After That Night

4K 362 159
                                    

Kupejamkan mataku rapat-rapat, berdoa agar kantuk cepat datang dan mengangkat segala beban lelah yang menggerogoti tubuh ini. Berharap agar kantuk segera membawaku ke sebuah mimpi indah tanpa ada bayang-bayang Malfoy yang hanya membawa rasa sakit tiap kali aku mengingatnya. Tapi tampaknya Merlin tidak ingin mengabulkan permintaanku karena sampai sekarang aku masih belum juga terlelap.

Jam dinding yang tergantung diantara pigura menunjukkan pukul 5 lewat 10 menit, yang berarti sang raja langit akan muncul dalam waktu sekitar setengah jam lagi. Aku menghela nafas lelah. Mataku memerah, lingkaran hitam dibawah mataku semakin menebal, wajahku kuyu dan pucat diakibatkan oleh waktu istirahatku yang seminggu ini kacau entah karena apa.

Bagaimana aku bisa tahu apa yang membuatku kacau kalau yang ada didalam kepalaku hanya Malfoy, Malfoy dan Malfoy?

Dan aku benci setiap kehadirannya disekitarku yang membuatku semakin sakit.

Rasa sakit yang selama ini kuhindari pada akhirnya timbul semakin nyata.

Aku menarik nafasku dalam-dalam. Setiap detik kutekankan pada diriku sendiri bahwa tidak ada yang salah disini. Aku tidak salah. Malfoy tidak salah. Ia bahkan tidak menyakitiku sama sekali. Aku pun tidak seharusnya merasakan sakit. Rasa sakit itu mungkin hanya bentuk dari rasa lelah akibat menumpuknya tugas serta tekanan batin yang masih mengganggu sehabis perang tahun lalu. Yah, mungkin.

Kulepas udara yang tadi mengisi penuh paru-paruku perlahan. Mulai merasa lebih baik, aku pun bangkit dari posisiku lalu melipat selimut Gryffindor-ku.

Masih terpatri jelas diingatanku setiap detil dari percakapan antara aku dengan McGonagall semalam. Kemudian disambung dengan kedatangan Malfoy bersama Filch dan Astoria yang tiba-tiba, pengaduan Filch, pembelaan Malfoy yang tidak masuk akal, semuanya masih terasa segar diingatanku.

Aku harus kembali. Bagaimanapun caranya aku harus kembali seperti Hermione yang sedia kala. Pun aku tahu ini akan terasa sulit. Mungkin. Tetapi, aku tetap harus mencobanya.

Karena mereka menyukai Hermione Granger yang dulu.

Bunyi nyaring seperti panci jatuh menyentakku ke dunia nyata. Lantas aku melangkahkan kakiku ke pintu kamarku yang terkunci kemudian membukanya sedikit. Tidak ada orang.

Apakah Malfoy sudah bangun?

Pelan tapi pasti aku membuka pintu kamarku hingga terbuka sepenuhnya. "Malfoy?"

Hening.

Aku menuntun kakiku menuju Ruang Rekreasi yang sepi. Hanya bunyi derak kayu yang terbakar di perapian yang memenuhi Ruang Rekreasi. Kulihat singgasana Malfoy yang kosong, hanya ada selimut polos milikku yang terlipat rapih di meja kecil didekat sofa nya. Semalam Malfoy memang masih tertidur disana saat aku masuk ke kamarku. Apa mungkin dia sudah pindah tidur di kamarnya?

Aku mengendikkan bahuku acuh. Karena aku malas kembali ke kamarku yang hanya membuatku melamun tidak jelas, aku pun memutuskan untuk melangkah ke pantry. Membuat segelas coklat panas dan buku Ramuan Tingkat Lanjut yang menemani sepertinya sebuah rencana yang bagus.

Namun tiba-tiba langkahku terhenti ketika tubuhku hampir bertubrukan dengan sosok tinggi jangkung di lorong menuju pantry. Aku terkesiap. Refleks aku mundur beberapa langkah ke belakang lalu mendongak.

Malfoy.

"Granger?"

Suara dalamnya seakan menyetrum seluruh saraf yang ada ditubuhku. Aku benci efek itu. Segera saja ku netralkan segala perasaan asing yang selalu hinggap kapanpun Malfoy berada disekitarku.

"Err.. Granger?"

Aku hanya diam. Seharusnya aku mengabaikannya dan segera membuat coklat panas seperti yang ku inginkan. Tapi aku hanya diam.

Ia menggaruk kepalanya seakan bingung dengan apa yang mau dia katakan kepadaku sekarang. Aku menaikkan sebelah alisku, tidak sabar dengan gelagatnya yang seperti orang bodoh. Matanya bergerak tidak tentu. Aku tahu kalau ia sedang menghindari kontak mata denganku, well-- ini benar-benar aneh. "Apa yang ingin kau katakan?"

"Err.. duh--"

"Jangan membuang-buang waktuku." Aku melirik piala yang dipegangnya. Mengepulkan asap-asap tipis serta bau coklat yang mulai masuk ke indera pembauku. "Aku ingin buat coklat panas, Malfoy. Kau menghalangi jalanku. Awas." Gerutuku seraya mendorong tubuhnya pelan kesamping.

"Tunggu."

Tangannya menyambar pergelangan tanganku, menahanku agar tidak meninggalkannya. Merasa ada yang salah, aku menyentak tanganku agar lepas dari genggamannya, dan berhasil.

"Dont you dare to touch me." Desisku tajam.

Ekspresi terkejut terlihat diwajahnya yang sayu. Lalu dalam hitungan detik ekspresi yang tidak pernah kuduga sebelumnya muncul. Ekspresi rasa bersalah.

"Maaf.."

Tidak. Bukan. Bukan seperti itu. Seharusnya dia tidak melepas lenganku. Seharusnya dia menggodaku. Seharusnya-- seharusnya dia tidak mengatakan maaf.. untukku.

Aku menggeleng pelan, berbalik menuju pantry, aku meninggalkannya tanpa dia yang melanjutkan ucapannya. Tanpa aku yang mengucapkan sepatah katapun.

Dan kali ini ia tidak menahanku.

•••
(a/n: Bagian selanjutnya terjadi sebelum Hermione keluar kamar ya)
•••

Draco's POV

Pegal yang kian terasa di punggung membangunkanku dari tidur lelapku di sofa. Sesuatu yang tadi kurasakan membungkus tubuhku jatuh ke lantai saat aku bangkit dari posisiku. Menunduk, memerhatikan selimut polos yang asing karena aku tidak pernah melihatnya.

Tidak mungkin selimut itu milikku. Karena semua selimutku berwarna hijau zamrud. Kalau tidak hijau zamrud ya, perak.

Sangat Slytherin? Memang. Aku bangga menjadi Slytherin.

Berniat melipat selimut milik siapapun itu, aku pun mengambilnya. Wangi vanilla yang sangat kukenal menusuk indera pembauku saat selimut itu kubentangkan didepan wajahku.

"Granger. Ini milik Granger." Gumamku pada diri sendiri.

Saat itu juga perasaan asing menyelundup masuk, mengarus bersama darah yang mengalir didalam tubuhku. Efek berlebihan yang selalu ditimbulkan gadis itu walau tanpa ada sosoknya disekitarku. Aku tersenyum kecil.

Hermione Jean Granger.

Setiap kali mata kami bertemu, ingatan akan rasa sakit selalu muncul. Rasa sakit ketika dulu melihat matanya menatap si kepala merah penuh cinta dan aku hanya bisa diam karena tidak memiliki hak sama sekali untuk marah atasnya. Rasa sakit ketika dulu aku hanya menontonnya disiksa oleh Aunty Bella di Malfoy Manor tanpa bisa menolongnya. Rasa sakit ketika dulu melihatnya hampir putus asa saat perang melawan Si Pesek tanpa bisa membantunya. Rasa sakit ketika dulu aku melihatnya menangis karena si kepala merah sialan itu menyakitinya dan aku tidak bisa disana untuk memeluknya. Rasa sakit ketika aku menyadari kalau dia, tidak mungkin mencintaiku seperti aku mencintainya.

Kemudian, rasa menyesal. Rasa menyesal yang tidak seharusnya kurasakan karena ia tidak akan merasa sakit karenaku. Tidak seharusnya aku merasa menyesal karena tidak mungkin berubahnya dia menjadi sosok yang pendiam, disebabkan olehku. Tidak seharusnya.

Tapi aku seorang pengecut. Aku hanya mampu mencintai dalam bayang semu. Aku hanya mampu menyelipkan perhatian kecil didalam godaanku. Aku hanya mampu melindunginya dibalik sosok egoisku. Aku pengecut.

Dan Abraxas Malfoy akan bangkit dari kuburnya jika mendengar cucunya bersikap se-lembek ini.

Pengecut.

Aku seorang pengecut. Jadi sudah seharusnya bukan aku berbohong atas pernyataanku di tepi Danau Hitam saat itu?

•••

JADI BEGITULAH HOHO.

Btw ada yang masih inget pernyataan apa itu? Kalo lupa, baca lagi akhir chapter Damn Photo's Effect (2) ya!

Jangan lupa vommentnya ya gaes x

Alohomora [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang