Chapter 2

177 25 10
                                    

Pandangan ku tidak lepas dari mereka berdua yang terlihat serasi. Aku yakin, keadaanku pasti seperti orang bodoh saat ini. Memandangi dua orang dengan seksama dari kejauhan. Dan guess what? Tiba-tiba saja lelaki itu mencium pipi sang perempuan dan segera pergi dari tempatnya.

Harry mencium pipi nya? Tak salah lihat kah aku?

Mataku terasa panas dan seperti ingin menangis sekarang.

***

Aku tidak salah lihat. Harry memang mencium pipi perempuan- yang ternyata adalah Caroline. Astaga, ku ulang Harry mencium Caroline! Ribuan jarum terasa menghantam hati ku sekarang. Ya, perih dan sakit memang. Tetapi bodohnya, aku juga merasa marah kepada Harry.

Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Apakah ia tidak tau jika ada seseorang yang merasa tersakiti akibat perbuatannya? Dan bagaimana bisa ia bersikap kepada dua perempuan dengan perlakuan yang sama?

Tak ingin membuang waktu, aku berlari ke arah gedung dan pergi ke toilet. Tangisku benar-benar pecah dan tak tertahan sesampainya aku di toilet yang kebetulan sangat sepi.

Aku belum bisa meredakan tangisan ku sebelum menyadari suatu hal. Mengapa aku harus sakit hati dan marah ketika melihatnya bersama orang lain? Aku bahkan hanya teman, bukan kekasihnya. Dengan begitu, aku mencoba berhenti menangis karena pernyataan menyakitkan tersebut. Dan ya, aku berhasil.

Mood-ku benar-benar sedang tidak baik sekarang. Tapi aku tetap memutuskan untuk mengikuti kelas ekonomi Mr. Walker dan kelas berikutnya.

***

"Caitlyn!" Aku samar-samar mendengar teriakan seseorang dari belakang. Tapi aku tahu, itu adalah suara Harry. Aku tak mengindahkan panggilannya dan tetap berjalan menuju beetle-ku.

"Cait, hey!" aku terkejut karena ia yang tiba-tiba saja mengetuk kaca jendela. "Buka kaca jendela mu. Mengapa kau tak menanggapi panggilan ku tadi?"

Akhirnya aku memutuskan untuk menanggapinya, "Kau memanggilku? Maaf, tapi aku tidak mendengarmu."

"Jangan bohong kepadaku." katanya sambil masuk kedalam mobil.

"Aku tidak berbohong!"

"Aku tahu jika kau berbohong."

"Baiklah." aku memutar mata, "Ya, aku mendengarnya. Tetapi, ku kira itu hanya perasaan ku saja karena suara nya samar-samar."

"Benarkah?" tanya Harry sedikit tidak yakin, "Tapi aku percaya padamu." lanjutnya. Oh, untung saja. Aku tak ingin ia mengetahui jika aku sedang marah kepada nya karena melihat ia bersama Carol tadi.

"Ya, itu bagus."

"Oh, ya, apakah kau mau berangkat ke kampus bersama ku besok? Aku bosan berangkat sendiri."

"Tidak."

"Mengapa kau tidak mau?"

"Aku malas dan aku bisa pergi sendiri."

"Uhm, kau kenapa Cait? Mengapa sedari tadi kau terlihat acuh kepadaku?"

"Mungkin itu hanyalah perasaanmu saja. Aku hanya merasa sangat lelah." ucapku berbohong, "Dan kau bisa keluar dari sini sekarang."

"Oke. Dan apa? Kau mengusirku?"

"Aku harus segera kerja, Harry."

"Okelah kalau begitu, dah Cait."

"Ya." ucapku singkat saat dia mulai keluar dari mobil.

Aku merasa sangat malas bertemu dengannya. Mungkinkah karena rasa cemburu itu? Ah, aku tak ingin memikirkannya lagi. Sudah cukup hati ku merasa teriris.

HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang