Ini sudah masuk tahun ke-5 Abelard pergi, bukan aku tak ingin sembuh dari kesakitan ini, bukan aku tak mau berubah, bukan aku senang berada di posisi menyedihkan ini. Tapi ini adalah masalah tentang kebiasaan, kebiasaanku hidup bersama Abelard, kebiasaan selalu melihatnya setiap hari, menghembus aromanya, merasakan nyaman setiap sentuhnya, mendengar detak jantungnya yang selalu membuatku nyaman saat di dekapnya. Dan tiba-tiba semua itu hilang, bisa kalian rasakan apa rasanya jadi aku?
Ya aku tau sikap ku ini malah membuatku terlihat angkuh dan sombong. Tapi jika suatu saat nanti kalian merasakan apa yang kurasakan, katakan padaku bagaimana rasanya, katakan padaku apa yang akan kalian perbuat. Sungguh, sebenarnya bukan aku menutup diri dari dunia, bukan aku terlalu depresi, bukan aku sebegitu lemahnya hingga runtuh separah ini, hanya saja semua ini masih semu bagiku, rasanya aku masih menunggu, rasanya yang kutunggu masih mungkin tuk kugapai lagi, rasanya semua hal yang ku damba masih mungkin terwujud. Dan saat aku harus menapaki kenyataan yang sesungguhnya aku butuh waktu untuk membiasakan diri, sudah terlalu lama aku hidup dalam penantian, sudah terlalu lama aku tidur dalam bayangan, sudah cukup aku larut, tak ingin aku hanyut. Akan kucoba, menjadi yang kalian mau, segera.
-Montenegro,1927
Pagi ini aku untuk pertama kali dalam 2 tahun terakhir aku keluar dari istana, terakhir kali aku berurusan dengan rakyatku adalah 2 tahun lalu saat orang tua ku sedang gencar-gencarnya mencoba mencari obat dari penderitaanku. Ku kenakan dress keistanaanku, oh maaf, maksudku salah satu dress keistanaanku. Aku suka warnanya, Bluduru Hitam dengan semburat coklat mewah mengkilap berglitter dan sentuhan kerutan karet berwarna merah membuat dress ini semakin cantik. Ya mungkin ini sangat kontras saat nanti kukenakan berkeliling kesekitaran luar istana, tapi biarlah toh aku memang harus selalu memperlihatkan kebangsawananku kan, selain itu aku memang tidak memiliki dress jenis lain, tidak mungkin aku mengenakan pakaian tidurku, iya kan?
Baru saja aku keluar dari kamarku, sudah kudengar banyak suara samar-samar menggunjingku, dan suara itu dari pelayan-pelayan istana. Mereka tak tau apa aku mendengar setiap kata yang mereka ucapkan, bodoh. Untung aku sudah terlatih untuk menghiraukan.
"Anda ingin memakai kereta yang mana Tuan Putri?"
"Hm, Sepertinya kali ini aku ingin berjalan kaki saja gustav"
"Kalau begitu baiklah, akan saya siapkan segala keperluan dan pasukan yang mengantar"
"Terimakasih gustav, tapi bukankah itu seharusnya sudah kau siapkan sedari tadi?"
"Maafkan kelalaian ku Putri, aku berjanji tidak akan memakan waktu yang lama untuk menyiapkan semuanya"
"Hahaha, aku hanya bergurau gustav, akan kutunggu"
"Ya tuhan, aku pikir anda serius. Kau tau Putri? kau sudah kuanggap seperti anakku sendiri, dan senang rasanya bisa melihatmu tersenyum lagi setelah lama sekali senyum itu hilang entah kemana"
Setelah berkata seperti itu Gustav langsung pergi untuk menyiapkan semua keperluanku, Bahkan sebelum otakku mampu mencerna perkataannya, dia sudah lenyap. Gustav adalah kepala pelayan di istana ini, dia tau segalanya, tentang ayah,ibu,dan aku bahkan semua pelayan di istana ini. Gustav adalah pendengar yang baik, pemberi masukan paling keren, penenang paling ampuh, itu yang membuat kami semua memilih Gustav untuk dijadikan teman berbagi. Umurnya mungkin sekarnag menginjak 30 hampir 40-an, mungkin jika perkiraan dan perhitunganku tepat usia Gustav sekarang 46 tahun. Aku sangat menyayangi Gustav, aku menganggapnya pamanku. Dan perkataannya barusan seperti menyayat hatiku, ternyata masih ada orang yang merindukan aku, terimaksih Gustav.
Gustav memang tidak pernah mengingkari janjinya, tak sampai 15-menit, ia sudah kembali ketempatku dan mengatakan semua sudah siap.
Pagi yang sangat indah menurutku, karena tidak lagi hanya bisa melihat dari balkon aku sekarang ada didalamnya. Aku berjalan disamping Gustav, Badannya yang tinggi,tegap,dan gagah membuat aku merasa aman setiap bersamanya, Kupasang wajah terhangatku, senyum termanisku,berharap akan mendapat respon yang paling tidak sama. Tapi tatapan mereka seolah menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama sekali tak ingin ku jawab. Beberapa kali kulihati Gustav, mencari pertolongan maksudku, Setelah melihat wajahku Gustav memindah pandangnya, iya melihati warga yang sedang memandangiku dan menggunjingiku dengan tatapan bak Beruang yang akan melahap mangsanya. Huh, lagi-lagi terimaksih Gustav.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Deep Is Your Love
RomanceKetika manusia pandai berucap tapi hilang dibukti.