"Mmm.. boleh sih. tapi gue nganter aja ya? sekalian gue juga pengen liat-liat." Intan terlihat ragu. Ia mengingat Sang Bunda yang memang selalu memarahinya ketika ia membeli pernak-pernik K-Pop. Menurut Sang Bunda itu hanya menghabiskan uang saja. Lebih baik uangnya ditabung untuk masa depan Intan, katanya.
"Loh? kenapa? lu ga berniat beli?" tanya Nolya heran.
"Ish kenapa? biasanya lu yang paling antusias kaya Deanda" timpal Lauren, bule lokal dengan wajah yang terlihat kecewa itu.
Sementara itu Alin yang tampak diam mulai menganggukan kepalanya. "Gue juga deh. Gue ikut tapi ga beli sekarang." Lauren tampak cemberut, "Ih ga kompak banget sih." ia menggembungkan pipinya.
"Bukan apa-apa. Gue cuman masih kenyang sama yang kemarin. Udah kebanyakan tau. Tapi siapa tau ada yang bikin gue tertarik buat beli." ucap Intan. "Ya udah deh. Kita tunggu sejam lagi ya. Kalo boleh pulang, nanti kita langsung cabut." Nolya memberi isyarat kepada sahabat-sahabatnya itu untuk masuk kelas dengan mendahului mereka.
Selebihnya mereka memilih menghabiskan waktu dengan becanda ria di kelas. Sampai waktunya mereka pulang, mereka berkumpul di tempat parkir sekolah ini. "Berhubung cuma gue yang bawa mobil, kita ke sana pake mobil gue aja ya. Pulangnya gue anterin satu-satu kok, tenang aja." ujar Deanda sambil berjalan menuju mobilnya terparkir. Setelah mereka semua duduk manis di mobil Honda Jazz merah milik Deanda, mobil itu pun melesat meninggalkan pekarangan sekolah.
Letak toko yang memang menjual berbagai pernak-pernik K-Pop, mulai dari Baju sampai barang-barang terkecil seperti Pin, memang cukup jauh dari sekolah mereka. Pasalnya toko ini tidak terletak di Pusat Kota.
Setelah mereka sampai di toko tersebut, ketiga sahabat Intan terutama Deanda langsung menyerbu toko yang terlihat sepi pembeli itu. Intan dan Alin hanya melihat-lihat tanpa berminat-lebih tepatnya menahan keinginan- untuk membelinya. Kemudian Intan memilih keluar dari toko. Ia menengadah ke atas, melihat langit yang mendung menandakan bahwa siang ini akan turun hujan yang lebat. Tak lama, ketiga sahabat Intan itupun menenteng masing-masing dua kantong sedang di kedua tangan mereka. Setelah mereka berjalan menuju tempat mobil Deanda terparkir, terdengar lantunan lagu BoA - Only One yang berasal dari handpone milik Deanda. Deanda memberikan isyarat kepada ke-4 sahabatnya untuk menunggu sementara dia melesat menjauhi tempat mereka berdiri. Selang beberapa menit, Deanda kembali dengan wajah yang menunjukan raut bersalah. "Lu kenapa, De? kok wajahnya nekuk gitu?" tanya Lauren sambil menepuk pundak Deanda.
"Sorry banget, guys. Barusan tante gue nelpon dan gue disuruh cepet-cepet pulang karna ada saudara gue yang dari Batam ke rumah. Gue ga bisa nganter kalian pulang." Deanda menundukan kepalanya. Rasa bersalahnya bertambah saat dia menyadari bahwa langit sedang mendung. Dan letak tokok ini sangat jauh dari rumah Intan. Semuanya menatap Deanda maklum. Mereka tidak mempermasalahkannya, toh Lauren dan Nolya bisa meminta supir mereka untuk menjemput.
Satu jam berlalu, Intan masih berdiri di depan toko yang sedari tadi sepi. Teman-temannya sudah lebih dulu pulang. Lauren dan Nolya yang dijemput oleh supir pribadi mereka, dan Alin yang mendapati tumpangan oleh Deanda karena kebetulan rumah mereka satu arah. Sementara Intan menolak tawaran dari Lauren maupun Nolya, karena Intan merasa tidak enak. Ditambah rumah Intan tidak searah dengan mereka. Jadilah Intan berdiri di sini. Menunggu angkutan umum yang memang sangat jarang.
Sudah satu setengah jam berlalu, dan kaki Intan terasa pegal, namun tidak ada tempat duduk di sini. Sementara gerimispun mulai turun dan Intan tidak membawa payung. Seharusnya Intan tidak lupa pada barang yang satu itu mengingat ini adalah bulan Januari.
Intan menghembuskan nafasnya lega saat melihat angkutan umum berwarna hijau itu dari kejauhan. Angkutan umum itu penuh, tapi untunglah masih ada satu seat untuk Intan. Meski itu di dekat jendela, dan Intan harus merelakan baju seragamnya sedikit basah karena terkena cipratan air hujan yang sudah melebat. Tapi syukurlah Intan bisa duduk lebih ke dalam setelah satu penumpang pria berperawakan cukup besar dan tegak yang duduk di samping kanan Intan itu turun di pertigaan jalan.