirkan namja itu lagi"ucap Jimin."Bagaimana.. bagaimana bisa aku tak memikirkannya,Jimin? Aku sangat menyukainya. Ani, bahkan aku mencintainya. Aku sangat percaya padanya, bahkan aku pernah membayangkan akan berkeluarga dengannya dan memilik anak-anak yang lucu. Tapi.. tapi apa? Ia dengan mudahnya beralih ke yeoja sialan itu. Apakah aku se-membosankan itu Jimin-ah?"tanya Minhae dengan mata berkaca-kaca."kau tak membosankan Minhae-ya. Jika aku bosan, mana mungkin aku mau berteman denganmu selama 8 tahun"Ucap jimin.'dan menyimpan rasa ini selama 7 tahun belakangan'Sambungnya dalam hati. "Jinjja? Lalu kenapa 'dia' meninggalkanku demi yeoja itu jimin-ah? Apakah.. apakah aku jelek? Atau.. apakah aku.. tak pantas dicintai? Seburuk itukah aku ini jimin-ah??"ucap minhae lagi disertai air mata yang lagi2 menbanjiri pipinya. "Dengarkan aku Minhae. Kau ini cantik, baik, pintar, dan ramah. Tak ada orang yang tak menyukaimu. Kau juga berhak dicintai oleh orang yang pantas bersamamu. Bukan seperti 'dia' yang membuatmu begini" jelas jimin sembari menghapus air mata minhae. "Nah, sekarang hampir tengah malam. Tidurlah minhae-ya. Aku akan membereskan tisu2 ini"ucap jimin lagi."Ne, jiminnie. Gomawo sudah mau mendengar ceritaku" ucap minhae sembari menuju kamarnya."Ne, gwaenchana"balas jimin setengah teriak karena minhae sudah dikamarnya.

-Jimin pov-
Aku berada di ruang tv apartemennya minhae. Aku sudah selesai membersihkan ruang tv dari tisu yang betebaran tadi. Masih teringat jelas di otakku perkataannya tadi yang membuatku sedih sekaligus sakit mendengarnya. Sedih, karena mengapa harus ia yang mengalaminya dan sakit karena beberapa perkataanya yang jujur saja melukaiku. Tapi tak apa, aku akan berusaha membuatnya menyukaiku dan melupakan namja itu. Aku pun masuk ke kamar minhae untuk mengambil bantal. Ketika aku membuka pintu kamar, aku mendengar suara isakan dari kamarnya.'apa ia belum tidur?'pikirku. aku segera menghampiri tempat tidurnya. Ia tertidur pulas, namun ia menangis dalam tidurnya. Lihatlah apa yang kau buat pada Minhaeku, Joosuk. Aku tak akan membiarkanmu atau siapapun melukai minhaeku lagi. Aku segera membenarkan selimutnya minhae, mengusap air matanya dan segera mengambil bantal dan selimut lalu menuju tempatku tidur seharusnya. Di sofa ruang tv.

-Minhae pov-

'Oppaa, kembali. Jangan putus dariku. Jangan tinggalkan aku oppa!!'yeoja itu berteriak 'Mianhae minhae-ya. Kau tak pantas untukku. Dan aku tak menyayangimu lagi. Rasa itu sudah lama hilang ketika kita pisah kampus. Aku sudah menemukan penggantimu minhae, yang lebih baik.' 'Aku akan berubah menjadi seperti yang kau mau oppa. Aku janji. Kembalilah oppa, aku tak bisa hidup tanpamu' 'sudahlah minhae. Yeojachinku sudah menungguku. Annyeong' namja itu berlalu dengan cepat ' andwae oppa. Andwaee!!..' "OPPAA!!!" Teriakku sambil terbangun. Apakah itu mimpi? Sepertinya iya. Mimpi buruk yang berasal dari kenyataan. Haah, malangnya nasibmu Minhae.., aku pun melihat jam dan sekarang pukul 8. Dan kebetulan kampusku libur selama beberapa hari ke depan, jadi aku bisa beristirahat cukup setelah mengalami kejadian yang menyeramkan. Aku segera mandi dan membereskan kamarku. Setelah semuanya siap, aku menuju dapur. Aku hampir lupa bahwa jimin menginap dirumahku. Ketika aku melewati ruang tv, bisa kulihat ia masih tertidur dengan pulasnya. Akupun segera memasak sarapan. Aku membuat kimchi, ramyun dan ayam goreng kesukaan jimin. Aku baru saja akan nemanggilnya ketika ia tiba2 masuk ke dapur. "Pagi jiminnie~ bagaimana tidurmuu?"tanyaku padanya. "Pagi minhae-ya. Tidurku lumayan nyenyak"ucapnya dengan suara seraknya karna baru bangun"kau masak apa?"tanyanya sambil melihat apa yang kumasak. "Aku memasak kimchi, ramyun dan ayam goreng kesukaanmu"jawabku seadanya. "Baiklah. Aku mandi dulu, ne?"katanya tanpa menunggu jawabanku. Untung saja jimin tak menyadari kesedihanku yang sedang susah payah kututupi. akupun segera menyiapkan masakanku.

-Jimin pov-

Aku hampir tak tidur semalaman. Aku mendengar suara isakan dari kamar minhae. Ya, ia menangis dalam tidurnya. Hingga tadi pagi yang paling parah. Ia sampai berteriak sangat kuat karena mimpinya akan namja sialan itu. Aah andai saja di dunia ini tak ada hukum, pasti sudah kububuh namja itu, yaa meskipun minhae mencoba menutupi rasa sedihnya, aku dapat mengetahui isi hatinya yang hancur beratakan. Aku segera menyelesaikan mandiku dan bergegas menuju dapur karena takut minhae menungguku kelamaan sehabis berganti baju. Ketika sampai di dapur, aku melihatnya memikirkan sesuatu. Hingga ia tak menyadari aku tengah memperhatikannya, lalu ia tersentak dan langsung menyuruhku duduk dengan gelagapan. Kami pun makan berdua dengan hening. Entah seperti apa suasana yang tercipta sekarang. "Jiminnie..""Ne? Wae?" Akhirnya kami keluar dari suasana aneh tadi. "Ada yang mau kubilang kepadamu. Dan ini serius"jawabnya datar. Oow, sepertinya kami masih di suasana tadi. "A-apa itu?"jawabku ragu. "Sepertinya.. aku tak percaya lagi akan cinta"""MWOYAA?!? Uhuk uhuk" ucapku setengah tersedak mendengar ucapannya. "Ya, aku tak percaya lagi pada cinta. Cinta itu hanya omong kosong belaka dan hanya oranga2 bodoh sajalah yang mempercayainya"ucapnya dengan wajah sedatar dan setenang mungkin. "Mengapa kau berpikir seperti itu, minhae-ya?"tanyaku tak habis pikir. "Karna cinta aku hancur seperti ini jimin-ah. Dan lagi.., kurasa aku telah menutup hatiku untuk selamanya. Sebab mempercayakan hati kita untuk dijaga seseorang tak selalu mulus dan bisa dijaga denga baik."jelasnya. Astaga, apakah ia minhae yang kukenal?? Dimana minhae yang selalu berjuang disegala kondisi apapun dan selalu ceria? Dan lagi.., ia telah menutup hatinya untuk siapapun, bahkan sebelum aku sempat memasuki hatinya. Kenapa dunia begitu kejam? Kenapa harus minhae yang diperlakukan tak baik oleh namja sialan itu? Kenapa tak yeoja gatal itu saja? Kenapa harus minhaeku? "Jiminnie? Kau mendengarku?"ucapnya menyadarkanku. "A-ah ne, aku dengar. Apa kau serius dengan perkataanmu tadi?" Tanyaku memastikan."aku yakin jimin..sudah cukup hatiku ini dipermainkan. Aku tak akan percaya lagi pada cinta."ucapnya mantap"tapi.., aku minta 1 hal padamu jimin.." sambungnya lagi. "Aku minta.., kau jangan meninggalkanku sendiri. Karna.. aku cuma punya kau saja jimin." Katanya setengah terisak. Oh tuhan.., ini pilihan yang berat, aku bisa berada di sisinya tiap saat membuatku senang.., tapi aku juga tak bisa memilikinya seutuhnya. Aku hanya bisa menjadi sahabatnya. Tak lebih. Apakah harus kukubur rasa ini dalam-dalam? Sepertinya harus, meski terpaksa. "Baiklah.., aku akan menemanimu di segala kondisi apapun. Aku janji" ucapku sambil menenangkannya. 'Meski aku harus membuang perasaanku jauh2, untukmu kulakukan semuanya minhae. Demi kebahagiaanmu'. Akupun memaksakan diriku tersenyum agar ia bisa tenang dan ceria lagi. Aku rela ia bahagia, meski aku terluka. Mungkin ini aneh, tapi inilah bukti cintaku padanya. Saranghae Lee Min Hae. Semoga suatu saat nanti aku bisa memilikimu seutuhnya dalam hidupku. Aku menyadari tugas desainku yang terbengkalai dan segera pamit pulang ke apartemenku sambil menenangkan hatiku yang seperti ditusuk ribuan jarum.

-Minhae pov-
Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Jimin. Ia selalu bisa membuatku nyaman bersamanya. Aku rasa hanya ia lah kebahagiaanku setelah orangtuaku. Mengapa joosuk oppa tak seperti jimin? Mengapa ia harus seberengsek itu? Haah. Entahlah, aku tak mengerti. Sekarang aku tak percaya lagi pada cinta. Aku tak peduli lagi apa kata orang jika mereka tahu aku begini. Yang penting aku masih memiliki sahabat yang sudah seperti oppaku yang bisa mengerti aku apa adanya. Kuharap jimin bisa menemukan tempat hatinya berlabuh yang cocok. Jangan seperti aku yang malang ini. Jimin tiba2 pamit pulang, karna tugas desainnya yang harus ia siapkan. Aku pun mengantarnya sampai pintu dan melihatnya pergi. Tuhan.., kenapa joosuk oppa tak kau buat sebaik jimin? Kenapa? menyadari airmataku akan mengalir, akupun segera masuk ke apartemenku dan beristirahat. Melupakan sejenak kenyataan pahit yang sedang terjadi padaku

Tbc.
Huwaa jadi juga part 2 nyaa. Doakan ajaa yaa cerita ini idenya lancar terus. Amiin

Vomment juseyo
*Chanri-ya*

Fall (jimin fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang