-01-

9.3K 345 124
                                    

Brak!

Suara gemuruh terdengar dari dalam sebuah gudang tua yang terletak di belakang gedung utama SMA Glory. Gebrakan itu membabi buta. Beberapa meja dan kursi yang mulai lapuk dimakan rayap menjadi tak beraturan. Benda keras itu dihantamkan ke tubuh Malik, hingga membuat lelaki itu tak berdaya. Tetesan darah mengalir dari hidungnya akibat pukulan brutal yang bertubi-tubi.

"Lo pikir gue gak tau kelakuan bejat lo!"

Lelaki dengan potongan rambut model bross itu tersenyum sinis seraya mengusap darah di bagian atas bibirnya. "Kalo lu tau, terus mau apa? Pukulin gue sampe mati?"

Emosi semakin tersulut, Axel kembali melayangkan pukulan di wajah Malik, lututnya pun aktif menendangi dada lelaki itu hingga membuat si lawan terduduk lemas sambil mengerang kesakitan.

"Dea tuh cewek gak bener, Xel! Kenapa masih lo bela?" ucap Malik yang justru membuatnya kembali dihajar oleh lelaki yang sudah kesetanan itu. Ia meringis nyeri ketika tulang-tulangnya terasa semakin remuk.

"Gue gak suka lihat cowok yang doyan cari kesempatan dalam kesempitan kayak lo!" Axel menuding wajah Malik dengan telunjuknya, guratan wajahnya terlihat sangat jelas. Ia murka. Persetan tentang bagaimana kelakuan Dea di belakangnya, ia hanya tak suka melihat kaum hawa direndahkan oleh kaumnya sendiri.

Malik tersenyum sini seraya menatap manik abu Axel dengan tajam. "Semalem Dea mabok dan gue cuma bantu di-"

"Bantu apa? Dengan lo pegang-pegang dia, lo cium dia, itu yang lo sebut ngebantu? Iya?!" Axel memekik, kesabarannya sudah habis. Ia meludah, lalu menarik kerah seragam OSIS Malik dan mendorong tubuh cowok itu hingga tersungkur ke lantai yang penuh debu. Ia duduk di atas tubuh Malik dan terus memukulinya. Ia tak peduli dengan kondisi Malik yang babak belur di sekujur tubuhnya.

Malik semakin tak kuasa menahan hantaman demi hantaman itu. Kepalanya berdenyut sakit dan perutnya terasa perih karena Axel sengaja menendangnya dengan kuat.

"Lo kalo suka sama Dea, gih ambil. Tapi, lo jangan manfaatin dia!" Axel memekik dengan posisi berdiri dan satu kaki ditumpukan di atas perut Malik, lalu sesekali ditekannya perut cowok itu hingga membuat si empunya kian merintih kesakitan.

"Kenapa lo masih peduli sama dia?" tanya Malik terbata-bata, berusaha menahan pijakan kaki Axel di perutnya dengan sisa tenaga. "Lo cuma mantannya!"

Axel kembali meludah, sorot matanya sangat beringas. Ia membungkuk, kembali menarik kerah seragam Malik dan menatap manik hitam yang ketakutan itu dengan nyalang. "Pukulan ini bukan cuma karena lo yang berani pegang-pegang Dea, tapi juga sebagai balasan rasa sakit hati karena selama ini kalian main di belakang gue!"

"Ternyata lo udah tau," ujar Malik dengan sunggingan tipisnya. "Asal lo tau, sejak lo pacaran sama Dea, dia juga main sama cowok lain, bukan cuma gue!" Ia membuka kebusukkan mantan Axel yang terkenal karena kecantikkannya.

Axel pun mendengkus dan mengalihkan pandangan ke sudut gudang, menatap tumpukkan kayu yang tak terpakai dan dipenuhi debu serta sarang laba-laba. Hatinya teriris mendengar ucapan Malik, meski yang diucapkan benar adanya.

"Lo masih cinta sama Dea?" tanya Malik dengan lirih, matanya mulai membiru akibat bogeman yang diterimanya. Kontan, Axel kembali menatapnya dengan dahi mengkerut. "Lupain Dea, cewek jalang itu gak pantes lo perjuang-"

Bugh!

"Stop!" Interupsi seseorang yang datang entah darimana. Gadis berambut sepunggung yang dikucir itu segera melepas earphone-nya, kemudian mendekati keduanya. Ia menatap Axel dan Malik bergantian, lalu menggeleng pelan sambil bersedekap dada.

Axel mengernyit saat gadis itu meraih tangan kanannya yang siap memukuli Malik. "Lepas!"

"Lo, ikut gue!"

Axel menghempaskan cekalan di tangannya dengan kasar. Ia menatap sosok yang mengganggunya itu dengan sorot bengis. "Jangan usik gue, atau lo-"

"Apa?!" potong Aurelia dengan tatapan tak kalah tajam. "Lo mau bilang, gue yang harus gantiin posisi Malik? Iya?" tanyanya dengan sunggingan sinis. "Basi."

"Rel!" Axel menggeram sembari mengepalkan tangan. "Gue paling benci sama orang yang suka ikut campur urusan orang lain!"

Aurelia menautkan alisnya, menghapus jarak dan mendongak menatap Axel yang jauh lebih tinggi darinya. "Malik udah babak belur kayak gitu, apalagi yang lo mau?"

"Mati," jawab Axel dengan nada dingin. "Gue gak bisa berhenti sebelum dia mati!" ucapnya sambil menunjuk Malik yang tergeletak tak berdaya.

"Lo mau jadi pembunuh demi belain mantan lo yang ganjen itu?" sarkas Aurelia. Ia berhasil membungkam Axel. Rahang cowok itu mengeras bersamaan dengan helaan napas kasar yang lolos dari mulutnya. "Oh, pasti lo mau tanya darimana gue bisa tau Dea kayak gitu, kan?"

"Gue bukan belain Dea! Gue cuma gak suka lihat cewek mabok yang gak tau apa-apa, dimanfaatin sama dia!" jawab Axel sambil menuding Malik. Dadanya telihat naik turun, sesak seakan tak ada ruang untuk oksigen masuk.

Semalam, Axel menerima sebuah video dari Ega yang berisi; Malik berpelukkan dengan Dea di kelab malam. Bukan masalah cemburu, tapi yang bikin Axel murka adalah Malik mengambil kesempatan menjamah tubuh Dea, saat gadis itu di bawah kendali alkohol.

Aurelia mendesis, menoleh ke arah Malik, membuat jenjang lehernya menarik fokus Axel. "Lo tau kan, konsekuensi orang mabok itu gimana? Kalo gak ngerusuh ya dikerjain orang," ujarnya, kembali menatap Axel dengan tajam. "I think, she deserved for that."

"Rel, lo ... gak ... perlu ... belain ... gue," lirih Malik dengan suara pilu. Matanya tak bisa dibuka lagi. "Gue ... gak ... papa."

Aurelia segera menghampiri Malik, lalu menarik tubuh cowok itu agar beringsut duduk. Tapi, tubuh kekar Malik membuatnya kesusahan, dan berkali-kali dirinya hampir menubruk lelaki itu karena Malik terus terhuyung ke belakang. Dengan segenap tenaga, ia berdiri di atas Malik lantas menarik dua tangan cowok itu. Kini, Malik terduduk tak sadarkan diri.

Napas Aurelia terengah-engah, menahan tubuh Malik membuat keringatnya bercucuran. Ia menatap Axel yang masih diam tanpa ekspresi. "Xel, bantuin! Ini Malik berat banget!"

Axel berdecak tak peduli. "Lo urus aja sendiri," ucapnya, kemudian melenggang pergi. Ia menutup telinga ketika Aurelia terus meneriaki namanya, meminta tolong dan berakhir pada umpatan. Pintu gudang itu dibanting dengan kasar. Ia kesal, belum puas memberi pelajaran untuk si Malik.

Aurelia mendengkus sebal, dengan terpaksa ia melepas genggaman tangannya dan membuat Malik kembali terhuyung. Ia berkacak pinggang, mengusap keringat dengan punggung tangannya, lalu mengibaskan tangan beberapa kali, karena gudang itu terasa sangat pengap. Hidung mancungnya menghela napas sedalam-dalamnya, ia merogoh ponsel di saku rok abu-abunya dan mencari nama di daftar kontak telepon untuk menghubungi temannya.

"Ga! Lo buruan ke gudang, ya. Cepet!" titah Aurelia tanpa diawali kata tolong.

"Hah? Ngapain?" tanya Ega di seberang sana.

"Gak usah banyak bacot, buruan!" Aurelia memutus sambungan teleponnya, kemudian beralih menatap Malik yang tampak memprihatinkan. "Ck, lo, sih. Ngapain cari masalah sama Axel?"

🪼🪼🪼

Revision on 16/03/25

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang