A/N :
Ga maksa buat baca awal chapt ini, ada part descriptive bunuh-bunuhannya.
Udah ngingetin di awal ya =))______________________________
[Hosea Yordano's POV]
Ini berarti sudah lebih dari 48 jam aku belum tertidur, gadis di depan kamarku terus saja menghantui pikiranku, dan lagi-lagi memori tentang keluargaku kembali terbongkar dari dasarnya yang paling dalam. Tidak dapat di tahan lagi, semua mengalir layaknya sungai yang sedang kencang dan deras arusnya, tidak dapat berhenti.
***
Perlahan semua orang mulai menunjukkan siapa mereka, tanpa mengenal orang yang dulu pernah ada. Ya disinilah aku, berdiri sendiri, rapuh tanpa pegangan. Semua yang aku lihat adalah nyata. Tanpa rekayasa sekalipun.
Tanpa takut, kedua orang tuaku memperlihatkan adegan itu kepadaku, ya, aku yang masih duduk di bangku pendidikan tingkat dasar kelas 2.
Semuanya aku saksikan. Dimulai dengan adanya perang mulut diantara kedua orang tuaku, lalu dilanjutkan adegan ibu yang menampar ayahku, dan diakhiri dengan ayahku yang menancapkan pisau dapur tajam tepat di perut ibuku hingga darahnya berlumuran mengenai kaos ayahku dan beberapa bagian dalam organ tubuhnya ikut keluar saat ayahku menarik pisau tersebut dari perut ibuku.
Semuanya aku saksikan dengan mata telanjang, tanpa adanya perantara, begitu jelas, sehingga aku dapat mempraktikan atau lebih tepatnya me-rewind ulang semua yang telah dilakukan ayahku dengan sample ayahku sendiri.
"Ayah?" Ucapku dengan suara bergetar ketika melihat ayahku yang tengah tertawa ketika melihat ibu yang sudah terkapar dilantai.
"Ada apa nak? Jadi kau telah menyaksikan semuanya? Baguslah. Aku tidak perlu merekayasa kematian ibumu dihadapanmu" ujar ayahku sambil tersenyum senang dan bangga melihatku yang tanpa takut berdiri berhadapan dengannya.
"Boleh aku meminjam pisaunya?" Tanyaku sambil tersenyum manis dan mengulurkan tangan kananku dihadapannya.
"Ya tentu saja nak. Apapun yang kau mau" jawab ayahku seraya memberikan pisau yang sudah berlumuran darah tersebut kepadaku.
"Terimakasih" jawabku senang lalu menggenggam pisau tersebut dengan erat dan kemudianBrshhhh....
Darah mengalir dari perut ayahku, dan ketika aku menarik pisau dapur tersebut dari perutnya, isi perutnya pun ikut keluar dan tertempel di pisau tersebut.
Kau tahu? Aku hanya ingin mencoba. Ya, mencoba apa yang selalu ayah lakukan, karena ayah pernah bilang kepadaku bahwa"Nak, kau adalah anakku. Buatlah aku bangga dengan cara sama sepertiku. Ikuti apa yang ayah lakukan. Tiru semua yang kau lihat dari ayah, bahkan jika suatu saat nanti kau melihat aku membunuh seseorang"
***
Tok tok tok....
Suara ketukan pelan di pintu kamarku membuatku tersadar akan memoriku yang kini telah kembali tertutup rapat di dasar sana.
"Hose? Apa kau di dalam? Boleh aku masuk? Aku takut" ucap seseorang dari balik pintu dengan suara yang begitu familiar di telingaku.
"Hm ya aku ada disini. Tentu saja, silahkan masuk, aku tidak mengunci pintunya" jawabku sedikit kencang agar ia dapat mendengar suaraku dengan jelas.
"Oke baiklah terimakasih" ucapnya lagi sebelum akhirnya daun pintu terdorong membuka dan masuklah seorang gadis cantik berambut blonde ke kamarku.------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
That Should Be Me
Fiksi RemajaSeharusnya aku yang membuatmu tertawa... [ A/N : A romance story with psycho things on it. If you have any scared about something like killing people or self-harm, you might stop to reading this. But anyway, this is a romance story. Bingung kan? sa...