Chapter 2

987 44 0
                                    

Alvin masih terus menunggui mamanya, sudah dua hari ini ia mengabaikan sekolahnya. Yang terpenting untuknya saat ini adalah mamanya. Kondisi Rita memang berangsur pulih, namun ada yang aneh dari sorot matanya. Ada kegelisahan, sedih, khawatir disana. Alvin tak berani menanyakan ada apa, melihat mamanya sedikit enggan jika ditanya perihal kondisinya. Papanya pun terlihat jarang menjenguk mamanya, entah kenapa. Alvin merasa ada yang tidak beres antar keduanya.

"Mama mau makan buah?? Biar Alvin kupasin"

Rita hanya menggeleng lemah. matanya menerawang sesuatu. Terlihat tidak fokus.
Alvin menghela nafas panjang.

"Ya sudah, Alvin keluar dulu ya ma sebentar. Kalau mama butuh sesuatu tekan tombol disamping kasur mama"

Alvin mencium kening Rita agak lama. Menyalurkan rindunya pada mamanya yang dulu. Bukan yang tak memiliki jiwa seperti ini.
Ditaman rumah sakit Alvin duduk sendiri. Menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ada sesak yang menikam ulu hatinya. Biarlah ia dianggap cengeng. Ia tak peduli. Apapun yang menyangkut Ibunya ia tak akan peduli omongan orang yang hanya bisa berkomentar.

Laki-laki tinggi itu menekan sebuah nama pada kontak smartphonenya. Tak lama terdengar nada sambung. Namun tak ada jawaban dari seberang. Sekali Alvin matikan dan mencoba menghubungi kembali.

"Yaa hallo vin, kenapa??"

"Mama pa, Alvin gak kuat kalo liat mama gitu terus kondisinya. Papa nemenin mama yaa. Mungkin aja mama akan lebih semangat kalo ada apa disisinya"

Suara dari seberang agak lama menanggapi. Ia tengah berpikir bagaimana menghindari hal yang diminta sang putra namun membuat Alvin tidak menaruh rasa curiga padanya.

"Pa??" Karena tak kunjung menjawab akhirnya Alvin menegur Bram.

"Papa gak bisa vin, kerjaan lagi banyak-banyaknya dikantor. Lagian setiap malam kan papa juga kesana"

"Gak fungsi kalo papa kesini saat mama udah tidur" sahut Alvin dingin

"Maafin papa yaa vin. Pa..."

"Sebenarnya ada yang kalian sembunyikan dari aku. Iyaa kan pa??" Sela Alvin dingin

"Aku merasa ada yang berbeda diantara kita pa. Kita udah sehangat dulu" lanjutnya

"Vin..."

"Maaf mengganggu waktu anda, tuan sindhunata yang terhormat"

Alvin mengakhiri sambungan telpon itu dengan perasaan marah.
Berselang beberapa menit handphone silvernya bergetar, sebuah nama tertera dilayarnya. Segera ia geser gambar gagang telpon itu ke kiri. Mengangkat panggilan

"Hm"

"Ketus banget sih lo!! PMS!!" Sahut suara cempreng dari seberang sana.

Moodnya yang tengah jelek membuatnya tak ingin meladeni suara-suara semacam sahabatnya ini.

"Ada apa?? Gue lagi males basa-basi"

"Widiiihhh hitler lo!! Gak papa sih hehehe, pengen nelpon lo aja. Kang... "

Belum selesai Via mengutarakan apa yang ingin ia katakan, Alvin sudah mengakhiri sambungan itu sebelah pihak. Masa bodo dengan omelan yang akan ia dapat nanti. Hatinya masih lanas dan ia tak ingin diganggu.

***

Ify menatap rumah dihadapannya dengan sedih. Gara-gara membiayai pengobatannya mama dan adiknya rela menempati rumah seserhana dipinggir kota. Lihat saja gerbang besinya sudah berkarat. Lihat plafonnya, tercetak jelas warna cokelat yang membentuk pola-pola tak beraturan menandakan atapnya bocor.

Urusan Hati (Rify Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang