Chapter 3

102 23 5
                                    

Hari-hari berikutnya ku jalani seperti biasa bersama Harry. Beruntung sekali, aku dapat benar-benar melupakan saat dimana Harry mencium pipi Caroline. Tapi satu hal, terkadang aku merasa Harry seperti lebih sibuk? Entahlah, mungkin hanya perasaanku.

Aku tengah menunggu Harry di depan gedung fakultas. Setengah jam aku berada disini menunggunya dan berulang kali menghubungi ponsel miliknya.

"Angkatlah, Harry. Angkat!" desis ku pelan.

"The number is your calling is no active or in service area. Please try again in a few minutes."

Shit, ia yang berjanji untuk menghampiriki saat kelas selesai, ia juga yang tak kunjung datang. Bahkan kelas nya jauh lebih dulu selesai dibanding kelasku.

Berapa kali aku celingukan ke kanan dan kiri demi memastikan keberadaannya. Tapi tetap saja batang hidung nya tak terlihat, huh. Saat melihat jam yang melingkar di tanganku, aku baru sadar jika sudah hampir satu jam menunggunya.

drrt..drrt..drrt..

Getaran ponsel pun menyadarkanku. Dan-oh?! Ini Harry.

"Hal--"

"Harry kau dimana? Aku menunggu mu lebih dari setengah jam, tahu? Kau ingin membuatku menunggu mu hingga berlumut disini? Oh, astaga kau benar benar--" ocehku panjang lebar, tak tahan karena kesal akan Harry, tetapi ocehan ku segera dipotong olehnya.

"Hey, tenanglah Cait. Um, maafkan aku telah membuat mu menunggu. Dan maaf, aku tak bisa pulang bersamamu." Apa?!

Aku benar-benar dibuat kesal bukan main karenanya, "Setelah berapa lama aku menunggumu disini dan kau tiba-tiba mengatakan jika tak bisa pulang bersamaku?!"

"Maafkan aku, babe. Bukan maksudku seperti itu. Aku ada urusan sedikit dengan temanku. Kau tak apa bukan?"

Bodoh! Tidak apa bagaimana? "Yasudah lah terserah kau. Aku bisa pulang sendiri."

"Kau jangan marah ya, Cait-ku. Aku benar-benar minta maaf dan uhm, kau bisa meminta apa saja sebagai wujud permintaan maafku."

Oh, Harry! Mengapa disaat aku sedang kesal seperti ini, kau masih saja bisa membuatku luluh. Walaupun hanya sedikit karena emosi sudah mulai menguasaiku.

"Ya, tak apa. Baiklah." ucapku dingin sembari memutus panggilan secara sepihak.

Ia sangat menyebalkan sekali. Oh, tuhan mana aku tak membawa mobil hari ini. Alhasil aku harus menunggu bus lagi setelah menunggu Harry, sial.

Tak butuh waktu lama menunggu, aku segera masuk ke dalam bus. Tidak terlalu ramai, aku duduk di salah satu tempat kosong di sebelah jendela tanpa ada orang lain di tempat duduk sebelahku.

"Boleh aku duduk di sebelahmu?" tanya seorang lelaki mengejutkanku. Ia mengacaukan ketenangan diriku yang sedang mendengar lagu melalui earphone dan mencoba meredakan emosi ku karena Harry tadi.

Saat menatap mata hazel milik lelaki itu, terasa seperti tidak asing, "Sure."

Aku terus menatap mata nya sampai ia duduk dan mengeluarkan earphone miliknya. Persetan jika ia menganggapku aneh karena terus menatapnya seperti mengintimidasi.

Satu hal yang ku ingat dari mata hazel itu, dia yang menabrak ku saat di kampus. Aku benar-benar yakin jika kali ini tak salah orang, "Maaf, apa aku boleh bertanya sesuatu?"

Ia mengerutkan alisnya, "Ya?"

"Maaf jika aku menyinggungmu, tapi apakah kau orang yang menabrak ku di kampus beberapa hari yang lalu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang