Meet..

89.5K 2.3K 25
                                    


All Right Reserved

**

Aku menatap ribuan bulir air yang berjatuhan dari langit di pagi hari yang gelap sambil sesekali merutuk karena hujan masih belum berhenti sejak tadi padahal aku sudah terlambat ke kantor.

"Tif! Apa yang kau lakukan?" Adik perempuan ku, Ellie berdiri disana. Dia tampak rapi dan cantik dengan rok pensil hitam dan kemeja putih yang membungkus tubuhnya dengan sempurna.

"Menunggu hujan reda," jawabku singkat.

"Tutup jendela nya dan masuklah. Kau bisa sakit," omelnya. Terkadang dia bisa menjadi sangat dewasa hingga kadang aku berpikir mungkin akan lebih baik jika Ellie menjadi kakakku saja.

Aku menutup jendela dan berjalan ke ruang tamu bersama Ellie.

"Oh ya, sebentar lagi Julian akan datang menjemputku. Dia naik mobil. Kau mau tumpangan? Kita searah," ucap Ellie sambil menggigit selembar roti tawar, tangannya yang kosong ia gunakan untuk mengacak tas hitamnya, mencari sesuatu mungkin.

"Apa tidak merepotkan? Aku tidak ingin menggangu kalian tapi aku sudah telat," sejujurnya aku bukannya takut mengganggu acara 'lovey-dovey' Ellie dengan pacarnya -Jullian, aku hanya malas dijadikan obat nyamuk nantinya.

"Tentu. Ayo bersiap, dia sudah mau sam--" belum juga Ellie menyelesaikan kalimatnya, suara klakson mobil membuat kami membereskan barang-barang lalu memakai sepatu dan berjalan pelan ke halaman depan.

Aku melihat sebuah mobil ferrari berwarna biru tua berada didepan halaman rumah. Ada Julian yang sudah menunggu kami -atau Ellie tepatnya- dengan senyum lebar.
Aku membuka pintu mobil mahal yang tampak mengkilat itu dengan hati-hati.
"Hai tif! Long time no see, how's life?" Julian menyapaku dan tersenyum manis.

"Hai julian, life is great," balas ku singkat tanpa mau repot-repot menanyakan kembali. Just, he looks so fine, so its fine.

Julian sibuk berbincang dengan Ellie hingga tiba-tiba Julian bertanya padaku,

"Kau bekerja dimana sekarang?"

"Aku? SC company. Bagian akuntansi," aku lumayan bangga saat menjawab 'SC company' karena perusahaan itu cukup -ah tidak, bukan cukup, tapi sangat terkenal. Ada ribuan orang yang berharap untuk bisa bekerja di SC, bahkan saat aku menunggu di waiting room saat akan interview, ada seorang pria disebelahku menyeletuk
'Jadi cleaning service disini pun aku rela.'

"SC? bagaimana kau bisa masuk kesana? Perusahaan ayahku beberapa kali pernah bekerja sama dengan perusahaan itu," sahut Julian. Tidak heran. Dia adalah calon CEO dari suatu perusahaan yang setahuku begerak di bidang periklanan. Cukup besar.

"Awalnya aku hanya iseng mengajukan surat lamaranku. Tidak disangka aku diterima meskipun harus melakukan beberapa wawancara dan test yang cukup rumit dulu. Saingannya begitu banyak. "

"Beruntung kau. tahun lalu temanku bahkan ditolak hampir lima kali."

"Ya, karena banyak yang melamar. Itu kan perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia," celetuk ku dengan bangga nya.

"Sejujurnya aku tidak percaya kakakku yang modelnya malas begini bisa masuk SC," komentar Ellie dengan wajah mengejek yang membuatku sontak memukul kepalanya dengan tas ku. Dia meringis kesakitan dan Julian menertawai kami.

"Dan bekeja disana pasti gajinya tinggi."

"Lumayan." Balasku terkekeh.

Setelah cukup lama Ellie dan Julian berbincang ringan, Tiba-tiba Julian berkata padaku

"Omong-omong CEO SC itu teman ku."

"Kau berteman dengan pria tua berkepala botak dengan senyuman ramah?" Tanya ku dengan wajah mengejek. Sejujurnya aku tidak tau bagaimana rupa CEO tempat ku bekerja, aku baru bekerja selama beberapa bulan dan kabarnya CEO itu pindah ke perusahaan cabang di Jepang sejak delapan bulan yang lalu. Tapi, bukannya kebanyakan pemimpin perusahaan ciri-cirinya seperti itu yah? Pria setengah baya yang menyebalkan gitu deh.

Extraordinary LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang