Seandainya ada 'kita' suatu hari kelak
Banyak hal yang ingin kutanyakan
Sendainya kita jadi bersama
Kamu harus menjawab
--------------Dea menutup buku catatan kecilnya begitu terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Disana muncul sosok tampan yang telah rapi menggunakan sarung dan baju koko. Rambutnya masih basah dan ada setetes air yang jatuh di lehernya.
Dea melongoh, tidak berkedip. Pria tampan itu, kenapa dia menjadi semakin tampan setelah mandi. Dan tetesan air yang jatuh dari rambutnya itu membuatnya semakin seksi.
Hah? Apa? Ngomong apa dia?
'Astagfirullah'"Kenapa, De?" pria itu sekarang sudah berada tepat di depannya "Hah?"
"Kok, hah?"
"Gak papa" Jawab Dea dengan gelagapan. Pria tampan itu terkekeh, lalu mengambil duduk tepat di samping Dea. Dea sendiri sudah panas dingin. Pria itu menatapnya. Ya, pria itu itu menatapnya. Dea bisa merasakan meskipun sekarang ia menundukkan kepala.Dua menit berlalu, tatapan itu masih tertuju padanya. Ia semakin panas dingin, salah tingkah. Ia yakin wajahnya sekarang sudah semerah udang rebus. Tautan kedua tangannya pun semakin erat.
Dea tersentak, tangannya yang masih bertaut diurai oleh tangan lain yang kini menggenggam kedua tangannya.
"Rileks, Dea!" Dea mencoba untuk rileks dan sekrang dagunya diangkat memhuatnya mau tak mau menatap tepat dimanik mata pria itu. Coklat bening. ' betapa indah ciptaan-Mu' perlahan sudut bibir pria itu tertarik kesamping. Pria itu tersenyum. Senyum yang paling ia suka.
"Rileks, Dea" Gagas -pria tampan itu kembali membisikkan dengan lirih.
"Aku bersamamu sekarang" tambahnya seraya tersenyum dan menatap mata indah Dea yang sudah berkaca-kaca. Dea mengangguk dan setetes cairan bening itu jatuh membasahi pipinya. Bertambah lagi ketika tangan Gagas berada di ubun-ubunnya dan mendoakannya dengan lirih. Allahumma inni as aluka....
Setelah itu mendarat satu kecupan di keningnya. Lama."Sekarang aku dan kamu telah menjadi kita dan sekarang kita telah bersama. Tanyakan. Tanyakan Dea apa yang ingin kamu tahu" Gagas melirik ke arah samping mereka sambil tersenyum menggoda. Dea mengikuti lirikan itu dan langsung berdiri hendak meninggalkan Gagas. Demi Allah, Dea malu. Gagas telah membaca semuanya.
Sebuah tarikan pada lengannya membuatnya tersentak dan kembali terduduk di samping Gagas.
Gagas mendekat dan membawa kepala Dea ke dadanya.
"Aku akan menjawab. Ah, lebih tepatnya sudah menjawab"