Aku terbangun dengan peluh keringat membasahi wajahku. Setelah perang dunia sihir kedua, terkadang aku mendapat mimpi buruk. Tentang apa yang terjadi di menara astronomi, tentang apa yang The Dark Lord lakukan terhadap keluargaku, dan bagaimana Father ditahan di Azkaban. Aku masih ingat wajah Mother saat itu. Seolah merasa iba, mereka—orang-orang dari Kementrian Sihir—memutuskan untuk tidak memenjarakanku dan Mother karena kami pergi sebelum perang dimulai. Sedangkan Father ditahan karena pengkhianatannya pada Kementrian Sihir.
Aku juga ingat bagaimana mereka berkata bahwa mereka peduli dengan pendidikanku. Setelah aku menempuh NEWTS dibawah pengawasan Kementrian Sihir, mereka tetap mendukung dan juga mengawasi apapun pekerjaanku nanti.
Sungguh murah hati.
Aku sempat tak berminat untuk mencari pekerjaan. Namun, memakai seluruh harta keluarga dan hidup hanya makan tidur juga bukanlah diriku sebagaimana pernah aku bayangkan. Dulu aku punya rencana, mimpi, ambisi, dan hal-hal lain yang membuatku semangat. Aku ingat bagaimana aku berusaha keras untuk mendapat pujian dari Father. Tapi aku selalu gagal. Sampai ia dipenjara sekalipun, ia tak pernah mengatakan bahwa ia bangga memiliki anak sepertiku.
Sebulan yang lalu Mother dan Kementrian Sihir sepakat untuk menempatkanku di St. Mungo. Mereka percaya dengan kemampuan yang kumiliki dan Mother bahagia karena aku berkesempatan untuk mengambil sebuah langkah baru.
Sesungguhnya aku melihat diriku bekerja di St. Mungo hanyalah sebagai bentuk permintaan maaf kepada seluruh masyarakat dunia sihir atas apa yang keluarga kami lakukan.
Aku menghela nafas.
Ini adalah jalanku? Atau mungkin seharusnya aku berkata...
Ini adalah jalanku.
"Hermione Granger memulai sebuah kampanye baru. Ia menolak gerakan penyihir pureblood yang menjunjung tinggi kemurnian darah seorang penyihir," Mother mendiktekan berita hangat yang tertulis di Daily Prophet pagi itu.
Aku menuang susu pada cangkir tehku, lalu mengaduknya dengan pelan. "Aku tak heran." Aku jadi teringat kejadian kemarin. Tindakkan bodohnya memang selalu tak teduga.
"Leluhurku tidak akan senang jika mendengar ini," Mother melipat Daily Prophet dan meletakkannya di atas meja makan.
Ia terlihat lelah meskipun tak banyak melakukan pekerjaan. Namun Mother tetap terlihat sama walau kini wajahnya menua.
Tiba-tiba saja ia bersenandung. Jari-jari kurus dan panjangnya menari-nari di atas meja makan. Suara ketukan kecil dan senandungannya memenuhi ruangan luas yang hanya diisi oleh kami berdua.
"Dunia sihir telah banyak berubah," ucapnya dengan lirih. "Aku menjadi saksi hidup sebuah sejarah. Ah, kau juga, Draco." Ekor mataku mendapati Mother tersenyum tipis.
"Apa kau menyesal?" Mother menatapku.
"Dulu saat aku mengandungmu, aku pernah bertanya...,"
Aku tak mengerti arah pembicaraan ini.
"Apakah bayi ini ingin hidup? Bagaimana bila ia tidak bahagia nantinya? Bagaimana kalau ia menyesal telah lahir ke dunia?" suara Mother semakin mengecil.
Aku menyeruput tehku dan meneguknya sebelum sadar bahwa rahangku mengeras.
"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini, um, Malfoy," ujarnya setelah kami menghabiskan sepuluh menit dalam hening. Healer Klein meninggalkan kami berdua karena dipanggil oleh seorang healer senior lain. "Bagaimana kau bisa bekerja di sini? Maksudku—"
"Mereka tidak memuatku di Daily Prophet? Hm, tidak? Aku bisa bekerja di sini karena aku bisa." Ternyata aku pandai untuk langsung melebur dalam percakapan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wounds Have No Sound
FanfictionPOST WAR | DRAMIONE | Harry Potter (c) JK Rowling | Soundtrack: https://www.youtube.com/watch?v=F7B8kddeN1k SUMMARY: Sudah sebulan aku menjadi healer magang dan sudah berkali-kali aku ingin mengundurkan diri karena banyak kejadian buruk menimpaku. B...