Part 4

2.2K 177 4
                                    

-Jimin pov-

Kami sudah sampai di apartemenku. Namjoon hyung tak bersama kami. Ia tinggal dengan teman kecilnya yang bernama Kim SeokJin hyung. Di apartemenku ada Aric dan Minhae. "Ceritakan padaku sekarang."ucap aric. Akhirnya aku dan minhae pun menceritakan semuanya hingga minhae teringat lagi tentang namja sialan itu."Apa-apaan namja itu! Apa maksudnya memperlakukan minhaeku seperti itu?!?"ucap aric kesal. Yaa, kami sudah menganggap minhae adik kami sendiri. Lalu aku menceritakan tentang minhae yang tak percaya lagi akan cinta. "APA?!? JINJJA?"ucap aric sangat kaget. "Ne, itu benar"jawab kami berbarengan. "Jadi kau bagaimana jimin??"tanya aric yang sontak membuatku terkejut. Mengapa ia bisa kelepasan bicara saat seperti ini?!?. Aric langsung menutup mulutnya. Aku segera memalingkan wajahku dan mendapati minhae tengah menatap kami dengan penuh tanda tanya.

-Aric pov-

Astagaa?!?! Apaa yang baru saja kukatakan?!? Bagaimanaa inii jika minahe curiga?? Astaga kenapa aku bisa kelepasan saat seperti ini?!?."ehm.., bisakah kita melanjutkan pembicaraan ini besok atau lusa? AKu baru ingat aku punya urusan lain"ucap minhae tiba2. "A-aah, jinjja? Baiklah. Perlukah kuantar?"tawar jimin pada minhae. "Ani, jimin-ah. Gomawo. Aku pulang dulu jimin, aric. Sampai jumpa lagii~"ucap minhae agak canggung sambil berlari keluar. Tinggallah aku dan jimin di ruang tv. "Ya! Bagaimana bisa kau kelepasan seperti itu?!?"ucap jimin padaku."Mianhae jimin-ah. Aku kelepasan. Mianhaeyo~"ucapku memohon. "Hhh, ne. Sudahlah lupakan saja yang barusan. Kau mau istirahat? Akan kuantar ke kamar"tawar jimin padaku. "Baiklah. Aku juga merasa sangat kecapekan"ucapku padanya dan mengikutinya ke kamar.

-Minhae pov-

Apa maksud perkataan aric tadi?? Apa maksudnya bagaimana dengan jimin? Apa jangan2.., jimin menyukaiku?!? Aah sepertinya iya. Kalau kupikir2 ia selalu ada disaat aku membutuhkannya, dan dia selalu menjagaku seperti seorang namjachinku, padahal ia hanya sahabatku. Dan banyak yang mengira bahwa kami pacaran. Yaa, sepertinya jimin menyukaiku. Tak ada cara lain lagi, aku harus menjauhinya. Karna aku masih trauma pada namja dan cinta. Tuhan, maafkan aku, tetapi aku terpaksa melakukan ini. Tapi.., mengapa aku merasakan sakit yang melebihi sakit yang dibuat joosuk oppa padaku?!? Kenapa aku ini? Apakah aku sakit? Apakah ada obat untuk penyakit sepertiku? Akupun memutuskan untuk pergi ke taman kesukaanku untuk meredakan sakit ini.

-Jimin pov-

Aku masih ingat bagaimana tingkah minhae saat pamit untuk pulang. Ia langsung berlari keluar dari apartemenku. Haah, kenapa ini makin rumit saja?!? Jujur saja, aku tak menyalahkan aric, aku tau ia tak sengaja. Aku hanya menyalahkan keadaan. Mengapa semua harus seperti ini? Kenapa harus minhae yang tersakiti seperti itu? Aku berharap minhae segera melupakan perkataan aric. Aku segera mengambil jaketku yang tersampir di kursi dan membuat note untuk aric. Ya, ia tertidur sekarang dan aku berniat mencari udara segar. Setelah meletakkan note itu di meja, akupun segera pergi mengikuti kemana kakiku ingin pergi sambil menenangkan pikiranku.

-Aric pov-

Aku terbangun dan mendapati aku sendiri di kamar. 'Kemana jimin??'batinku. Dan pertanyaanku langsung dijawab oleh secarik kertas yang berada di meja. 'Aric-ah, aku mencari udara segar sebentar. Jika kau mau menyusulku aku berada di taman dekat apartemen. Hanya 1 blok dari apartemenku. -JIMIN-' Baiklah, kurasa aku harus menyusulnya, karna jujur saja aku bosan berada di ruang tertutup sendirian dalam waktu yang lama. Aku segera mengambil snapbacku agar rambutku tak terbang2, menyadari ini musim gugur dan banyak angin, dan aku juga telah mengenakan jaketku. Akupun berjalan seperti instruksi jimin di notes tadi. Aku hampir sampai disana ketika melihat jimin dan minhae disana. Apa mereka janjian? Tapi sepertinya tidak. Aku hanya bisa membelalakkan mataku saat melihat kejadian itu.

-Jimin pov-

Aku sampai di taman, dan mendapati minhae disana. Tetapi.. ekspresinya tak bisa dijelaskan. Antara sedih, bingung, kecewa, semua bercampur jadi satu. "Minhae-ya!" Sapaku padanya. "Ji..jimin-ssi"aku terkejut bukan main. Ia tak pernah memanggilku dengan embel2 ssi."y-ya.., mengapa kau memanggilku dengan panggilan seperti itu?""maafkan aku jimin-ssi, sepertinya kau harus memanggilku minhae-ssi sekarang." BOOM! Aku terkejut hingga tak bisa berkata lagi. Mengapa ia jadi dingin seperti ini? Apa yang terjadi?"K-kau kenapa minhae-ya?""SUDAH KUBILANG PANGGIL AKU MINHAE-SSI!"teriaknya frustasi. Dapat kuliha bulir bening mengalir dari matanya. Aku tak bisa melakukan apa2 lagi, hanya deru napasku dan mataku yang melototlah yang membuktikan aku masih hidup. "Menjauhlah dariku jimin. Aku bukan perempuan yang pantas untuk jadi yeojachinmu. Kau tak boleh menyukaiku." Ucapnya di sela2 tangisnya. Ternyata ia menyadarinya dan hal yang kutakutkan terjadi. Apakah aku tak boleh memilikinya? Salahkah aku berharap ia akan menjadi teman hidupku?."mengapa.., mengapa tak boleh minhae-ssi? Apa karena aku tak pantas jadi teman hidupmu? Apa karena aku tak seperti joosuk? Apa.., apakah aku tak pantas menyukai seseorang..?"ucapku sambil menahan air mata yang bisa meluncur kapan saja."Ani.., tak seperti itu. Hanya.., kau terlalu baik untuk yeoja sepertiku."ucapnya datar."Apakah aku tak boleh memperjuangkan cintaku padamu?" Ia hanya terdiam. Hanya itukah alasanmu minhae?"Dan lagi.., aku tak akan pernah berurusan dengan cinta. Apa kau lupa? Jadi lebih baik kau lupakan aku untuk selamanya jimin-ssi."ucapnya sambil meninggalkanku di taman sendirian. Aku terduduk lemas di tanah. Mengapa jadi begini? Apakah aku tak boleh menjaganya lagi? Tuhan, kau boleh ambil apa saja dariku, tapi kumohon jangan dia. Jangan dia yang kucintai. Karna dialah aku bersemangat tiap hari. Tanpa kusadari, air mata yang sedari tadi kutahan jatuh juga. kubiarkan mengalir sebagai tanda betapa hancurnya perasaanku."aku melihat semuanya. Maafkan aku. Andai saja aku tak kelepasan bicara"ucap aric sambil mengelus pundakku yang bergetar. Aku hanya membalasnya dengan isyarat 'oke, aku tak apa'"mana mungkin kau tak apa2 dengan kondisi seperti ini? Kajja kita pulang. Kau harus mengistirahatkan badanmu, juga hatimu."ucap aric sambil membantuku berdiri. Apakah ini akhirnya? Apakah aku memang tak ditakdirkan bersamanya?.

-Minhae pov-

Sekarang aku berada dikamar apartemenku yang gelap, seperti gelapnya hidupku. Aku tak tau bagaimana bisa aku membentak jimin seperti tadi. Yang bisa kurasakan hanya satu. Penyesalan. Aku menyesal karena sudah melukai jimin. Jujur saja aku tak bisa menatapnya saat bertemu di taman tadi, aku takut akan membuatnya semakin terluka melihat keadaanku yang sudah berantakan. Sebenarnya aku tak bermaksud membentaknya. Tapi entah darimana aku bisa membentak dan teriak di hadapannya. Maafkan aku jimin. Maafkan aku.., semoga kau menemukan yeoja yang lebih baik dariku.

-Aric pov-

Aku tak tau harus bagaimana. Mereka sama2 penting bagiku. Aku tak ingin kehilangan satu dari mereka. Jimin sedang tidur disebelahku. Ia kelihatan sanga kecapekan setelah kejadian itu, sedangkan minhae.., aku tak berani meline nya. Mungkin ia sedang tidur atau merenungi apa yang sudah terjadi. Apa yang harus kulakukan untuk kedua sahabatku ini?? Akhirnya akupun mandi sekaligus menenangkan diri.

-Jimin pov-

Aku terbangun ketika mendengat suara pintu dibuka dan tertutup lagi. Mungkin itu aric. Aku terbangun, namun aku merasa sangat capek. Baik hati maupun fisikku. Aku mulai menangis lagi. Aku ini cengeng ternyata. Pantas saja minhae tak mau bersamaku. Pantas saja ia lebih memilih joosuk daripada aku. Baiklah minhae, sepertinya kau bukan takdirku. Aku terpaksa harus melupakanmu. Bukan karna aku membencimu, tapi, aku tak sanggup berada di sisimu seperti biasa disaat kau sudah mengetahui perasaanku. Tiba2 pintu terbuka dan tampak aric sangat terkejut melihatku menangis lagi."YA!Jiminnie, mengapa kau menangis lagi." "Aku menyadari 1 hal. Aku yang cengeng ini tak pantas untuk minhae." Ucapku yang membuat aric terkejut. "Apa maksud.." "yeoboseyo? Eomma? Ini jimin. Aku akan pulang besok pagi. Ne. Jemput aku jam 11 di stasiun ne? Gomawo eomma." Ucapku mengakhiri telpon. "YA!!JIMIN! APA KAU GILA?!?"teriak aric frustasi "ya. Kau benar. Aku gila. Gila akan cinta yang tak terbalas. Maafkan aku aric. Biarkan aku menengkan diri dirumah eommaku." "Kau mau menyerah?" "Tidak. Aku hanya perlu menjauh darisini untuk sementara. Memulihkan lagi energiku untuk berjuang." "Kapan kau akan kembali?"ucap aric tenang. Sepertinya ia mengerti kondisiku. "Molla. Yang jelas jika aku akan kembali. Aku akan mengabarimu." Akupun segera memasukkan baju2ku ke dalam koper. Aku sudah memesan tiket. Hanya tinggal berangkat saja besok. Akupun menulis surat untuk minhae. Kuharap ia mau membacanya nanti. "Aku titip ini padamu."ucapku. "Untuk minhae?" "Ne. Gomawo mau membantuku aric-ah" "ne. cheonma jiminnie. Baiklah maru istirahat sekarang. aku akan mengantarmu besok." Ucap aric padaku yang kubalas dengan anggukan.

Tbc
Whoaa part 4 is here^^ jangan lupa vomment^^ bagi sider, selamat menikmati. Kalo bisa ikutan vomment ya. Gomawo^^
*Chanri-ya*


Fall (jimin fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang