Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh/tempat/ merupakan suatu ketidaksengajaan. Cerita ini murni dari pemikiran saya dan di lindungi oleh undang-undang yang berlaku sebagai hak cipta milik. Bila ada unsur kesamaan alur/lattar itu berarti saya dan anda satu pemikiran. Wkwkwk.. tapi jelas itu tidak mungkin. Hehe
Di larang keras mencopy! (kayak ada yang minat aja.. :D)
Dan terima kasih untuk waktunya.
Happy Reading..
Ciizukkaa
Ardan menyesap kopi yang baru saja di antarkan oleh sekretarisnya. Ia menyesap kopinya, namun matanya tak bisa teralihkan dari benda persegi yang menjadi teman hidupnya akhir-akhir ini. Matanya tak pernah lepas dari laptop di depannya, ia sedang meneliti hasil perusahaan yang ia pimpin bersama ayahnya. Perusahaan keluarga yang sudah turun temurun di pegang oleh keluarga HERDANI, dan sebentar lagi akan di serahkan kepada Ardan sebagai putra sulung dari pasangan Damar Rian Herdani dan Astri Kumala Herdani. Ardan sendiri tidak menginginkan dirinya menjadi pemimpin perusahaan, ia malah ingin bekerja di perusahaan lain yang tidak ada campur tangan keluarganya. Ia ingin memulai karirnya dari nol, tapi orang tuanya sendiri yang bersikeukeh menyerahkan kepemimpinan pada anak sulungnya, tapi nanti setelah Ardan menikah. Begitulah katanya yang memberatkan Ardan bekerja di perusahaannya sendiri.
Semenjak Ardan menjabat sebagi wakil direktur, perusahaaan yang ia pimpin semakin berkembang. Bahkan sudah bercabang di beberapa kota, dan di kota-kota tersebut sudah ada saudara-saudaranya yang siap mengurusnya. Jadilah Ardan hanya memantaunya saja dari jauh, tapi tak jarang ia juga sering berkunjung di cabang perusahaannya. Paling sering ia berkunjung seminggu sekali untuk 2 cabang perusahaanya. Jadi, ia selalu keluar kota setiap minggunya 2 hari.
Drrrrt..drrt..drrtt...
Ardan mengacuhkan getar handphone yang di taruh di atas sofa. Agak jauh dari tempat ia duduk sekarang, ia berharap tidak ada yang mengganggunya saat ini. Karena saat ini ia sedang ingin menikmati pekerjaannya. Ia berusaha tetap konsentrasi pada layar di depannya. Beberapa detik kemudian ponselnya berhenti bergetar, Ardan merasa sedikit lega namun ternyata kelegaannya hanya beberapa detik saja. Karena beberapa detik kemudian ponselnya kembali bergetar. 'harusnya tadi, aku buat mode senyap saja!' batin Ardan sedikit kesal dengan si penelpon. Tapi lagi, Ardan mengacuhkannya. Ia kembali lagi menatap layar laptopnya meski sekarang konsentrasinya sudah terpecah belah.
Suara getar handphonenya kembali terdengar membuat Ardan menghentikan aktivitasnya, ia menatap sengit ke arah handphone yang ada di sofa. Orang di seberang sana benar-benar mengganggu pekerjaannya. Ia berdiri, mengambil handphone yang di letakkan di atas sofa. Saat menatap layar handphone nya, ia benar-benar harus menelan semua kekesalannya. Ia segera menerima panggilan tersebut dengan setengah hati.
"kamu dimana?! Kenapa nggak di angkat-angkat!" tanya seseorang di seberang sana dengan nada tinggi, marah. Dari suaranya orang yang menelponnya adalah wanita.
"di kantor bun, tadi sore ada meeting sama klien makannya hp nya Cuma Ardan getar.." jawab Ardan malas menjelaskan pada orang di seberang sana yang ternyata adalah ibunya sendiri. Astri.
Dari seberang sana, ibunya hanya mendengus mendengar jawaban putra sulungnya. "sekarang pulang, ada yang ingin bunda bicarakan." Perintahnya tegas, tidak bisa di bantah.
Sekarang giliran Ardan yang mendengus mendengar perintah ibunya yang harus di turuti. Ya, Ardan selalu berusaha untuk tidak membantah perintah ibunya. Ardan sangat menyayangi ibunya, dan tidak ingin menyakitinya 'lagi'. "Ardan masih ada kerjaan bun.. ada apa sih?" tolak Ardan halus, meski semuanya pasti sia-sia. Ibunya tidak bisa di bantah dengan mudah, hampir semua perintah ibunya selalu di turuti dan ia selalu berusaha membuat ibunya bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL
RandomAlasan mengapa aku tidak ingin terikat adalah, rasa yang ku punya selalu berujung kecewa. Ardan Ferdinand