ku ukir nama itu penuh Tanya dalam jiwa nan gelisah, tak tau apa yang sedang menyerang dalam dada. Sesak begitu terasa mengiringi derai hembusan nafas yang menyelimuti jiwa yang gamang. Ada butir-butir air mata yang menggelayut, seakan jatuh, tapi enggan. Gelisah, gelisah dan gelisah mengiringi tiap tapak kaki. "Kapan kan berakhir?" tanyaku pada awan yang gelap, pada bulan yang mendung, pada dedaunan yang rimba...tak satu pun nan ingin menjawab tanyaku.
Ku langkahkan kaki ini diatas rerumputan nan hijau, ku pandangi rumput itu, mereka tertunduk sedih memandangku. Seakan mereka juga memahami galaunya jiwa ini. Ku terhenti dari langkah-langkah kecilku saat ku tatap bintang nanjauh disana.. "Duhai bintang nan jauh disana, tahukah kau akan isi hati ini yang sebenarnya? Jiwa ini yang sebenarnya? jiwa dahulu yang tenang, jiwa dahulu yang damai, kini telah terusik oleh yang namanya cinta. Cinta yang semesti bukan saatnya hadir. Duhai bintang nan jauh disana, tahukah jiwa ini sangat tersiksa jika harus berhadapan dengannya, jika harus mata ini menatapnya, jika harus mulut ini menyebut namanya, jika harus lidah ini berbincang dengannya. Duhai Rabb Maha pemberi kekuatan, pantaskah aku mengukir langkah di jalan-Mu ini, jika langkah yang ku bawa adalah noda.. Duhai Rabb yang Maha Rahman dan Rahim, aku ingin berada di jalan-Mu yang damai ini, tapi? Dia pun dijalan yang sama. Takutku akan mengukir dosa bukan suci Ya ALLAH." Akhirnya air mata itu pun berjatuhan membasahi pipi nan memerah, isak tangis pun terurai saat jiwa galau itu jatuh dipelukan hangat seorang, yang memperhatikannya dari tadi, mengikutinya kemanapun ia melangkah. Seorang pemuda berwajah teduh. Berparas nan tenang.
"Apa yang membuat jiwa mu seperti ini adikku?" tanyanya lembut.
Tak ada sepatah kata pun yang terurai dari bibir Faizah. Ia hanya mendekap erat pelukan sang kaka tercinta Fuad. Ia sangat merasakan kehangatan kasih sayang dari sang kaka. Faizah merasa ada sentuhan lembut membelai kepalanya yang terbalut jelbab ungu..
"Jangan ada air mata. Tapi, kenapa mba menumpahkannya?"
"Fadhil?" sentaknya dalam hati
"Apa yang sedang mengganggu jiwa mba?" Tanya Fadhil pada Faizah
Faizah bangkit dari dekapan sang kaka Fuad, menatap lembut wajah sang adik sambil menghapus air matanya. Senyum pun mengembang diwajahnya saat memandang wajah polos itu.
"nda papa dik, hanya rindu pada ayah dan bunda." Jawab Faizah sambil membelai lembut kepala adik bungsunya.
"Yakin!?" sahut Fadhil
"iya dik." Jawab Faizah dengan hati yang dusta. Fuad tersenyum bangga pada dua adiknya.
"Malam kian larut dik, udara juga kian dingin, kita masuk yo?" ajak Fuad pada kedua adiknya. Mereka pun melangkah masuk kedalam rumah. Fuad dan Fadhil mengantar Faizah ke kamarnya.
"Saatnya kamu istarahat dik, banyak agenda menantimu besok." Ucap Fuad
"Sesibuk apa pun dan sepadat apa pun agenda mba, jangan lupa makan siang bareng dikantin Favorit kita ya mba?" sahut Fadhil dengan wajah gemesnya.
"Emang mba mau?!" sahut Faizah cuek
"eiy!! Ya sudahlah!" sahut Fadhil ngambek sambil berlalu menuju kamarnya
"eit..eit..tunggu dulu." Cegah Fuad
"ech..ech! gede-gede koq ngambek toh de.!?" Sahut Faizah sambil nyengir
"Ya sudah besok kita makan siang di cendana ya?" ajak Fuad
"Teraktir!!" sahut mereka berbarengan dengan wajah menggoda
"boleh, sini! Kumpulkan duitnya!" sahut Fuad jahil
"EMMOCH Ach!!" sahut mereka
"Lho?!" bingung Fuad sambil ketawa
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Mengkhitbahmu dengan Keislamanku
EspiritualIzinkan Aku Mengkhitbah Mu dengan Keislaman Ku" SATU -Dia Bukan Biasa- ku ukir nama itu penuh Tanya dalam jiwa nan gelisah, tak tau apa yang sedang menyerang dalam dada. Sesak begitu terasa mengiringi derai hembusan nafas yang menyelimuti jiwa yang...