Chapter 2 : As My Life Goes On

1.6K 75 2
                                    

Semua orang tahu apa yang ingin mereka lakukan di dalam hidupnya. Begitupun aku. Semua perjalananku kini terlihat lebih baik. Entah kenapa, aku tidak pernah ingat bahwa aku seorang penderita kanker seperti yang lainnya yang juga merasakan penderitaannya layaknya aku. 

"Ayah, aku harus ke sekolah sekarang." ujarku seraya berjalan menuju ke pintu dan membukanya. 

"Ini pasti hari Sabtu, kau ke sekolah, nak?" tanya ayahku sambil mengenakan jaketnya dan menghampiriku. Ia sepertinya sudah siap untuk mengantarkanku.

"Ya, aku ke sekolah. Bagaimana dengan Gardner dan Ellsbury?" tanyaku.

"Mereka libur. Dan sepertinya sedang sibuk dengan PR mereka, nak. Ayo, ayah tidak ingin membuatmu terlambat." ujar ayahku seraya membawakan ranselku dan menuntunku menuju ke mobilnya. 

Hari ini hanya ada sebuah kegiatan diskusi di perpustakaan. Temanku, Kelly Johnson dan Brendan Ryan sudah menunggu disana. 

"Kau tidak ingin pamit dengan kedua kakakmu, Teix?" tanya Ellsbury seraya berdiri di ambang pintu rumah dan tersenyum jahil bersama Gardner di sampingnya. 

"Tentu saja aku ingin! Sampai jumpa semuanya!" ujarku. 

"Sampai jumpa, Teix. Berhati-hatilah!" ujar Ellsbury.

'*'*'*'*'

"Hey, Teix! Apa kabar?" sapa Kelly seraya menepuk bahuku pelan. 

"Kau pasti Kelly Johnson. Dan kau, Brendan Ryan. Senang berkenalan dengan kalian." ujar ayahku. 

"Ya, Pak. Kau pasti ayah dari Teixeira. Senang berkenalan denganmu, pak." ujar Kelly sambil menjabat tangan ayahku. 

"Joseph Girardi. Panggil saja aku Pak Joe." ujar ayahku. 

"Baiklah, Pak Joe." ujar Kelly. 

"Aku tahu kalian akan berdiskusi di perpustakaan seperti yang putraku katakan. Aku tidak ingin membuat kalian terlambat—atau maksudku menghambat kalian." ujar ayah. 

"Oh, ya, tentu saja, pak. Terima kasih atas keluangan waktumu, pak. Aku, Bren, dan Teix akan ke perpustakaan sekarang." ujar Kelly. 

"Tentu saja, nak." ujar ayahku. 

"Hmm—kami pulang sekitar pukul 11.00, pak. Tak perlu khawatir. Kami akan saling menjaga." ujar Kelly. 

"Ah, tidak perlu seperti itu. Aku tahu kalian anak-anak baik seperti putraku. Aku percaya dengan kalian." ujar ayahku. 

Aku, Kelly, dan Brendan berjalan bersama kedalam sekolah. Aku tak sabar untuk pulang, walaupun aku baru saja sampai. Rumah memang tempat terbaik untuk tidak merasakan gugup atau apapun.

'*'*'*'*'

"Kau tahu? Aku benci matematika." ujar Brendan. 

"Nilai tak ada bandingannya, kau akan merasakannya jika kau gagal, Bren." ujar Kelly.

"Kita semua membenci matematika. Tetapi aku tetap menjalankannya dengan baik," ujarku seraya menatap mereka berdua yang duduk di hadapanku. 

Mereka semua terdiam sejenak karena melihat penjaga perpustakaan lewat. Kami takut keramaian kami terdengar olehnya. 

"Ayo, aku tak ingin membuang waktu. Aku banyak jadwal dengan ibuku." ujar Brendan. 

"Mengurus catering, aku suka masakan ibumu, Bren." ujar Kelly. 

"Berhenti bergurau denganku, Kel." ujar Brendan. 

Kami berdiskusi dengan tenang pada akhirnya. Tetapi kini ada yang terasa berbeda denganku. Namun, aku mencoba untuk tetap fokus pada diskusi ini. Dan, ini semua tidak berjalan lama. Brendan seketika memperhatikanku, lalu Kelly. 

You're Not A BurdenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang