Maha Jerawat

68 5 0
                                    

    Paginya muncul jerawat super besar di puncak hidungku. Mulanya aku kaget saat melihat bayangan hidungku yang tiba tiba menjadi mancung. Setelah aku berkaca dan memperhatikan. Ternyata bencana jerawat itu datang. Mungkin benar orang bilang jerawat itu tanda cinta. Kemarin baru saja aku jatuh cinta dengan teman kak Ferdi. Sialnya jerawat cinta itu tumbuh dan membesar seketika. Seperti hatiku yang sekarang membengkak dan ikut ditumbuhi jerawat. Bedanya jerawat ini jerawat ganteng. Aku tersenyum sendiri. Hobi yang sering kulakukan jika memiliki pemikiran aneh.

    Pagi itu rumah digemparkan dengan kehadiranku plus jerawat besar di hidungku. Ibu uring - uringan dan omelannya dimulai. Dari jerawat, malas mandi, main game sampe jatuh cinta. Aku tidak melihat adanya hubungan antara topik omelan ibu, tapi yang pasti aku tahu aku akan telat pagi ini jika Ibu tidak segera menghentikan omelannya. Untung saja hari ini tidak ada PR yang harus dikumpulkan kalau tidak urusannya bisa gawat karena aku tidak pernah mengerjakan PR di rumah. Aku cukup profesional dalam menghadapi tugas. Apapun tugasnya jika di berikan di sekolah, aku akan membuatnya di sekolah. Menurutku profesionalitas harus dipupuk semenjak dini.

    Omelan Ibu berakhir pukul 07.15 teng - teng. Finish dengan kesimpulan Final bahwa aku harus dibawa ke klinik kecantikan terdekat untuk mengobati segala kemalangan yang telah kulakukan pada wajahku. Aku hanya mengangguk tanpa membayangkan apapun dan memikirkan Bu Zarni yang garang dengan mistar kayunya sedang menantiku di sekolah. Waktu sangat sempit. Benar - benar sesuai dengan lamanya waktu yang tersisa jika dipakai untuk berangkat sekolah dengan ojek langgananyang sudah menunggu di warung depan rumah. Begitu melihatku om ojek segera menaiki tunggangannya, mengengkol, dan serta merta mengegas motor itu untuk secepatnya menghampiriku. Aku segera melangkah dan membawa pantatku ke atas jok motor berharap semoga rol kayu bu Zarni tidak meminta korban lagi.

    Perjalanan sudah memasuki menit ke 3 saat aku melihat Kak Ferdinand Alonso mengegas motornya dan menyalibku yang menaiki ojek langganan. Seperti Rossi yang bertarung dengan Mark Marques, Om ojek mengegas lagi motornya. Kami bersisian sekarang. Membuatku bisa melihat dengan jelas sesosok makhluk yang duduk dengan ganteng di belakang kak Ferdi. Lelaki yang menjadi musabab munculnya jerawat di hidungku. Lelaki itu menoleh dan aku tiba - tiba berharap menjadi seorang Nobita agar bisa meminta Doraemon mengeluarkan alat penghenti waktu. Aku tidak bisa berekspresi dengan jelas. Mungkin mukaku sangat aneh karena makhluk tampan di belakang Kak Ferdi memalingkan wajahnya saat melihatku.

    Menit ke 4 kami sampai di depan sekolah. Aku berhenti bersamaan dengan berhentinya Kak Ferdi dan berlalunya makhluk tampan itu dari depanku. Sambil menahan keinginan untuk menatap Kak Ferdi lebih lama sebagai penyemangat belajar atau memberikan ucapan "bon voyage" bagi makhluk yang menghiasi pikiranku sejak kemarin aku berlari. Bayangan Bu Zarni dan rol kayunya lebih berkuasa saat ini.

    Menit ke 5 aku sampai di depan kelas. Bu Zarni muncul di menit ke 6. Aku beruntung. Lalu tampaklah Jono yang entah bagaimana caranya muncul setelahku. Aku tidak melihatnya di parkiran tadi atau aku tidak menghiraukannya? Aku tidak tahu pasti. Yang jelas saat ini aku sudah jadi bulan - bulanan teman - teman karena mereka menduga aku datang bersama Jono. Dengan kata lain, mereka menyangka aku dan Jono berboncengan dan saling menunggu di rumah untuk datang ke sekolah bersama. Aku kesal. Melupakan sakit hidung yang kuderita akibat jerawat mahabesar yang bertengger di sana.

    Istirahat tinggal 15 menit lagi. Perutku sudah keroncongan karena sarapan tadi tidak diisi dengan porsi biasa. Aku tidak bisa menelan dengan baik karena omelan Ibu. Sambil memberanikan diri untuk permisi keluar aku memikirkan uang yang akan aku habiskan nanti di kantin. Mungkin hari ini aku tidak bisa menabungkan hampir seluruh uang jajanku dan memperlambat hari pembelian boneka Ironman tapi setidaknya aku sadar bahwa tetap hidup untuk mengalami hal itu lebih penting. Aku memberanikan diri untuk membeli menu termahal di kantin sekolah kami. Mie rebus telor dengan kerupuk kulit dan jus jeruk. Total 15 ribu Mie 7 ribu kerupuk kulit 2 ribu dan jus jeruk yang menyehatkan 6 ribu. Aku memesannya pada Ibu kantin yang terkesima dengan pesanan tak biasa ku . Untuk diketahui, biasanya aku hanya beli air mineral yang harganya cuma gopekan 3 semester belakangan. Semua kulakukan demi Om Tony dengan balutan baju zirahnya.

    Tiba - tiba kantin terlihat mulai ramai. Bel berbunyi saat aku sedang sibuk menyantap boiled noodle with skin chip tiba - tiba nama makananku menjadi sangat aneh saat aku mencoba mempraktekkan pelajaran di les kemarin. Sambil tersenyum aku meminum jus jeruk. Perhatianku teralihkan karena gelas jus jerukku di angkat sebentuk tangan yang memakai inai berwarna merah darah. Aku mengangkat kepalaku. Mendapati seorang perempuan cantik berlipstik pink stoberi yang memakai baju seragam dan sedang menatapku sinis. Baju seragamnya mengingatkanku akan umurnya yang membuatku bingung karena penampilan ala tante - tante yang di tunjukkannya.

    "Kamu siapanya Ferdi?"

    Okay dia ternyata kelas 3 karena memanggil Kak Ferdi seperti itu. Aku hanya diam sambil meneruskan makan mi.

    "hei, Kamu siapanya Ferdi? Jerawat batu?"

    Apa? Jerawat batu. Dasar tante - tante berseragam. Asal dia tahu baru kali ini sang maha jerawat muncul. Aku menjawab dalam hati, mencoba mengindari konflik.

    "Nanti jangan duduk dekat Ferdi lagi!"

    Dia mengancamku. Aku hanya menatapnya sebentar meneruskan adegan makan yang sempat terhenti. Ibuku bilang tidak baik berbicara saat makan. Mungkin tante - tante berseragam itu tidak tahu.

    Aku sebenarnya tidak niat untuk duduk dekat dengan Kak Ferdi. Orang bilang hidup itu butuh usaha namun 99% diantaranya butuh faktor L yaitu Lak yang artinya keberuntungan. Aku hanya beruntung saat tiba - tiba terduduk di sebelah Kak Ferdi. Apa salahku sehingga mereka berbuat begini. Jika memang ingin duduk di sebelah Kak Ferdi kenapa tidak sejak tadi. Basa - basi mereka terlalu tinggi untuk sekedar mendekati Kak Ferdi yang walaupun ganteng sebenarnya sedikit maju giginya itu.

    Hari ini aku les. Jerawat batu yang muncul tepat di puncak hidung yang membuat hidungku ini terlihat lebih mancung dari samping ternyata juga membuatku sedikit susah melihat. Pandanganku mau tidak mau selalu teralihkan ke jerawat yang semakin memerah. Membuat kedua mata besarku menjadi sedikit juling saat memandangnya. Coba saja kalian menatap hidung sendiri jika tidak percaya.

    Ternyata hari ini aku duduk di depan. Aku yang memilihnya dan percaya atau tidak, Kak Ferdi tetap duduk di sebelahku. Tersenyum sedikit saat melihatku yang sedang memandangi sang maha jerawat. Mungkin wajahku dengan mata juling menarik perhatiannya untuk duduk lagi di sebelahku. Aku tidak tahu pasti. Melihat kerelaan Kak Ferdi untuk duduk di sebelahku, aku jadi memikirkan bencana apa yang akan terjadi padaku di sekolah nanti. Ingin rasanya aku melarang Kak Ferdi duduk di sana akan tetapi apa daya wajah gantengnya membuatku membatu dan senyum silaunya membuatku terdiam sambil menyukuri nasib.

    Hari - hari tenangku benar - benar bermasalah saat Ibu merealisasikan niatnya untuk merenovasi wajahku. Kali ini aku dibawa ke sebuah klinik berisi dokter - dokter yang ketampanannya menyamai dan sebelumnya aku minta maaf, melebihi ketampanan cowok yang membuat sang maha jerawat di puncak hidung ku ini muncul. Tapi tenang ketampanan mereka aku antisipasi saat menghitung perbedaan umurku dengan para dokter ganteng itu. Sebagian dari diriku sangat percaya bahwa mereka sengaja bekerja di sini untuk menjerat wanita - wanita yang ingin mempercantik diri sambil berkenalan dengan pria tampan atau dalam hal ini dokter tampan. Ternyata pemandangan itu hanyalah terapi pengalihan fokus. Setelah wajah cantikku di foto close up yang benar -  benar close up sampai kelihatan pori - pori dan komedo yang jadi tampak sangat mengerikan aku di suruh tiduran di sebuah kursi malas. Sebenarnya jika tidak trauma dengan apa yang akan ku alami aku menginginkan kursi ini di rumah, tapi impianku duduk di kursi empuk sambil main game hancur saat kursi empuk ini digunakan untuk memusnahkan semua jerawat - jerawatku dengan ganasnya. Tanpa di bius sedikitpun, operasi pembersihan wajahku di mulai. Sesaat wajahku sepanas neraka. Aku tidak sanggup. Doraemon tolong keluarkan alatmu.     Yang membuat hatiku terasa perih adalah wajah Ibu yang tampak sangat antusias sambil menyuruh terapisku untuk memencet lagi yang di bawah dagu, di atas bibir dan yang paling menyakitkan tentu saja saat mereka beroperasi di puncak hidungku dengan sang maha jerawat. Setelah semua kekejaman yang berdarah - darah di wajahku, ternyata mereka masih belum puas. Kali ini Ibu dengan semangat 45 demi merdekanya wajahku dari jerawat meminta terapisku membekam wajahku. Bagi yang pernah bekam pasti tahu bagaimana mengerikannya kegiatan ini. Wajahku memerah, bukan karena malu tapi karena darah yang mereka anggap kotor. Baru kali ini aku merasa darah haidku keluar dari muka.

    Ibu mengajakku pulang setelah siksaan di wajahku selesai. Ada setitik air mata yang akan jatuh tapi menghilang setelah melihat sesosok dokter ganteng yang sedang mengajak seorang gadis jerawatan konsul. Dalam hati aku tersenyum melihat orang yang akan mengalami penderitaan yang sama denganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku dan MasalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang