12, ∞

1.3K 126 33
                                    

SREEEKKK..

10.

Barou memandang kalender yang baru disobeknya itu lama. Baginya waktu selalu berlalu dengan cepat, sama halnya dengan masa lalu dan ingatannya yang perlahan memudar juga. Terlalu banyak yang ingin ia lupakan, tapi karena itu ia selalu bertanya pantaskah dirinya diingat?

"kau sedang apa?"

"A.. aku hanya melihat-lihat kalender" Barou tersentak saat Marco tiba-tiba sudah ada dibelakangnya, "Marco-san, hari ini... hujan ya?"

"kau benar, padahal ini masih pagi" Marco berjalan ke arah pintu masuk untuk mengecek keadaan di luar, "Barou, coba lihat, ada orang diluar sana bukan?"

Kini Barou ikut memerhatikan arah yang dipandang Marco. Sepertinya ada seseorang di tengah hujan yang berlari dengan panik sambil mengejar dua anak kecil di depannya. Antara lucu dan aneh, habisnya orang itu tak memakai payung dan kedua anak kecil di depannya dengan lincah berlarian memakai jas hujan. Mereka berhenti sesaat di bawah pohon besar tak jauh dari toko dan anak kecil itu menunjuk-nunjuk ke arah toko permen.

"Marco-san mereka pelanggan" kata Barou lagi, ia mencoba menajamkan penglihatannya saat kedua anak kecil itu berlari cepat ke arah toko meninggalkan pengasuhnya di bawah pohon.

Dan pintu toko pun terbuka, membuat sedikit angin dan air hujan masuk.

CKLEK, KRIIIINGG.

"Kalian..., Hans dan Greta?" Marco terkejut saat melihat kedua anak kecil dengan jas hujan belang-belang dengan warna terbalik untuk masing-masing itu ada di depannya, rambut mereka basah.

"Kakak kacamata!!" mereka berseru senang, dan seruannya terdengar lebih keras lagi saat melihat Barou, "Mamaaa!!"

"Hans! Greta! Lepaskan dulu jas hujan kalian sebelum masuk!"

Dari kejauhan orang yang berperan sebagai pengasuh itu tergopoh-gopoh berlari ke dalam toko. Jaket selututnya basah, tak terkecuali wajahnya yang sepertinya sudah letih menjalani hidup. Ia ngos-ngosan saat tiba di depan toko. Membantu Marco mencopot jas hujan kedua anak itu sebelum mereka kembali berlarian dan menghampiri Barou.

"huft.., benar-benar hari yang buruk, kehilangan payung gara-gara angin, dan kenapa toko permen ini ada di ujung jalan, dari dulu saya selalu tersesat kalau ingin datang kesini" Morgan melepas hoodie yang menutupi kepalanya dan berjengit menatap tubuhnya sendiri yang seperti habis berenang dengan pakaian lengkap, "Hans, Greta, dengan ini permintaan kalian sudah terpenuhi kan?"

"makasih kakek!"

Morgan hanya memasang wajah datar, sudah berapa kali ia dipermainkan oleh anak kecil ini?

"cucunya Watson, saya ingin berbicara denganmu" Morgan menatap Marco yang ada di sebelahnya, "boleh saya titip jaketnya untuk sementara?"

"ah lepaskan saja, aku akan nyalakan perapian agar tidak dingin" Marco membantu Morgan melepaskan jaketnya.

"masih pakai perapian? Tidak diganti penghangat elektrik? Atau meja pemanas?" Morgan melirik sekitarnya, "kondisinya sama saja seperti dulu"

"masih" Marco tertawa kecil, "aku senang anda datang.. ah kupanggil apa baiknya ya?"

"Morgan saja, saya bahkan tak pernah memanggil orang lain dengan imbuhan, langsung nama" Jaketnya terlepas, memperlihatkan kaos oblong-dengan-gambar-jokowi-yang-tidak-elitnya, sepertinya ia selalu pakai jaket untuk menyembunyikan fakta kalau seluruh kaos yang dipunyainya adalah kaos gratisan dari kampanye -,-. Sementara Marco pergi ke ruangan tengah untuk menyiapkan perapian, Morgan ditinggal dengan Barou. Tak sengaja mata mereka berdua bertemu, membuat pria berambut coklat itu gugup.

Toko Permen di Ujung JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang