Hari Senin yang membosankan. Aku menopang kepalaku diatas meja kayu yang bercatkan cokelat, berkaki empat dan tentunya berbahan dari kayu. Tangan kananku menopang kepalaku membiarkan rambut panjang milikku terurai begitu saja, pandangan mataku lurus menatap seorang guru fisika sedang menjelaskan materi mengenai pengukuran yang memang menjadi materi di bab 1 pelajaran fisika kelas 10. Bu Rindy, begitu semua murid memanggil guru itu. Wajahnya cantik dan masih muda karena masih tergolong guru baru disekolahku. Sejak 30 menit lalu suaranya yang merdu bagai nyanyian penghantar tidur mengoceh mengenai angka penting, cara mengukur menggunakan jangka sorong dan micrometer sekrup.
Bosan, ya tentu saja. Aku saja hampir tidur dibuatnya. Tangan kiriku mengetuk-ngetuk meja dengan bolpoin yang aku pegang sambil sesekali menjawab pertanyannnya yang tidak jauh dari pertanyaan "Mengerti tidak?" dengan berdeham saja. Di samping kiriku ada Majidah yang sering kupanggil Idah karena namanya yang aneh, walau aku mengakui namaku juga aneh. Orang tuaku memberi aku nama Abidah Bassamah, katanya agar aku menjadi wanita yang taat beribadah dan murah senyum.
"Dah, abis ini apa ?" Tanyaku pada Majidah yang sedang menulis contoh soal dari Ibu Rindy di depan. Majidah menghentikan aktivitasnya sejenak untuk berpikir, hingga pada akhirnya wajah cantiknya berseri dia menatap wajahku.
"Bahasa Indonesia" Katanya. Majidah cantik dengan kerudung putih tebal yang selalu ia kenakan ke sekolah. Aku suka berteman dengannya karena dia baik, walau dalam obrolan kami berdua sering terselip tausiyahnya mengenai betapa pentingnya seorang wanita menutup auratnya. Aku kadang tertegun, tapi mau bagaimana lagi aku belum siap.
Aku membulatkan mulutku membentuk huruf O. Pelajaran Bahasa Indonesia yang sedikit membosankan itu kembali muncul dihari Senin yang membosankan juga.
**
Adzan Dzuhur mendahului bel istirahat keduaku yang akan berbunyi 5 menit lagi. Disaat pelajaran Bahasa Indonesia berjalan, Adzan berkumandang dan Guru Indonesia memperbolehkan kami untuk mendengarkan Adzan sejanak.
Dari suaranya aku tahu yag hari kebagian mengumandangkan Adzan siapa, dia Akif Said salah satu anggota IRMA yang aku kagumi. Dia seangkatakan denganku,kelas IPA-1, wajahnya tidak kalah tampan dari Ayahku, dan Akhlaqnya baik sekali.Tapi sayangnya, dia seperti enggan berteman denganku walau kelas kami bersebelahan.
"Majidah kamu mau Solat kan ?" Tanyaku pada Majidah yang kini sibuk menghapalkan ayat-ayat Al-Qur'an bukan sibuk mengerjakan tugas yang diberikan Bu Fifa sang Guru Bahasa Indonesia yang tutur katanya sangat lembut.
"Majidah, ih jawab dong" Aku mulai kesal karena Majidah tidak merespon pertanyaanku. Majidah memang seperti itu, menyebalkan disaat-saat tertentu.
"Maaf, maaf. Aku solat kok Bi. Kenapa mau bareng ?" Tanya Majidah disela-sela keheningan kelas.
Aku mengangguk menjawab pertanyaanya.
Majidah tersenyum sumringah. "Kamu mau Solat Bi ? Aduh Alhamdulillah ya kamu taubat"
Aku memutar bola mataku kesal. Ya, aku mau solat karena ingin bertemu dengan Akif.
**
Aku berjalan beriringan berdua dengan Majidah yang sedang memeluk mukena berwarna putih bermotif bordiran bunga-bunga di sekelilingnya. Kami berdua menuju masjid sekolah yang bisa dibilang cukup besar dan nyaman.
Di depan masjid aku duduk diteras untuk membuka sepatuku. Dan Majidah mengikuti.
