Chapter 6

40 3 0
                                    


"Halo, 'tuan putri',"

"Bukankah menyenangkan, memiliki dua pangeran yang gagah perkasa?" ucapnya.

"Kalau kau beruntung, kau akan selamat, 'lagi'. Dan kau harus bersyukur karna memiliki banyak keberuntungan!" lanjutnya sambil tertawa. Kata-katanya membuatku heran.

Apa yang ia maksudkan?

"Kekasih gelapmu telah menyelamatkan pelayan-pelayanmu, kau tak perlu khawatir, putri. Sayangnya ia meninggalkanmu sekarang, xixixi... Sang Raja mencari kedua putranya yang menghilang dimakan serigala, namun ia malah gugur di perang saudara, hihihi..." Ia tak berhenti berbicara.

"Apa maksudmu?" tanyaku heran. Aku sama sekali tak mengerti apa yang ia ucapkan.

"Ssstt... Ellanie sayang, kau harus menunggu. Jangan terburu-buru," jawabnya sambil menempelkan jari telunjuknya di bibirku. Bagaimana ia mengetahui namaku?

"Jangan sampai kau memilih jalan yang salah, putri."

"Sesuatu yang terlihat baik itu tidak akan selalu baik seperti pada tampaknya. 'Jalan yang salah' hanya akan meninggalkan rasa sakit yang mendalam. Pangeran sejati akan memaafkanmu dan menemukan dirimu yang tersesat." Ia kembali tertawa. Aku mencoba untuk mengabaikan kata-katanya itu, namun tak bisa. Ia terus menerus berbicara hal yang tak dapat kumengerti.

"Diaaaam!" Lacy kembali mendorong wanita tua itu.

"Kau yang telah membuatku menderita! Kau telah menyesatkanku!" lanjutnya. Wajahnya dipenuhi dengan amarah yang menggebu-gebu serta air mata yang mengalir deras. Tanpa segan-segan, Lacy memukul wanita tua itu dengan sangat keras. Pertengkaran hebat yang terjadi di dalam sel itu menarik perhatian para penjaga. Tiba-tiba wanita tua itu tertawa keji di tengah amarah Lacy. Ia mengeluarkan sebuah pisau dari balik jubahnya dan menyerang Lacy. Beberapa kali ia mencoba membunuh Lacy dengan pisaunya, tetapi selalu gagal. Wanita tua itu menggeram kesal, dan terus mencoba membunuh Lacy. Hal ini tentu tidak bisa membuatku diam saja, aku berusaha untuk melindungi Lacy dan menyelesaikan pertengkaran ini.

"Jangan sok pahlawan!" teriak wanita tua itu. Ia mengarahkan pisaunya ke arahku, menyerangku.

Sial. Aku sudah tidak bisa menghindar.

SRET

Pisau itu merobek bajuku, meninggalkan luka di lenganku. Wanita tua itu semakin geram. Ia sama sekali tak menyerah, matanya menujukkan bahwa ia ingin sekali membunuhku dan Lacy.

DOR

Suara tembakan. Wanita tua itu seketika terdiam dan menoleh ke arah suara itu. Jauh di luar sel, tampak beberapa prajurit yang mengarahkan senapannya ke arah wanita tua tersebut.

"Berhenti Roxanne!" perintah salah satu dari prajurit-prajurit yang berada di depan sel.

"Jangan sebut namaku!" jerit wanita tua itu—Roxanne.

Roxanne menarik rambutku, menekankan pisaunya di depan leherku, menjadikanku sebagai tawanannya.

"Jangan ada yang mendekat! Atau akan kubunuh wanita ini!" teriaknya, lalu tertawa. Tawanya itu membuat dirinya lengah. Saat itulah Lacy segera mendorong kembali Roxanne, dan membuat pisau itu menggores pipiku. Para penjaga segera memasuki sel dan mencoba untuk menenangkan Roxanne, tetapi ia terus melawan. Pisau Roxanne berhasil menusuk beberapa prajurit, membuatnya tertawa puas.

DOR DOR DOR

Suara senapan terdengar lagi.

DOR

Peluru-peluru itu mengenai tubuh kecil Roxanne. Nyawanya menghilang saat itu juga, ketika salah satu peluru mengenai jantungnya. Tubuhnya tergeletak kaku di lantai, darahnya bercucuran di mana-mana. Suasana mencekam itu seketika hilang, sampai teriakan Lacy memecahkan keheningan itu. Ia terus menerus menjerit, menangis, dan menyerang prajurit-prajurit tersebut. Lacy sama sekali tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Darah...darah! Orang itu mati di depanku! Dia mati!" jeritnya ketakutan. Para prajurit sibuk megobati rekan-rekannya yang terluka serta berusaha untuk menenangkan Lacy.

"Ikuti aku."

Seseorang berbisik padaku. Aku menoleh ke arah suara itu berasal,

Tom.

Ia tersenyum manis padaku, lalu menggenggam tanganku dan membawaku—layaknya tawanan lainnya.

"Aku akan mengamankan wanita ini dan membawanya ke pengaadilan!" teriaknya disaat prajurit lainnya sibuk menenangkan Lacy. Salah satu rekan Tom yang mendengarnya kemudian segera menghampiri Tom dan menemaninya untuk membawaku ke-

Pengadilan.

Apa?

Pengadilan?

"Lepaskan aku!" rontaku sambil memberi sedikit perlawanan, tetapi Tom dapat menahanku. Ia tidak mengucapkan apapun setelah itu. Aku hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti.

***

TOK TOK TOK

Hakim mengetukkan palunya. Kasus ditutup.

Aku hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.

"Nona Ellanie Jeanna Smith, dinyatakan tidak bersalah dengan kasus yang baru saja terjadi, serta telah menebus kesalahan pada kasus pemberontakan dan pencurian data. Kau dibebaskan, kasus ditutup."

Aku tidak salah dengar, kan?

Kata-kata itu terus terulang dalam pikiranku. Orang-orang keluar dari ruangan penuh ketegangan ini, sedangkan aku hanya diam, duduk termenung. Aku berusaha untuk meyakinkan bahwa semua ini adalah—nyata.

"Kau bebas," ucap Tom menghampiriku. Ia kembali tersenyum padaku, sangat manis dan hangat. Aku menatapnya tajam. Satu lagi hal yang membuatku tidak bisa mempercayai diriku sendiri adalah,

Bagaimana bisa,

Seorang Tom,

Membuatku merasa senyaman dan seaman ini?

Sepertinya ada yang salah dengan perasaanku saat ini,

Mungkin terlalu gembira karena telah keluar dari kegelapan itu?

Tanpa kusadari, aku telah membalas kehangatan Tom itu,

Dengan sebuah senyuman, dan

Pelukan.


The Wrong WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang