Part 1

54 3 0
                                    

Mulmed : Arianna Anggraini Lestari

+++++++++++++++++++++

Fadlan Alfirdzi.

Nama dari orang yang begitu penting dihidupku saat ini. Saat ini. Ya, tidak ada yang tahu kedepannya akan seperti apa.

Aku begitu mencintainya. Segalanya yang ada pada diriku telah kuberikan kepadanya. Ya, segalanya. Sebegitu percaya dan cintanya aku ke dia sampai-sampai tanpa berpikir dua kali aku mengiyakan keinginannya untuk memiliki aku seutuhnya. Bahkan aku tega bohong pada kedua orangtua aku demi bisa bertemu dengannya.

Kami berdua emang ngejalanin hubungan jarak jauh. Aku di Manado, sedangkan dia di Makassar. Kadang dia nyempatin waktu datang ke rumah aku dan bersilaturahmi dengan keluargaku.

Orangtuaku bahkan nyetujuin hubungan kami berdua. Alasan mereka menerima Fadlan adalah semata-mata mereka mempercayakan diriku pada Fadlan. Mereka percaya Fadlan bisa menjaga diriku dengan baik, begitupun dengan diriku.

Tapi pada malam itu aku melakukan kesalahan fatal. Aku menghianati kepercayaan yang diberikan oleh orangtuaku. Secara sadar kami berdua telah melakukan dosa besar. Kami melakukannya.

Waktu itu aku begitu teramat rindu dengan Fadlan, sehingga aku berani berbohong kepada mama dan papa hanya untuk bisa bertemu dengannya. Aku beralasan ada tugas dari kampus yang mengharuskan diriku untuk pergi ke luar kota.

Fadlan menjemputku di Airport malam itu. Kami memesan sebuah kamar di sebuah hotel untuk ku tempati selama berada di Makassar. Tapi malam semakin larut, Fadlan memutuskan untuk menginap denganku. Sekamar. Dan aku kaget mendengar permintaanya padaku saat itu. Dia 'menginginkanku'. Menginginkan diriku seutuhnya. Entah setan apa yang berhasil mempengaruhiku saat itu sehingga aku mengiyakan keinginan Fadlan.

Dan malam itu, Fadlan berhasil mendapatkan keinginannya.

~

Sejak malam itu aku bertekat, bahwa kejadian itu adalah untuk yang pertama dan terakhir kalinya kami melakukannya tanpa ikatan yang halal. Dan Fadlan menyetujuinya.

Tapi yang namanya iblis tetap saja mengganggu manusia. Apalagi diriku dan Fadlan yang jelas-jelas imannya begitu lemah.

Waktu itu kami bertengkar hebat. Fadlan cemburu akan kedekatanku dengan mahasiswa di kampusku. Posesif. Salah satu sifat Fadlan yang kurang aku sukai.

Demi membujuknya, aku rela berangkat ke Makassar dan berbohong kepada kedua orangtuaku lagi.

Setelah memberitahu Fadlan tentang keberangkatanku, aku berjalan menuju ke kafetaria yang ada di bandara Hasanuddin, Makassar. Coffelate dan waffle menjadi pilihanku. Semarah apapun Fadlan, dia tidak akan pernah membiarkanku terlantar.

Setelah setengah jam menunggu akhirnya dia tiba. Dengan setelan kemeja dan celana kain yang pas ditubuhnya, menambah kesan maskulin pada diri seoran Fadlan Alfaridzi.

"Maaf terlambat. Aku tadi harus menyelesaikan beberapa pekerjaan dulu baru sempat kemari." Kata pertama yang keluar dari mulutnya setelah sebelumnya mencium keningku.

"No problem, lan." Jawabku sekenanya. Jujur aku bingung memulai obrolan ini dari mana.

Fadlan melirikku sebentar kemudian memainkan ponselnya. "Ada apa kamu kemari?." Dingin. Yah, adegan mencium kening tadi hanya sebuah kebiasaan semata. Nyatanya dia masih marah padaku.

"Kamu harus dengar penjelasan aku dulu, Fad. Aku mohon kamu jangan marah dulu. Kamu salah paham." Aku mencoba menjelaskan duduk permasalahan antara kami berdua.

Fadlan berdiri dan mengantongi ponselnya. "Kita ke apartemen aku." Aku belum sempat protes ketika dalam sekejap Fadlan menarik tanganku meninggalkan Airport. Dan disinilah kami, di mobil Fadlan. Keheningan memenuhi suasana. Aku benci keadaan seperti ini, tapi aku harus bersabar. Fadlan dengan emosinya itu sungguh tidak baik. lebih baik tunggu sampai di apartemen baru aku bicara.

~

Aku salah. Ternyata komitmen yang kami ucapkan pada waktu itu telah dipatakan oleh kami sendiri.

"Aku menginginkanmu, Ann." Adalah kalimat yang diucapkan Fadlan setelah masalah kami terselesaikan. Aku berusaha menolak dan mengingatkan Fadlan tentang janji kami. Tapi sepertinya tidak mempan. Kilatan gairah dimatanya menandakan tidak ada kata penolakan yang ingin didengarnya. Dan malam ini, dia mendapatkannya lagi.

~

"Kenapa sih harus dibesar-besarin? Toh ini bukan yang pertama kali kita ngelakuinnya. Kenapa baru sekarang kamu marah dan protes?"

What? Apa dia menganggap ini hanya masalah kecil? "Bukan itu yang aku permasalahin. Aku tuh kecewa sama kamu. Kamu udah janji sama aku nggak akan ngelakuin itu lagi ke aku. Tapi yang semalam apa? Kamu ngelanggar janji, lan." Jawabku dengan nada yang menyiratkan kekecewaan yang besar.

"Tapi kamu nikmatin juga kan, Ann? Nggak usah munafik. Kalaupun kamu emang bener-bener nggak mau, harusnya kamu lebih bisa nolak aku. Tapi apa? Justru kamu yang menginginkan lagi dan lagi." Brengsek! Haruskah dia ngomong sefrontal itu? Ya, nggak aku pungkiri. Semalam aku memang menikmatinya, tapi semua ini nggak akan terjadi seandainya dia nggak maksa aku.

"Udahlah sayang. Nggak usah marah-marah. Aku janji, dan ini aku beneran janji. Aku nggak akan lakuin itu lagi ke kamu." Fadlan menggenggam tanganku erat dan merengkuhku dalam dekapannya. Aku melingkarkan tanganku ke punggungnya, membalas pelukannya tidak kalah erat.

~

Kamu emang nggak nyentuh aku lagi, lan. Tapi kamu ngelakuin lebih dari itu ke aku. Kamu nyakitin aku. Tidak cukupkah aku bagi kamu? Haruskah kamu menghadirkan perempuan lain ditengah-tengah kita?

Aku LEBIH dari kecewa sama kamu.

+++++++++++++++++

TBC

Haiiii, cerita baru lagi ^_^

Semoga nggak ngecewain banget ya J

Oh iya, Together In Jannah aku pending dulu ya, mau fokus ke "Can I" dulu .. hehe

See you :*

}


Can I ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang