Part 4

19.9K 188 0
                                    

Sinar matahari masuk dari tirai yang terbuka dan memapar wajah lusi. Ia menggeliat namun terasa sesak dan terlalu hangat, nyaris mendekati panas. Ada sesuatu yang berat menindih tubuhnya. Membuka mata dengan malas, lusi nyaris berteriak saat melihat tangan kekar dengan bulu keperakan sedang menagkup payudaranya dari belakang. Melihat ke bawah, ternyata ada empat kaki yang bertalian di ranjang itu.

Matanya menjelajah ke seisi ruangan, menyelidik dan menemukan bahwa dia berada di sebuah ruangan asing unknown area.

Dimana dia sekarang? Alis nya berkerut binging masih dalam suasana setengah sadar. Lalu penggalan-penggalan kejadian yang terekan seperti film dewasa berkelibat di kepalanya. Pertemuan di depan McD, ciuman dan remasan panas, hingga ke teriakan orgasme mereka yang entah berulang berapa kali.

Oh, Hell! One night stand seharusnya berakhir sebelum matahari terbit. Apa yang mereka lakukan sekarang? Ini sudah jam berapa? Dimana otak mu Lus?

Perlahan lusi menggeser tangan itu dari payudarnya, ia merangkak keluar dari ranjang, meraih celana dalamnya dari lantai dan memakainya di ikuti dengan pakaian lengkap lain.

Sesaat hendak keluar, lusi berhenti di tepi ranjang untuk mengamati Sam sejenak untuk yang terakhir kali.

God, seandainya pria ini bersedia menjadi fuck buddy atau friend with benefit nya. Pati akan sangat menyenangkan. Sam benar-benar hebat di ranjang.

Pipinya memanas melihat ereksi Sam yang pagi itu menegang lagi dan masih terbungkus kondom semalam. Mereka melakukannya lagi entah berapa kali setelah yang pertama. Tadi malam adalah termasuk ke dalam malam terpanas yang lusi miliki.

Mulutnya terbuka lebar melihat tangan Sam yang sedang tertidur terlihat seperti sedang meremas-remas. Hell, itukah yang membuatnya tidur sangat nyenyak dan berasa di surga? Remasan kecil di dalam tidur Sam? Ingin rasanya lusi kembali membuka baju dan menuntun tangan itu ke payudaranya lagi, atau terserahlah di manapun selagi area itu bersambungan dengan sensor yang transdusernya di otak Lusi, namun ia buru-buru menggeleng dan mengenyahkan pemikiran itu, itu gila! Dia harus pergi sekarang.

Lusi mengendap keluar dan mengutuk diri lebih banyak lagi setelah ia menerima pandangan-pandangan menyelidik dari para petugas kebersihan sampai pelanggan hotel lain akan rambut dan pakaiannya yang kusut dan tidak masuk golongan 'pengunjung hotel bintang lima dengan cabang di berbagai penjuru dunia' ini.

Terkutuk! Kenapa orang Indonesia cenderung suka mencampuri urusan orang lain dengan tampang menghakimi khas mereka itu? lusi mengupat dalam hati, kemudian menyadari bahwa ia juga orang Indonesia dan dia juga termasuk bukan? atau setidaknya tidak semua orang, hanya sebagian besar. Koreksinya kemudian.

Lusi bukan yang suka ikut campur kok! Dia akan berjalan lurus dan pura-pura tidak melihat, sekalipun ada wanita acak-acakan dengan tampang dapat di pertanyakan keluar hotel di pagi hari.

Lusi hampir saja bersujud syukur saat sampai di apartemennya. Ia akan masuk dan menemukan apartemen tenang karena kinar sedang berada di bandung, bukan berarti dia membenci kinar berada di sini, tapi kadang akan sangat sulit menghadapi pertanyaan kinar saat ia pulang di pagi hari dengan tampang 'aku mengalami banyak orgasme' seperti ini.

Ia membuka pintu dengan bersenandung kecil, menggila dengan pemikiran berendam sampai kulitnya keriput di hari minggu sambil mendengarkan music di temani segelas anggur dari Oddbins yang baru sampai kemaren.

"Lusi, apa kau gila?" suara melengking kinar menyembur dengan kepala orangnya yang sedang di lilit handuk dari balik pintu.

"OH MY GOD. KAU MENGAGETKANKU." Runtuk lusi kesal karena khayalannya tadi tidak akan pernah terwujud. Tuhan, badannya benar-benar lelah dari malam panjangnya, dan ia tidak memiliki sisa tenaga apapun untuk perdebatan bodoh ini.

"LUSI?" nada kinar memperingatkan.

Lusi membanting diri ke sofa melewati kinar yang sedang berkacak pinggang, "LUSI?" ulang kinar seperti seorang ibu yang sedang menghadapi putrinya yang menginap di luar tanpa kabar semalaman.

Lusi memutar bola mata nya, kinar melebihi seorang ibu. "Aku lelah." Lusi menaggalkan jaketnya.

"LUSI!!!" pekik kinar penuh kengerian. Lusi mengikuti arah mata kinar dan menemukan bintik-bintik merah nyaris di sekujur badan nya. Bukti gairah dan kegilaan Sam tadi malam. Buru-buru ia mengambil jaket dan bermaksud menutupnya, namun ia memang selalu kalah cepat dengan kinar. Sahabatnya itu telah melempar jaketnya menjauh lebih dahulu, menegakan dan menarik bahu lusi ke arahnya, ia mengamati lusi dengan pandangan ngeri yang dramatis. "Apakah ini ulah si bule?" kinar tidak berusaha menyembunyikan nada sarkasme nya. Lusi ingin sekali memutar waktu, dan memperingatkan Sam di awal pertemuan agar tidak menimbulkan bekas seperti ini. ini gila! Bahkan lusi agak sedikit ngeri.

Tak ada gunanya mengelak dari kinar, apalagi dengan bukti yang jelas seperti ini. lusi akhirnya menceritakan sedetil-detilnya dan menerima lebih dari dua jam ceramah kinar tentang bahaya STD (sekalipun lusi telah mengatakan dalam capslock bahwa mereka memakai kondom) dan bahaya patah hati (meskipun dengan double capslock lusi telah menjelaskan bahwa hubungan mereka hanya sebatas pemuasan nafsu semata dalam semalam).

Jam sebelas siang lusi baru berhasil di bebaskan ke kamarnya. Ia telah kehilangan gairah berendamnya tadi, lusi malah menghempaskan diri di kasur dan memilih tidur mengingat seberapa kurang tidurnya ia semalam.


TBC. . .

Enjoy the reading Guys!! :*

hug and kisses oxoxoxoxo

Vita aka Miss Marshmallow


One Night StandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang