Setelah membaca surat dari Majidah, aku menatap kerudung itu dengan rasa sesak di dada. Rasanya aneh sekali padahal sebelumnya mau seberapa banyak kerudung yang dibeli A Zaki untukku rasanya tidak seperti ini.
Malam harinya, sekitar pukul 7 malam aku sedang menonton tv ditemani ibu yang sedang sibuk mencari resep makanan. Ibu memang pintar sekali memasak hingga perutku tak pernah kosong karenanya. Berlainan dengan Ibu, aku menonton tv sambil menunggu pulangnya A Zaki dan Ayah.
Dari dalam rumah aku mendengar suara motor yang diparkir yang aku yakin itu A Zaki. Kata orang A Zaki itu ganteng dan soleh. Tapi menurutku wajah A Zaki itu standar dan untuk solehnya, hmmm aku tidak bisa bilang begitu. Karena jika iya, orang lain akan mencapku ria.
"Assalamualaikum, tumben diluar heh" Aku meringis mendapat toyoran di kepalaku karena ulah A Zaki yang baru datang dari les nya itu. Dia mengucap salam tapi berakhir dengan kekerasan pada adik semata wayangnya.
"Ih naon sih datang-datang. Sakit tahu" Aku menggerutu dan malah mendapati tubuh A Zaki duduk ditengah-tengah aku dan ibu.
"lebay" Katanya. Dia tiba-tiba merangkul bahuku dan menekan leherku dengan lengan panjangnya, hingga aku merasakan bau tidak sedap keluar dari dalam tubuhnya.
"Aaaa... Aa sakit ih lepas, bau ihhhh Ya Allah, Aa ihhh aku mau muntah."
Keluhanku malah disambut dengan suara ketawanya dan tangannya yang mengacak-acak rambut panjangku.
"Zaki udah, jail terus. Adiknya kasian tuh" Mendengar seruan dari Ibu akhirnya A Zaki melepaskan siksaannya yang memuakkan itu.
"Punya adik tuh disayang bukannya disiksa." Gerutuku.
Dia masih tersenyum geli. "Kapan lagi bisa siksa kamu gitu. Mumpung lagi ada disamping manfaatin kesempatan. Langka kamu keluar kamar."
"Tahu ah berisik." Aku cemberut. A Zaki menyebalkan tapi aku sayang padanya, dia cinta keduaku, cinta pertamaku tentunya ayah seorang.
Dia kembali mengacak-ngacak rambutku dengan gemas hingga rasanya aku ingin memakan makhluk bernama Zaki disampingku ini.
"Jangan cemberut. Udah 15 tahun, masih kaya anak kecil." Katanya.
"Aa inget aku ulang tahun ? Aku kira lupa. Ibu inget gak ?"
Ibu yang sedang sibuk tiba-tiba menghentikan aktivitasnya lalu mimik wajahnya menyiratkan sekali jika Ibuku itu sedang mengingat sesuatu.
"Kamu ulang tahun ? Duh maaf ibu lupa." Jawab Ibu. Jujur saja, jawaban Ibu membuatku sedikit kecewa tapi tak apa. Hadiah dari ibu selalu aku dapatkan setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detik.
"Yaudah gak usah baed, jijik liatnya" Aku menggerutu kembali. "Sini Aa doain." A Zaki memejamkan matanya akupun mengikuti apa yang dia lakukan.
"Ya Allah hari ini aku genap 15 tahun.15 tahun lalu Ibu, Ayah, dan A Zakimenunggu aku lahir ke dunia ini. 15 tahun lalu Ibuku meregang nyawa untuk melahirkan aku ke dunia, 15 tahun lalu Ayahku beradzan ditelingaku. Selama 15 tahun ini aku tidak pernah bisa membuat mereka menangis terharu karena perbuatanku. Esok hari semoga aku bisa melihat wajah Ibu yang selalu bersinar karena senyumnya yang tidak pernah hilang. Kelak nanti, aku berharap Engkau dapat memberikan kebahagian dunia akhirat untuk Ibu, A Zaki, dan Ayah. Aamiin."
Aku membuka kedua mataku dan aku mendapati kedua mataku basah dengan air mata yang tidak sadar aku keluarkan. Aku pun melihat wajah Ibu yang kini tengah terlihat seperti mengenang sesuatu.
Aku benar-benar menangis sekarang.
A Zaki memelukku yang kini sedang menangis.
"Semoga suatu hari kamu berjilbab ya. Aa tunggu adik kesayangan Aa ini menutup aurat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilbab
SpiritualAbidah Bassamah adalah seorang gadis yang masih mencari jati dirinya. Baginya pacaran adalah hal biasa walau sebenarnya itu hal yang haram. Abi mengharapkan Akif seorang anak Rohis di sekolah menjadi pacarnya dan meliriknya tapi nyatanya Akif menyuk...