Selesai solat aku kembali memakai sepatuku dan menengok kearah kiri dan kanan mencari keberadaan Akif. Majidah masih di dalam masjid, sesudah solat dia pasti selalu berdzikir terlebih dahulu selama kurang lebih 5 menit. Selesai aku memakai sepatuku, aku berdiri dan aku kembali mencari keberadaan Akif dan akhirnya aku menemukannya. Akif baru saja keluar dari masjid dengan wajah yang MasyaAllah. Hampir saja aku berteriak memanggil namanya namun aku sadar, dia tiak mengenaliku.
Apa yang harus aku lakukan agar Akif mau melihatku ?
Aku bingung.
Aku mengetuk-ngetukan sepatuku ke tanah kesal menunggu Majidah yang lama sekali munculnya.
Aku kesal karena sikap Akif.
Aku kesal saat Akif sedang berbincang dengan teman sekelasnya. Aku cemburu.
Aku melihat Akif kini sedang berbincang kecil dengan teman sekelasnya setelah selesai memakai sepatu. Dia perempuan dan cantik.
"Abidah ayo." Aku mengerjapkan mata mendengar suara Majidah. Ternyata aku terbawa suasana hingga lupa akan keberadaan Majidah.
"Kenapa sih mukanya kusut gitu ? Ayo ke kelas" Ajaknya dan aku mengangguk.
Masih menyimpan kekesalanku hingga ke kelas dan kembali duduk berdua dengan Majidah. Rambut teruraiku ternyata membuatku gerah, aku bingung kenapa Majidah tidak kepanasan memakai kerudung setebal itu.
"Kamu kenapa sih Bi ? Udah solat bukannya senyum malah memble gitu?" Tanya Majidah. Majidah dan aku kini berhadapan.
Aku menghembuskan nafasku. "Aku kesel,abisnya tadi aku liat Akif ngobrol sama temen sekelasnya. Cewek lagi."
Majidah tersenyum "Ya Allah Bi,wajar kali itu mah."
Aku makin kesal. "Tuh kan males kalau curhat sama kamu. Bukannya kasih saran apa kek biar aku gak ngegalauan kejadian yang tadi" Gerutuku.
Lagi-lagi Majidah tersenyum. "Aku gak bisa ngasih saran apa-apa sama kamu Bi. Jadi aku bingung"
"Ishh.. sekarang kasih tahu aku deh gimana caranya biar Akif ngeliat aku ?" Tanyaku.
Majidah tampak berpikir "Emmm apa yaaa ? Aku gak tahu sih caranya, tapi yang aku tahu Allah itu bakalan ngasih imbalan yang setimpal buat hambanya yang taat kepadanya. Contohnya jodoh mungkin."
"Kamu nyuruh aku berjilbab nih ceritanya ?"
"Aku gak nyuruh loh Bi"
"Aku tahu arah pembicaraan kamu. Aku belum siap Idahku sayang. Nunggu hidayah aja"
"Hidayah mah dijemput bukan ditunggu"
Seketika aku terdiam mendengar penuturan Majidah yang 100% benar.
Namun, jujur saja aku belum terketuk untuk mengenakan kerudung. Aku hanya memikirkan tanpa mau merealisasikan. Aku tahu itu kewajiban, kalian pasti merasakan kan bagaimana rasanya kalian saat malas solat? Itu juga yang aku rasakan. Malas semalas-malasnya, dan menurutku kerudung bisa menghambat semua aktivitasku.
Semoga Allah mau mengampuni dosaku.
-Assalamu'alaikum.
Aku mau revisi cerita ini lagi dengan matang, buat new readers atau yang lama. Baca lagi aja yaaa karena bakalan ada yaang berbeda dengan cerita ini.
Syukronnnn.
![](https://img.wattpad.com/cover/50819750-288-k708729.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilbab
SpiritualAbidah Bassamah adalah seorang gadis yang masih mencari jati dirinya. Baginya pacaran adalah hal biasa walau sebenarnya itu hal yang haram. Abi mengharapkan Akif seorang anak Rohis di sekolah menjadi pacarnya dan meliriknya tapi nyatanya Akif menyuk...