Hari kedua di Bali, aku terbangun dalam keadaan menggigil. Aku lupa memakai selimut, dan lupa mematikan pendingin ruangan. Kombinasi yang sempurna, pikirku. Andai saja semalam ada Agung di sampingku, mungkin aku akan tetap hangat. Duh, buru-buru aku menepuk kepalaku.
Supaya tidak kedinginan, aku mandi dengan air panas. Membuatku memekik pelan, setiap kali bersentuhan dengan air. Selesai mandi dan berpakaian, aku turun ke lobi hotel, dan menemukan Dewi sudah duduk di sana. Rambutnya basah, dan dia terlihat segar. Sambil mesem-mesem, Dewi menyapaku. "Pagi, Win. Bagaimana semalam? Bos kita mampir ke kamar nggak?"
"Nggak."
Dia berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Percuma dong gua minggat ke kos pacar?"
"Kira-kira begitu."
Agung keluar dari lift, dan langsung mengumpulkan kami di lobi. Setelah memberi briefing sebentar, dia menyuruh kami untuk masuk ke dalam bus. Dan seperti biasa, Agung duduk di sebelahku.
Tujuan pertama kami adalah berkunjung ke Kebun Raya Bedugul di daerah Tabanan.
Butuh waktu sekitar satu jam perjalanan dari hotel. Tempatnya yang tinggi (kata Pak Wayan, sekitar 1.240 meter dari atas permukaan laut) membuat kebun luas itu berhawa dingin dan sedikit berkabut, banyak pohon tinggi-tinggi, dan anggrek-anggrek menempel di bawahnya. Di salah satu bagian, terdapat hamparan rumput luas, sangat cocok untuk tempat piknik bersama keluarga.
Sambil duduk-duduk di bangku yang berada di bawah sebuah pohon besar, aku dan Agung mengobrol, sembari mengamati teman-teman lain sedang asyik mengikuti lomba makan kerupuk sambil berjoged.
Dan tiba-tiba Agung bertanya. "Kamu kok nggak pernah senyum, Win?"
Aku meliriknya sekilas. "Pernah kok, cuma belakangan, jarang aja yang bisa bikin aku senyum." Sahutku pelan.
"Boleh aku coba?" Tanyanya.
"Silahkan."
Agung garuk-garuk kepala. Lalu mulai bercerita. "Dulu, di sebuah mall, aku pernah kebelet buang air besar. Eeknya udah diujung lubang." Agung menatapku, tapi wajahku masih datar. "Terus pas masuk toilet, satu-satunya bilik di toilet itu sudah ada yang menggunakan, mungkin untuk boker juga. Aku berusaha mengetok pintu, dan seorang bapak-bapak nongol dengan wajah ngeden, dia nyuruh aku nunggu. Aku nggak bisa nunggu lebih lama lagi, akhirnya aku boker di toilet cewek."
Lalu hening.
Aku menanti cerita itu dilanjutkan. Tapi, sepertinya sudah selesai. Jadi, aku cuma manggut-manggut. "Lucu."
"Lucu?"
"Lucu."
Kemudian, yang ngakak malah Agung. "Astaga. Astaga. Astaga." Ujarnya sambil memegang perut.
"Kenapa?"
"Sepertinya syaraf ketawamu sudah rusak, Win."
"Mungkin." Sahutku. "Ngomong-ngomong, aku juga pernah boker di mall."
"Ha?"
"Iya, waktu itu aku lagi belanja di mall, masuk ke toilet, terus boker. Pas keluar bilik, banyak cowok yang ngeliatin aku. Terus aku keluar aja. Ternyata, aku salah masuk ke toilet cowok."
Agung ngakak lagi.
***
Setelah makan siang, sebelum kami kembali ke hotel, kami mampir ke Pura Tanah Lot.
Di parkiran, udara yang hangat menyentuh kulitku. Di sekeliling kami, banyak bule yang berseliweran, orang-orang dengan pakaian adat Bali yang mungkin ingin sembahyang, dan para pedagang yang ada di sisi-sisi jalan. Toko-toko mereka penuh warna, dan terdiri dari banyak barang. Mulai dari baju pantai, layang-layang, dan gantungan kunci berbentuk penis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum Windy
RomanceSuatu malam, Windy Larasati tertangkap basah sedang dalam keadaan telanjang bersama seorang laki-laki-yang juga telanjang, dan kebetulan laki-laki itu merupakan tersangka korupsi. Keduanya langsung ditangkap KPK. Sejak itu, hidup Windy yang sudah be...