Hai, readers! Perkenalkan, namaku Indah Tania. Aku sering dipanggil Indah kok, tapi lain dengan teman - temanku. Mereka menyingkat nama depan dan belakangku menjadi Intan, kkk. Kata mereka sih itu nama panggilan sayang, soalnya cuma mereka yang memanggilku begitu. Umurku 16 tahun, aku duduk di bangku kelas 11 di SMAku, SMA Nuansa Kasih.
Aku mempunyai satu kakak laki - laki yang bernama Yudishtira Fauzan, dan satu kakak perempuan bernama Sona Fauzanita. Nama belakangku dengan keduanya memang beda. Karena aku ini bukan anak asli dari keluarga ini. Bunda yang selama ini membesarkan aku bukanlah Bunda kandungku. Kabarnya sih dulu orang tuaku mengalami perselisihan entah apa itu, lalu mereka berpisah dan pergi melupakanku -mungkin-. Dan akhirnya di sinilah aku. Hidup seadanya dengan Bunda.
Nama Bunda adalah Tira Fhazana. Namanya secantik parasnya loh. Bunda itu cantik, beneran! Dia walaupun umurnya sudah menginjak kepala lima tapi masih saja awet muda. Wajah Bunda itu selalu bercahaya, pokoknya aku selalu betah deh lama - lama natap wajah Bunda yang sayu, mencirikan banget kalau Bunda ini orangnya ramah dan tidak sinis. Tapi walaupun begitu, Bundaku ini orangnya tangguh kok. She is Strong Girl, ehehe. Walaupun Bunda bukan Ibu Kandungku, tapi aku sangaaatt menyayangi Bunda. Aku selalu berusaha untuk membahagiakan hati Bundaku ini *peluk bunda*.
Ayah? Ayah Satrio Fauziono -suami Bunda- udah meninggal sejak sebelum aku menjadi bagian dari keluarga ini. Tepatnya sejak 14 tahun yang lalu. Saat aku masih berumur 2 tahun. Ayah meninggal karena penyakit jantung yang dialaminya. Dulu Ayah seorang konglomerat. Tapi kemudian bangkrut karna uang yang Ayah milikki sudah habis dipakai berobat kesana kemari. Bahkan ke luar negeri katanya. Nenek dan Kakek dari Ayah sudah meninggal sejak Ayah menginjak kepala tiga. Ayah menolak bantuan dari Om Sony dan Tante Sonya -adiknya Ayah- untuk membiayai pengobatan beliau. Bunda bilang Ayah tidak enak bila harus dibantu oleh mereka. Padahal Ayah, Om Sony, dan Tante Sonya sudah dibagi harta warisan masing - masing, bahkan Ayah yang mendapatkan paling banyak katanya. Makanya Ayah menolak bantuan dari adik - adiknya itu. Sampai perusahaan Ayah sudah lama terbengkalai karena Ayah menjalani pengobatan di Australia dan keadaannya semakin parah. Bunda selalu setia menemani Ayah saat itu. Bunda tidak pernah tahu menahu tentang perusahaan atau pekerjaan Ayah karena Bunda ini hanya orang biasa. Tidak terlahir di keluarga konglomerat seperti Ayah. Om Sony saat itu lagi sibuk - sibuknya untuk bisa memenangkan Tender perusahaannya, jadi tidak bisa membantu mengendalikan perusahaan yang Ayah kelola. Tante Sonya sama seperti Bunda, selama Ayah di Australia, tante Sonya harus menunggui anak sulungnya yang juga menjalani pengobatan di Hongkong karena penyakit langka yang di deritanya. Sedangkan kak Sonya yang sudah menginjak umur 19 tahun saat itu lebih memilih mengejar cita - citanya menjadi seorang dokter dan saat itu juga Kak Sona sedang menempuh pendidikan kedokteran di Harvard University. Dan Kak Yudish yang saat itu baru berusia 13 tahun, baru menginjak bangku kelas 8, belum mengerti apa - apa soal perusahaan, dititipkan kepada Tante Inggrid -suami Om Sony- karna masih harus sekolah. Padahal Kak Yudish lah yang selalu terobsesi untuk menempati posisi Ayah. Sewaktu masih berusia 5 tahun, Kak Yudish selalu bersikeras untuk ikut bersama Ayah setiap Ayah pergi ke kantor. Kak Yudish sangat senang duduk di kursi kebanggaan Ayah dan berakting layaknya Bos. Ayah selalu berjanji bahwa Kak Yudish akan menggantikan Ayah kelak. Menjadi CEO di perusahaan Ayah.
Namun janji tinggalah janji. Janji itu tidak akan terucap lagi tepat setelah Ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Dan mimpi tinggalah mimpi. Mimpi itu sirna sudah setelah tidak akan ada lagi Fanz's Hotel. Hotel Bintang 5 yang sangat dikagumi masyarakat karena pelayanannya yang sangat memuaskan.
Sepeninggal Ayah, semuanya menjadi berubah. Bunda yang pernah merasakan hidup mewah kini harus kembali pada keadaan seperti dulu. Bunda bilang bahwa setiap orang memilikki takdir dan jalan hidup masing - masing. Setiap orang akan merasakan pahit dan manisnya hidup secara bergantian, entah pahit dulu baru manis, maupun manis lalu kemudian pahit. Manisnya hidup tidak akan bisa dirasakan selamanya. Rasa manis itu sewaktu - waktu bisa berubah menjadi rasa pahit, begitupun sebaliknya. Bunda juga bilang bahwa takdir itu tidak sama dengan nasib. Takdir adalah suatu hal yang mau tidak mau kita harus mau menerimanya. Seperti takdir bahwa Ayah sudah harus lebih dulu pergi, dan takdir bahwa kehidupan seseorang tidak akan selalu lurus begitu saja, seperti Bunda tentunya. Bunda tidak mempermasalahkan perubahan kembali dalam hidupnya ini. Tapi lain halnya bagi kedua anaknya yang sejak kecil selalu hidup mewah. Setelah mengetahui bahwa perusahaan Ayah sudah bangkrut dan mereka sudah tidak mempunyai apa - apa lagi, Kak Yudhis dan Kak Sona menjadi berubah. Mungkin mereka merasa bahwa impian mereka selama itu hanya sia - sia. Kak Sona yang ingin menjadi dokter, setelah keluarganya bangkrut, dia terpaksa harus berhenti kuliah di Harvard University dan mengubur dalam - dalam cita - cintanya yang saat itu bahkan sudah hampir digenggamnya. Setelah pulang dari Amerika dan satu tahun hidup susah bersama Bunda, Kak Sona memilih ikut bersama Om Sony yang kebetulan saat itu menawarkan pekerjaan di perusahaan milik kerabatnya Om Sony yaitu Om Hardi di Surabaya.
Kak Sona mengaku hidup berkecukupan di sana. Tinggal di apartemen yang dibelikan Om Sony, belum lagi gaji yang lebih dari cukup katanya. Awalnya Kak Sona mau memberikan sepertiga gajinya untuk biaya kami makan sehari - hari setiap bulannya. Tapi setelah dia mengetahui bahwa Kak Yudish sering mengutang kesana kemari yang mengharuskan Kak Sona yang membayar semua utangnya, Kak Sona tidak pernah lagi mengirimi kami uang. Nomor hapenya pun sudah diganti. Sangat susah dihubungi. Menanyakan pada Om Sony pun percuma. Om Sony tinggal di Kalimantan dan sangat jarang mengunjungi Surabaya. Beliau mempercayakan Kak Sona pada Om Hardi dan istrinya.
Begitu juga Kak Yudish. Bunda bilang Kak Yudish sangat marah setelah tau bahwa tidak akan ada jabatan CEO yang disandangnya. Kak Yudish berubah menjadi anak pembangkang. Sepeninggalnya Kak Sona ke Surabaya, menginjak usianya yang sedang menduduki bangku SMA saat itu, Kak Yudish mulai berani merokok, bahkan berjudi dan mabuk sampai dia di depak dari sekolahnya. Kak Yudish tidak pernah ingin sekolah lagi saat itu. Uang yang Kak Sona kirim di bulan - bulan terakhir dirampas semua olehnya. Dan semenjak Kak Sona tidak mengirim uang lagi, Kak Yudish jadi sering meminjam uang ke renternir atas nama Bunda. Uang itu biasa dipakai Kak Yudish untuk berjudi dan mabuk - mabukan. Untungnya saat itu Bunda masih memilikki perhiasan emas yang bisa dibilang cukup mahal. Bunda menjual perhiasan itu untuk membayar utang Kak Yudish dan sisanya untuk kami makan sehari - hari.
Bunda sampai jatuh sakit saat itu. Sampai kemudian Om Sony mengunjungi kami dan Bunda menceritakan semuanya tentang Kak Sona dan Kak Yudish yang berubah drastis dan membuat Bunda stres. Om Sony terlihat sangat kaget dan prihatin mendengar cerita Bunda sampai mulai saat itu juga, Om Sony bersedia untuk selalu membantu kami. Beliau lebih sering mengunjungi kami dan juga menanggung biaya hidup kami. Beliau juga sama sekali tidak keberatan membiayai sekolahku dan membelikan segala kebutuhan sekolahku. Bahkan Om Sony ini menjanjikan aku menempuh pendidikan di Korea kalau nilaiku paling tinggi di antara teman - teman seangkatanku. Tentu saja itu sebuah motivasi bukan?
Oh iya, aku ini sangat dekat dengan Om Sony, karena kata Bunda, Om Sony lah yang membawaku pada Bunda. Tapi baik Bunda maupun Om Sony ini, mereka tidak pernah memberitahu nama kedua orang tuaku. Om Sony bilang aku tidak perlu mengetahui mereka, karena sekarang aku sudah bersama Bunda dan Om Sony. Om Sony ini sangat baik orangnya. Dulu aja kata Bunda, Om Sony selalu menyempatkan terbang ke Australia untuk sekedar menengok keadaan Ayah padahal saat itu jadwal Om Sony sangat padat. Om Sony juga bilang kalau saat itu dia sangat ingin membantu perusahaan Ayah agar tetap berdiri, namun saat itu juga Om Sony sedang mempertaruhkan sebagian saham perusahaannya agar tidak kalah Tender.
Ya, mungkin memang sekarang seperti ini lah seharusnya kehidupan Bunda dan anak - anaknya. Terkadang aku suka miris sendiri melihatnya. Miris melihat kehidupan Bunda yang seperti ini. Miris juga melihat dirilu sendiri yang kehadirannya mungkin saja tidak diharapkan oleh kedua orangtuaku dulu.
~~~~~~~
Hari pertama di semester 4 ini, aku sangat bersemangat. Sudah tidak sabar ingin bertemu dengan teman - temanku. Kkk. Hari ini, aku sudah selesai mandi, sisir rambut, merapikan baju seragamku, gendong tas, udah cakep deh, hehehe. Tinggal sarapan bareng Bundaku tercinta, udah gitu berangkat deh ke Nuansa Kasih.
"Indah, ayo sarapan dulu, nak. Bunda udah masakin makanan kesukaan kamu nih." suara lembut khas Bunda sudah terdengar dari arah dapur. Aku pun segera melesat untuk menghampiri Bunda dan menjajah habis semua masakannya. Serem ya aku.
"Waah enak nih kayanya Bun. Bunda tau aja kalo Indah lagi semangat - semangatnya pagi ini", tuturku saat sampai di dapur dan mencium aroma makanan yang lezat dan tidak pernah membuatku bosan. Mau tau masakan apa yang kumaksud? Cuek Tongkol Sambal Balado. Hehehe. Jangan harap deh bisa makan Pizza, Hamburger, atau semacamnya. Bisa beli beras aja udah bersyukur banget. Makan ikan asin -terutama cuek- aja udah yang paling lezat buat aku. Dibanding makan nasi sama garem doang loh.
Setelah menghabiskan sarapan dan menyesap susu, aku kembali merapikan seragam ku dan bergegas untuk berangkat. Hari ini bukan hari senin sih, jadi tidak perlu repot - repot takut ketinggalan upacara. Xixixi. Aku kemudian memberi salam kepada Bunda yang sedang merapikan bekas makan kami. "Bunda, Indah berangkat dulu. Do'ain Indah ya Bun", kataku seraya mencium punggung tangan Bunda. "Iya, hati - hati, nak. Belajar yang rajin." pesannya seraya mengelus rambutku. Bunda ini bikin aku pengen balik tidur lagi aja deh. Tapi tidurnya di pangkuan Bunda sambil dielus - elus gini rambutnya. Heheh. Habis Bunda sih bikin aku nyaman terus.
~~~~~
Hai.. gimana nih ceritaku? Banyak kurangnya ya? Iya, maklum ya aku masih baru dalam dunia nulis menulis sih, heheh. Tapi aku bakal berusaha memperbaiki kekurangan itu kok. Selama ada yg kasih tau loh. Makanya tolong ya vote dan commentnya biar aku tambah semangat buat ngelanjutin part yg lebih baik lagi nantinya ^^